(15)


Anjani sudah sehat seperti sedia kala. Ia ke cafe Yama setelah mengecek keadaan restoran Lataye. Selain ingin berbincang-bincang, Anjani juga ingin mencicipi spons cake yang sahabatnya itu buat.

"Hmm, tangan kamu ajaib. Semua kue yang kamu buat enak". Puji Anjani tulus sambil menepuk-nepuk punggung tangan milik Yama. Dulu tangan ini juga ajaib saat memegang stik drum. "Kamu udah gak main musik lagi?".

"Masih tapi hanya di rumah. Aku punya drum di rumah". Yama memang sekarang seorang chef pastry namun musik adalah passionnya, hingga sejauh apapun dia pergi. Musik tak akan bisa di pisahkan darinya.

"Masih suka menciptakan lagu?". Yama menggeleng.

"Itu sepertinya bukan pekerjaan mudah sekarang".

"Aku ingat hampir seluruh lagu band the bandits, kamu yang ciptain. Apa karena keadaan kamu tak seperti dulu. Dulu kan kamu dikelilingi para gadis, mereka berteriak jika kamu sedang memukul stik drum sampai berkeringat". Anjani tertawa, mengingat ada yang rela menyeka keringat Yama. Malah sampai rebutan dan berakhir dengan insiden saling menjambak serta adu mulut. "Apa kamu menciptakan lagu dulu karena mendapat banyak inspirasi dari para gadis itu? ".

Yama diam tapi senyumnya tak pernah luntur. Ia suka melihat Anjani mengoceh, selain menemani kesepiannya. Kata-kata Anjani begitu membangkitkan semangat.

"Bukan, aku menciptakan lagu dulu karena mencintai seorang gadis".

"Benarkah? Iya sih kadang orang yang sedang jatuh cinta mudah membuat lagu tentang cinta tapi dulu lagu ciptaanmu lebih banyak bertemakan patah hati dan cinta bertepuk sebelah tangan!". Yang dikatakan Anjani benar, lagu the bandits rata-rata melow, karena mungkin itu yang para gadis minati. Tapi tanpa Anjani tahu, Yama patah hati dengan orang di sebelahnya ini. Ia menulis lagu bertemakan cinta bertepuk sebelah tangan karena Anjani hanya menganggapnya sebagai teman.

"Kamu tak mau tahu siapa gadis yang aku cintai?". Anjani memainkan sendok kecil di atas krim. Ia ingin tahu, sangat ingin.

"Siapa? Setahu aku kamu di kelilingi para gadis dulu. Dari mereka semua, kira-kira mana yang kamu cintai? Walau kamu sebut namanya pun aku tak akan tahu". Ucap Anjani sambil menyendok krim lalu ia cecap dengan lidahnya, terasa manis.

"Kamu saja yang kurang peka hingga tak tahu, katanya kamu sahabatku". Jawab Yama telak. Anjani langsung memajukan bibirnya beberapa centi. Ia mencebik kesal, merasa tersindir. Yama tahu Anjani namun Anjani tak banyak tentang Yama.
"Jangan cemberut seperti itu, cantikmu akan hilang". Dengan gemas Yama menjapit hidung Anjani yang mancung dengan jari telunjuk dan manisnya.

"Aku mulanya gak berminat tahu siapa dulu gadis yang kamu cinta tapi aku jadi penasaran. Siapa perempuan yang merubahmu jadi mahluk menyebalkan seperti sekarang ini!!".

Yama menarik kursi untuk duduk di depan Anjani. "Mau aku ceritakan kisah cintaku itu?".

"Mau, apa gadis itu begitu cantik hingga membuatmu jatuh cinta?".

"Aku akan bercerita namun kamu tak boleh memotong".

"Iya... iya". Anjani memposisikan diri untuk duduk lebih santai sedang Yama menarik nafasnya dalam-dalam seperti membuat sebuah pengakuan dosa.

"Ada waktu dimana aku mengalami hal terburuk, mengetahui kenyataan yang menghantam hatiku. Saat itu aku bertemu dengannya". Kini raut muka keduanya terlihat serius. "Dia satu-satu perempuan bodoh. Kenapa bodoh? Bicara dengan orang asing di halte sepi dan sedang turun hujan. Kan bisa saja laki-laki di sampingnya berniat jahat. Lebih bodohnya lagi ia malah tak menjauh ketika aku mengusirnya pergi". Anjani tersenyum sambil menopang dagu. Mungkin memang ada beberapa orang gadis bodoh. "Entah apa aku menyebutnya, dewi penolong, dewi yang menuntunku ke jalan terang atau dewi cinta. Entahlah, mungkin semua sebutan itu pantas untuknya".

