(14)
Satrio sedang makan bersama temannya, Yudha di salah satu restoran Jepang yang cukup enak di Jakarta. Selain untuk memperluas hubungan bisnisnya, ia juga sengaja mengajak Yudha makan untuk curhat karena Yudha adalah sahabatnya dari jaman kuliah di UK yang bisa Satrio percaya.
"Gimana istrimu yud, udah hamil anak ketiga belum?". Yudha yang sedang menikmati sashimi menghentikan sumpitannya pada daging ikan segar itu.
"Sembarang kalau bilang, dua anakku aja udah bikin aku pusing apalagi nambah satu!". Satrio memang kadang suka usil di balik sikap cueknya. Ia hanya berbasa-basi, mengingat memang dia anak Yudha yang kelewat dekat jarak usianya.
"Ya kali mau nambah lagi, biar pecah isi rumah kan seru tuh!!".
"Lalu kamu sendiri, udah resmi jadi duda. Harusnya kamu umur segini udah punya satu anak". Satrio cemberut, ia akan makan ikan tuna namun ia jadi tak berselera lagi.
"Kamu belum dengar kabar terbaru dari aku ya?". Yudha menajamkan telinga. Ia sanksi kabar yang di terima dari Satrio sebuah kabar penting. Paling dia mau nikahi selingkuhannya. "Aku gak jadi cerai, Anjani lagi hamil".
Ketika Yudha hendak menelan sisa watsabi, entah kenapa tiba-tiba ia terbatuk-batuk. Wasabi yang pedas itu menguar lewat tenggorokan, hidung dan mulut. Rasanya luar biasa sakit. "Air... air...". Dengan cepat Yudha menelan segelas teh hijau.
"Beneran kamu balikan sama Anjani setelah kamu talak dan milih Anastasia? ".
"Iya, Anjani mau balikan kan demi anak-anak". Mata Yudha yang lumayan lebar itu menyipit tajam. Ucapan Satrio santai mengandung sebuah makna.
"Anak-anak?".
"Anak aku kembar".
"Luar biasa. Aku salut sama Anjani, dia bisa balikan sama mahluk ngeselin kayak kamu, sat. Padahal rencanaku kalau kalian jadi cerai, Anjani mau aku jodohin sama adikku yang gak nikah-nikah itu. Kamu bajingan beruntung". Satrio tersenyum kaku.
Menjodohkan Anjani dengan Fahri, perjaka tua yang jeleknya gak ketulungan. Walau nanti Anjani bakal jadi janda, Satrio akan menyaring siapa yang cocok jadi bapak tiri anak-anaknya nanti. Memikirkan hal itu saja, ia tak rela. Akan ada laki-laki lain yang di sebut ayah oleh si kembar.
"Fahri, kamu jodohin aja sama sekretarisku. Dia baik, cerdas, kompeten dan yang jelas gak genit".
"Ogah, sat!! Sekretarismu yang namanya kayak bintang telenovela itu, kan?
Kelakuan juga pasti ngedrama banget". Yudha memang tak begitu mengenal Miranda namun sekali melihat pun tahu Fahri tak akan mau dengan perempuan bebedak tebal." Lagian ya Sat, kamu aja yang kelewatan. Anjani tuh manis, muda, pinter ngurus rumah. Coba aku nemu dia duluan udah aku langkahin kamu. Kamu beruntung dapat Anjani yang waktu nikah umurnya baru 22 tahun, kamu waktu itu aja umurnya udah 29. Hampir bangkotan kan? ".
"Bangkotan gundulmu, aku diincar banyak perempuan waktu itu. Kamu lupa?". Jawab Satrio dengan penuh percaya diri.
"Iya aku nggak lupa, punya kamu yang udah terkontaminasi sama perempuan semenjak kuliah dapatin Anjani yang masih segelen. Rasanya aku gak terima". Dia siapanya Anjani sih, bapak bukan, saudara bukan kenapa jadi gak terima. "Terus kamu selingkuhin dia cuma karena Anastasia kelewat cantik. Cantik menurut kamu nyatanya kalau di Rusia, dia gak laku jadi model".
Satrio tadi mau bercerita malah membicarakan hal yang tak berfaedah. Sampai bawa-bawa Anastasia lagi. "Masalahnya sekarang Anjani jadi lebih jutek sama aku".
"Yah kamu pantes dapetin itu . Kamu berharap Anjani jadi makin manis, namanya kamu gak tahu diri!!".
Jujur Satrio tak tahu apa yang di inginkan Anjani. Kadang marah tak jelas, kadang jadi pendiam, tapi yang jelas sikap Anjani pada Satrio kian tak bersahabat. Semenjak insiden Kirana minggat dari rumah, Anjani masih betah membisu. "Dia lebih sensitif pas hamil sama dia lebih jadi ngeselin!!".
