(8)
Kehamilan Anjani memasuki trimester kedua. Apakah setiap ibu hamil seperti dirinya? Kadang mual, menginginkan sesuatu atau mengalami kram perut disertai pegal pada punggung dan juga pinggang. Anjani menanyakan hal ini pada ibunya tapi jawaban Virna sungguh tak ia harapkan, tak memberi solusi malah seakan ibunya itu memaksanya untuk dekat dengan Satrio.
"Kalau perut kamu kram atau pinggang kamu pegel, berarti bayi kamu minta di pijit sama ayahnya. Dia pingin di manja sama Satrio. Itu kode si jabang bayi pingin deket-deket bapaknya terus".
Jawaban yang menurut Anjani tak masuk di akal. Lebih baik dia tanya ke ahlinya saja yaitu dokter kandungan tapi naas tak ada yang bisa mengantarkannya ke sana. Di saat keadaannya lemah seperti ini, Ingin minta bantuan Satrio takut di tolak. Minta bantuan Rama, dia lagi kuliah. Nasib bumil yang numpang di rumah ini mertua sungguh menyedihkan.
"Jani, kenapa kamu meringis kayak gituh? Kamu sakit?". Tanya Mega, ibu Satrio yang sedang merawat tanaman di kebun belakang. Anjani kira, tempat ini paling aman untuk menyembunyikan diri.
"Iya buk, pinggang aku sakit dan perut juga suka ngenceng-ngenceng, keram, sakit juga". Tanpa ia duga ibu mertuanya menarik tangan Anjani untuk duduk di kursi kayu taman. Mengelus pinggangnya naik turun, mencoba meredakan sakit yang Anjani derita.
"Kalau sakit pinggangnya, harus di pijit pelan-pelan". Pijitan ibu Satrio benar-benar pelan dan enak. Pinggangnya tak begitu sakit lagi. Mungkin ini yang ia butuhkan sebuah perhatian dan perlakuan yang baik. "Kalau perutnya sakit Itu tandanya minta di elus sama di ajak ngobrol. Biar hubungan batin kalian makin erat". Kenapa ibu dan mertuanya kompak sekali jika memberi nasehat. Anjani terkejut ketika satu kakinya di naikkan ke atas pangkuan Mega. Kalau ada orang yang melihat pasti akan langsung salah paham.
"Loh, ibu ngapain?". Anjani merasa sungkan ketika telapak kakinya di pijit oleh Mega. "Jangan gini buk, Anjani jadi enggak enak".
"Jangan sungkan, orang hamil itu biasa kecapekan. Ibu dulu juga gitu, apa lagi hamil anak kembar. Bebannya dua, jadi capeknya doble. Kamu harus makan yang banyak biar kandunganmu sehat". Anjani mengamati wajah ibu mertuanya. Disana tak ada kepalsuan, Mega memperlakukannya dengan baik dan tulus. Ia memijit pelan-pelan dan penuh kehati-hatian pada telapak kaki Anjani.
"Ibu kenapa baik sama Jani? Apa karena Jani lagi hamil?".Mega hanya tersenyum serta menggeleng pelan. Bukan itu penyebab dia baik walau ia senang Anjani akan memberinya cucu.
"Ibu minta maaf ya, kalau selama ini ibu berperilaku tak baik dengan kamu!!".
"Jani udah maafin ibu kok!!".
Dulu Mega kecewa karena merasa suaminya tak adil pada Satrio. Menjodohkan puteranya dengan gadis yang tidak sepadan hanya karena sebuah janji pertemanan. Membuat Mega marah dan melampiaskan semua kekesalannya pada seorang Anjani.