"Lanjutkan... lanjutkan!!". Ujarnya semangat sambil meminum tea milk favoritnya.

"Dia ada untukku di saat terbaik dan terburuk, saat semua tak percaya padaku, dia percaya padaku. Di saat aku di kelilingi sinar terang, dia ada. Tapi saat aku di liputi kegelapan dia ada untuk menerangiku". Kenapa Anjani mulai bosan dengan cerita Yama.

"Kamu dari tadi dia terus, lebih spesifik kalau cerita". Berkali-kali Yama melempar senyum. Ia ragu jika mengungkap semua, Yama takut Anjani akan menjauh.

"Kan aku udah bilang ketemu perempuan itu di halte".

"Banyak kali perempuan yang ketemu kamu di halte, aku ketemu kamu juga di halte". Anjani yang tak pernah peka kalau ia yang di ceritakan dalam kisah Yama adalah dirinya.

"Apa kamu tak pernah berpikir, mungkin kamu perempuan itu". Ekspresi Anjani jadi berubah. Ia bingung sekaligus terkejut tapi Yama berkata mungkin jadi belum tentu pasti. "Kita bertemu di halte di saat turun hujan, di saat aku tahu kalau aku bukan anak ayahku. Kamu masih ingat?".

Kerutan di dahi Anjani semakin tajam. Ia mengingat pertemuannya dengan Yama dulu. "Iya masih, aku dengan bodohnya bertahan dengan kamu yang mengusir aku pergi karena kamu tak mau ada yang melihatmu menangis". Ucap Anjani lirih karena menyadari sesuatu.

"Heem, pertama kali aku curhat dengan orang asing dan mulai saat itu kita berteman". Anjani tersenyum kaku. Pikirannya terbuka, yang di maksud dalam kisah Yama adalah dirinya. "Kamu ada di saat aku sedang terpuruk oh... tidak, lebih tepatnya kita ada satu sama lain. Mungkin saat itu cintaku mulai tumbuh, harapanku untuk kamu balas terlalu besar sehingga aku tak pernah mengatakan kalau aku mencintai kamu".

Anjani kian tertegun, tubuhnya kaku terduduk di kursi. Sendok kuenya sampai terjatuh ke pangkuan. "Maaf". Gumam Anjani lirih. Apa maafnya berlaku untuk masa kini, bukankah kisah cinta Yama sudah lalu.

"Kenapa minta maaf? Kamu tidak salah Anjani. Aku yang salah karena tidak mengungkapkan perasaanku padamu".

Senyum Anjani terbit perlahan-lahan. Iya kenapa perasaannya jadi bersalah, peristiwa itu sudah berlalu. Yama mungkin kini sedang mencintai perempuan lain.

"Namun melihat kamu yang terluka kemarin. Aku yang harusnya minta maaf karena kenyataannya cintaku padamu tak pernah hilang, aku mencintai kamu dulu dan kini". Otak Anjani mendadak konslet, ia tak paham apa yang di ungkapkan Yama. Yang ia sadari adalah satu tangannya sudah Yama genggam. "Tawaran hidup bahagia denganku bukan main-main, aku menjanjikannya untukmu".

Yama sudah siap jika ini reaksi Anjani. Perempuan ini masih mematung, mencerna lama apa yang di ungkakannya. Yama sadar setelah ini hubungan Anjani dengan dirinya akan berubah, tapi ia tak ingin jika wanita yang di cintanya ini menghindar atau lebih parah menghilang dari jangkauannya.

🐟🐟🐟🐟🐟🐟🐟🐟🐟🐟🐟🐟🐟🐟

Satrio yang sudah pulang sedang bersantai di depan rumah sambil membaca sebuah majalah otomotif. Terlalu sibuk mengamati mobil sport incarannya, Ia jadi tak menyadari kehadiran Anjani yang sudah pulang dan duduk di sampingnya.