"Anjani ribet pas hamil, kan? Intinya ya sat, orang hamil itu ngikutin mood, mood jelek kita kenak semprot, mood baik kita di sayang-sayang tapi sebagai laki-laki waktu istri lagi hamil ngalah aja. Apa-apa di turutin walau kadang orang hamil mintanya di luar nalar". Satrio mencerna semua yang Yudha sampaikan. "Terus jangan bikin istrimu stress, bikin seneng atinya".
"Anjani gak minta macam-macam, dia cuek malah aku yang kadang ngidam". Yudha meletakkan telapak tangannya di meja. Ia menegakkan punggung.
"Kamu pernah dengar, cewek bilang nggak berarti iya, bilang iya berarti harus. Kalau ibu hamil cuek berarti kamunya yang gak peka. Dasarnya orang lagi hamil pingin di manja, di kasih kejutan kecil. Coba deh Anjani kamu bawa pergi liburan atau ke tempat yang dia suka". Satrio jadi berpikir keras. Hidup dengan Anjani selama 3 tahun, Satrio buta tentang istrinya bahkan makanan kesukaan Anjani saja dia tak tahu.
"Gituh ya?".
"Ya jelas dong makanya kalau aku nambah anak lagi, akunya mikir-mikir. Istriku kalau hamil biaya jajannya mahal. Tapi ada untungnya juga sih pas hamil". Satrio yang mendengar ucapan Yudha dengan seksama. Mengapa mendadak ilfeel melihat senyum simpul sahabatnya yang mengandung makna terselubung. "Kalau cewek lagi hamil, itunya uh jadi gede".
Satrio mulai nyengir jijik saat Yudha menggerakkan tangannya di depan dada, memutar-mutar seperti gerakan meremas. "Pikiran loe Yudha, mesum!!".
"Eh beneran, loe coba deh bercinta gaya nungging sama bini loe, uh plok-ploknya mantep. Adek loe bakal kejepit rapet". Emang tank pakai njepit segala. Satrio merasa curhat dengan orang yang salah nih. Dahinya mengernyit sampai berlapis-lapis. "Loe belum coba kan?".
"Kata dokter kan gak boleh gituan sering-sering katanya bahaya buat bayinya". Alasan yang logis padahal Satrio memang tak berniat menyentuh Anjani.
"Anjani hamil berapa bulan sih?".
"Empat lebih".
"Udah aman kali loe mau masukin dia. Percaya deh sama gue. Orang hamil nikmat banget. Perempuan yang lagi hamil itu tambah seksi berkali-kali lipat. Hormon kehamilan kadang juga dukung bapak-bapak. Ibu hamil nafsunya naik, aku aja kewalahan dulu ngadepin istriku".
"Iya ya?". Jawab Satrio pura-pura tak tahu. Ia tak begitu merespon anjuran Yudha. Gila saja kalau sampai ia menyentuh Anjani, bisa di tendang sampai ke halaman rumah.
"Jangan kecut gituh mukanya, belum di kasih jatah berapa bulan?". Satrio yang malas membahas itu hanya menggerakkan sumpit nya pelan-pelan, menekan-nekan udang di atas piring. Dalam hatu dia menghitung sudah lama sekali ia tidak berhubungan badan, dengan Anastasia saja jarang. Karena perempuan itu terlalu sibuk. Lagi pula semenjak balikan dengan Anjani, saat menyentuh Anastasia terasa salah.
"Apa itu pertanyaan penting?". Tawa Yudha langsung menggema di dalam ruangan minim yang berisi katsu itu.
"Satrio... satrio kelihatan banget kamu udah lama gak di jatah". Sialan, Satrio kesal Yudha ini kalau bukan temannya sudah di pastikan ia akan menarik lidahnya dengan sumpit. Salah Satrio sendiri curhat dengan bapak-bapak yang mengalami puber kedua.
🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉
Satrio menggerutu karena makan siangnya dengan Yudha dihabiskan dengan omongannya yang tak bermanfaat sama sekali. Malah Satrio kini sedikit terkontaminasi dengan pikiran mesum sahabatnya itu.
Satrio pulang ke rumah dengan wajah lelah dan langkah gontai. Kenapa ia jadi mengingat dulu, merindukan saat Anjani menyambutnya pulang kerja dengan sebuah senyuman.
Menyambut tangannya untuk di kecup, segera mengambil tas laptopnya serta tak lupa melepas sepatu Satrio lalu di taruh di rak sepatu. Bayangan itu mencekiknya pelan-pelan. Hatinya terjerat rasa ngilu tak kasat mata. Ia begitu tergantung dengan Anjani selama ini.
"Tuan mau makan apa biar saya siapin". Yang ada hanya suara pelayan rumah yang menyambutnya. Satrio mengendurkan ikatan dasi dan melepas sepatunya sendiri.
"Nggak usah, Anjani mana mbok?".
"Lagi mandi tuan".
"Ya sudah saya masuk ke kamar dulu".