Gadis muda nan polos yang tak tahu apa-apa. Apalagi ketika tahu kalau putranya berselingkuh dan dengan tega mencampakkan Anjani. Dia malah senang, padahal Mega juga seorang perempuan. Harusnya ia prihatin dengan Anjani tapi Mega malah menyalakannya karena tak bisa memberi Satrio keturunan. Tapi Mega lupa bahwa Tuhan tidaklah tidur, ia maha melihat segalanya. Mega mendapat balasan dari tangan Tuhan langsung. Putri sulungnya, Ayu di khianati suaminya dan besannya malah menyalahkan putrinya yang terlalu sibuk bekerja. Dia sadar kebenciannya yang tak beralasan mendapatkan balasan yang setimpal.
"Anjani, apa-apaan kamu?". Kirana yang melihat ibunya memijat kaki kakak iparnya langsung murka. "Kamu anggap mamah aku pembantu?".
"Kirana mamah yang mau sendiri memijat kaki kakak kamu!!".
"Ibu, jangan belain dia!!". Anjani hampir terjatuh saat kirana menyentaknya dengan kasar. Tubuhnya yang oleng di pegang erat oleh Mega. "Lama-lama dia nglunjakd!!".
"Kirana jaga sikap dan ucapan kamu. Ingat Anjani sedang hamil".
"Kenapa kalau dia hamil?". Intonasi suara Kirana kian naik. Ia tak bisa mengendalikan diri saat berhadapan dengan Anjani, musuh bebuyutannya. "Belum tentu yang di kandungnya itu anak mas Satrio".
"Cukup!! Kirana kamu keterlaluan. Ibu gak pernah mengajarkan kamu untuk berkata tak sopan".
"Ibu gak tahu siapa sebenarnya perempuan culas ini. Dia udah selingkuh dan balikan lagi sama mantan pacarnya". Mega memijit pelipisnya. Kata-kata Kirana yang penuh kebencian itu, Mega turut andil. Dia merasa sangat bersalah dengan Anjani. Seharusnya ia bisa mendidik Kirana dan mengarahkannya ke jalan yang benar. Sedang Anjani hanya diam layaknya penonton karena ketika dia mengeluarkan kata-kata sama saja dengan memperkeruh suasana.
"Kirana!! Apa yang kamu tuduhkan tidak benar!! Anjani bukan perempuan seperti itu!!".
"Bukan seperti itu? Ibu gak tahu gimana liciknya mantu yang ibu belain ini. Anak yang di perutnya bukan anak mas Satrio, dia udah selingkuh dan anak itu akan di jadikan alat buat ngeruk harta kita!!".
Plakk...
Kirana tersentak tatkala pipinya terasa panas. Ia mendapatkan sebuah tamparan dari sang ibu dan Anjani menutup mulutnya tak percaya. Sang ibu mertua lebih membelanya.
"Ibu nampar aku?".
"Harusnya, ibu melakukan ini dari dulu untuk memberi kamu pelajaran". Mata Kirana mulai merah tapi pandangannya menunduk tak berani menatap ibunya. "Ibu merasa gagal mendidik kamu!! Buat apa kamu sekolah tinggi sampai S2 ke luar negeri tapi cara bicara kamu tak mencerminkan kalau kamu seorang yang terpelajar". Anjani yang semula hanya diam kini mendekat ke arah ibu mertuanya yang kini tengah menahan emosi. Ia mengusap lembut bahu ibu Satrio memberikan sebuah ketenangan.
"Ibu akan nyesel karena udah belain uler ini". Kirana pergi tanpa pamit dahulu tapi saat ia melewati Anjani, dia berhenti. "Aku bener benci sama kamu, benci banget. Aku doain supaya anak kamu gak akan pernah lahir kr dunia ini".
"Kirana!!". Ibunya berteriak marah namun langkah Kirana semakin mantap menjauh. Ia tak memikirkan bahwa semua kata-kata yang ia ucap, suatu saat akan berbalik menimpa dirinya sendiri.
🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽
Kirana yang sedang kesal dan marah memencet bel apartemen kekasihnya dengan brutal. Kemana Richard berada, kenapa dia tak ada di saat Kirana membutuhkannya. Dengan kasar ia mencari ponsel yang ada di dalam tas tapi sebelum ponselnya ia temukan. Pintu apartemen Richard sudah terbuka menampilkan pemiliknya dengan gaya rambut acak-acakan khas bangun tidur.
" Kirana, kamu mencet belnya gak sabaran!!". Richard belum menuntaskan bicaranya tapi Kirana sudah memeluknya dengan erat sambil menumpahkan tangisannya.
"Hey, baby kamu kenapa?".
"Ibu nampar aku, dia belain Anjani!!". Richard balas memeluk Kirana dengan sangat mesra. Menumpukkan kepalanya pada kepala Kirana. Dia tahu Kirana selalu bermasalah dengan kakak iparnya, Anjani. Si gadis manis yang lebih menarik dari pada Kirana. Sayang, kenapa perempuan itu harus rujuk dengan Satrio dan kini mengandung pula. Anjani lebih baik dari Kirana yang manja dan egois. Pastinya Kirana tak akan di tampar kalau dia tak keterlaluan.
"Sudah, jangan nangis!!".
"Aku kesel sama ibu!! Aku gak mau pulang, aku nginep di sini aja!!". Richard menyeringai. Oh Kirana yang bodoh, tiap emosi dan kemauannya tak tercapai. Ia akan langsung menemui Richard yang membuatnya nyaman, dimanja dengan cinta. Padahal Richard mau bertunangan dengan Kirana karena keluarga Permadi yang kaya raya. Sebagai bonusnya dia bisa menikmati tubuh Kirana secara cuma-cuma tanpa perlu membayar wanita malam lagi atau memakai kondom.
🐢🐢🐢🐢🐢🐢🐢🐢🐢🐢🐢🐢🐢
Ayu menghapus jejak air mata yang membasahi pipinya. Ia sudah tak tahan dengan kelakuan Tristan Galih. Suaminya itu membawa selingkuhannya ke rumah dan dua anak perempuannya melihat suaminya menggandeng perempuan lain.
Ayu yang biasanya hanya diam saja merasa geram. Kesabarannya mencapai batas maksimal. Ia mengamuk melampiaskan apa yang di pendamnya selama setahun ini. Namun Ayu lupa ada dua pasang mata anak kecil yang melihat secara langsung orang tuanya bertengkar dan saling memaki.
Mereka, Dinda dan Amanda menangis histeris dan menutup pintu kamar. Disinilah kini Ayu, bersender pada pintu kayu dan berusaha mengetuk berulang-ulang tapi nihil. Hanya kebisuan yang menjawab bujukannya.
"Manda, Dinda.... Buka pintunya!!!Maafin mamah,, kalian udah tahu kan semuanya. Mamah mohon buka pintu!!". Permohonan Ayu tak ada yang menyahut. Perasaannya sebagai ibu jadi tak enak. Ia merasa tak tenang, ada sesuatu yang terjadi dengan si kembar. Dengan langkah tergesa-gesa, Ayu mengambil kunci cadangan yang ada di kamarnya.
Hatinya semakin gelisah, membuat Ayu sulit membuka pintu kamar anaknya. Baru saat mencoba kunci ke empat, pintu kamar mau terbuka.
Dia terpaku di depan pintu karena tak menemukan dua putrinya dimana pun. Mereka menghilang. Ketika akan menyibak tempat tidur. Ayu menemukan sebuah kertas.
Mamah, papah. Kami pergi!! Dari pada kami terus-menerus melihat kalian berantem lebih baik kami tak ada saja.
Hati Ayu langsung hancur berkeping-keping tatkala melihat tulisan anaknya. Kenapa di saat dia butuh semangat dan bertahan, keduanya malah memilih pergi dari rumah. Demi tuhan mereka baru berusia 6 tahun. Kemana mereka akan pergi?
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top