Srutt

"Eh minum teh orang gak bilang-bilang". Melarangnya pun percuma, Anjani meneguk tehnya sampai habis tak bersisa.

"Jangan pelit-pelit, aku haus banget. Lagi dehidrasi!! ". Mau tak mau Satrio berteriak memanggil pelayannya untuk membuatkan minum lagi.

"Habis dari mana kamu jam segini baru pulang?".

"Ke suatu tempat!". Jawaban Anjani menggantung, ia malah kini menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Memegang dahinya sendiri yang tak panas.

Satrio ingin memarahi Anjani namun kedatangan pelayan yang membawakan minum dan kue mengurungkan niatnya. Tiba-tiba dia terjingkat kaget saat Anjani malah mengacak-acak rambutnya sembarangan dan berteriak kesal.

"Hah!!".

"Kamu kenapa, Ada yang sakit?". Anjani hanya terdiam lalu menatap Satrio dengan tatapan sayu.

"Kayaknya aku baru buat kesalahan deh, kesalahan besar".

"Apa? Kam nabrak orang atau jangan-jangan kamu bakar restoran". Anjani berdecak sebal, Satrio dengan semua prasangka buruknya.

"Mungkin lebih parah dari itu".

"Jangan bikin aku penasaran, kamu bikin masalah apa, Anjani?". Satrio kenal Anjani lama, perempuan ini suka membuat masalah yang tak terduga.

"Salah nggak sih kalau kita naksir orang yang udah punya suami?".

"Kamu nyindir aku?". Anjani memutar matanya dengan malas. Tak segalanya tentang Satrio.

"Kamu ke-geeran deh mas". Perkataan Anjani membuat penasaran saja. "Yama bilang dia naksir aku dari jaman kuliah sampai sekarang".

Seketika Satrio menyemburkan teh panas yang ia minum.
"Panas... panas... panas!!". Bukan mulutnya saja yang terbakar tapi hatinya juga.

"Mungkin nggak sih, naksir orang sampai selama itu?".

"Terus kamu jawab apa?". Tanyanya penasaran.

"Aku diem, lah aku harus jawab apa? Pinginnya aku jawab iya tapi pernikahan kita kan belum selesai". Maksudnya setelah mereka bercerai, Yama akan bersatu dengan Anjani, enak saja tentu tak bisa. Satrio tak akan rela anaknya punya bapak tiri seperti Yama, pemilik cafe kecil dengan penghasilan yang tak seberapa.

"Baguslah kamu nyadar diri, kepake juga otak kamu". Anjani menengok ke Satrio dengan tatapan sengit.

"Heem. Aku gak kayak kamu, gak punya otak makanya pacaran sama si wegom".

"Denger ya, Anastasia beda sama Yama. Lagian kamu tuh mesti hati-hati sama laki-laki muda kayak Yama". Sumpah, baru kali ini Anjani ingin sekali menyumpal mulut sampah Satrio dengan asbak. "Lihat diri kamu,". Anjani mengamati dirinya dari atas sampai bawah, tak ada yang salah.
"Badan kamu itu pendek, kaki kamu pendek, sekarang malah kamu gendutan. Perut kamu buncit, lagi hamil. Apa yang bisa menarik dari kamu? Gak ada. Laki-laki yang mau sama kamu pasti punya punya niat terselubung. Yah secara kita tahu Yama cuma punya cafe kecil sedang kamu sekarang punya Lataye". Harusnya Satrio itu menasehati dirinya sendiri, Anastasia mau dengannya karena punya niat terselubung.

Karena kesal dengan ucapan Satrio yang sudah kelewat merendahkannya. Anjani menyumpal mulut Satrio dengan kue donat yang ada di piring. Supaya suaminya itu berhenti menghinanya terus-terusan. "Kamu pikir, aku gendut gara-gara siapa? Hah!!". Anjani marah, siapa yang tak marah di katakan seperti itu. Ia semakin menjejali mulut Satrio dengan donat, biar saja dia tak bisa bernapas dan mati sekalian.

🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻

Ada yang baper sama Yama? Tenang pembacanya juga apalagi anjani. Aku ngetik part Yama susah.

Coba apa ada cowok yang sesempurna itu? Ya Allah kalau ada aku mau satu, buat adikku.

Pas ngetik senyum senyum sendiri sampai di kira gak waras sama suami.

Silahkan vote dan komentarnya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top