Ketika masuk kamarnya, Satrio meneguk ludahnya kasar. Ia melihat Anjani sedang mengenakan daster tanpa lengan. Posisi Anjani begitu menguntungkan Satrio. Dari belakang tercetak jelas lekuk tubuh Anjani yang lebih padat dari sebelumnya. Apalagi kini istrinya hanya mengenakan bra dan celana dalam. Satrio diam kaku di depan pintu, tak menyadari kalau Anjani sudah berbalik.
"Apa?". Sapanya ketus. Bukannya berteriak atau memakinya, Anjani malah menatapnya galak.
"Aku... minta... di bikinin minum". Kenapa tiba-tiba tenggorokan Satrio jadi kering.
"Emang kamu siapa? Minta aja sama bibik". Jawabnya ketus lalu melenggang pergi begitu saja. Sedang Satrio masih mematung, sejak kapan Anjani jadi berani menolak perintahnya. Lalu Satrio merasakan tubuh bagian bawahnya menggembung sakit. Sialan, kenapa ia bisa bernafsu melihat Anjani setengah telanjang? Satrio segera masuk ke kamar mandi, ia butuh air dingin dan sabun.
🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳
Seperti malam-malam biasanya, Satrio memangku laptop, mengerjakan laporan kantor dan Anjani yang ada di sampingnya melihat video lucu di Youtube.
Padahal Anjani sudah biasa melakukannya, entah kenapa hari ini Satrio merasa terganggu. Bukan dengan suara tawa Anjani yang fales tapi belahan dadanya yang tercetak jelas karena daster yang Anjani kenakan berpotongan dada rendah.
"Anjani, kamu bisa diem gak sih! Ketawa kamu ganggu aku yang lagi kerja".
"Kenapa? Lagian kamu tuh aneh kerja jangan di kamar. Di ruang kerja sana!!". Usir Anjani kasar.
"Kalau di sana kalau ketiduran nanti bangunan badanku sakit". Yah biarlah kali ini Anjani mengalah. Lagian Satrio kerja juga untuk memberinya harta yang lebih banyak. Walau agak kesal, Anjani mematikan saluran YouTube. Ia memilih bermain game. Tapi game bukan membuat matanya terjaga, malah Anjani semakin ngantuk. Selama hamil ini, ia juga lebih suka tidur lebih awal dan tidur siang lebih lama.
Satrio yang baru mengetik laporannya separuh tiba-tiba merasakan keheningan. Tak ada suara Anjani lagi. Sedang mengerjakan apa perempuan itu? Satrio menoleh untuk mencari tahu, ia menemukan Anjani dengan mata terpejam menggenggam ponsel. Diambilnya ponsel itu lalu Satrio mengambilkan sebuah guling pembatas agar Anjani tak jatuh.
Satrio mengamati tidur damai istrinya tapi kenapa matanya selalu jatuh pada lengan Anjani yang putih, serta dadanya yang besar, minta untuk di remas. Otaknya sudah terkontaminasi dengan ucapan Yudha. Satrio kini ikutan jadi mesum, tangannya bergerak sendiri mendekati payudara Anjani.
"Eh kamu kok nakal". Dia sudah gila, Satrio memukul tangannya sendiri yang mulai bergerilya nakal.
'Pegang sedikit gak akan kenapa-kenapa kan? Dia gak akan bangun'. Sisi setannya yang berbicara
'Jangan nanti dia bangun, walau Anjani masih istrimu tapi tetap saja menyentuh asetnya tanpa ijin merupakan kejahatan' sisi malaikatnya yang bicara.
Tapi namanya juga laki-laki, otaknya dipenuhi setan semua jadi tangan Satrio yang tadi berhenti kini menggerayang kembali. Benar kata Yudha, payudara ibu hamil itu besar dan kencang. Satrio yang niatnya hanya mengelus kini meremas-remas dari belakang. Tak cuma itu saja, ia mulai menurunkan tali daster yang Anjani pakai. Mengecupi tengkuk, bahu hingga ke lengan beruntunglah si pemilik tubuh tak terbangun.
Satrio yang merasa tak ada pergerakan dari Anjani melanjutkan aksinya. Ia menarik daster Anjani sampai di atas paha, mengelus paha Anjani yang mulus namun sepertinya dia bertindak terlalu kelewatan hingga sang pemilik tubuh terbangun.
"Ehmmm". Anjani tak sepenuhnya bangun, dia hanya melenguh keenakkan dan berpindah posisi namun Satrio sudah ketakutan setengah mati. Ia langsung loncat turun dari kasur, bergegas ke kamar mandi. Membasuh wajahnya dengan air dingin.
"Aku sudah gila!!". Ia bergumam sambil melihat wajah kacaunya di dalam cermin.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Sebelum ada yang komen begini ' kenapa gak cinta mau nyentuh Anjani?'.
Satrio itu laki-laki, nafsu duluan cinta belakangan.
Silahkan komen buat menghujat Satrio di part ini.
Jujur aku kalau update Anjani balesnya lama. Habis yang komen ngeri-ngeri... aku jadi gak enak sama Satrio.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top