Dansa || Eren Jaeger
Eren X Reader
.
.
.
Sebulan yang lalu, aku telah bertunangan dengan seorang pria. Awalnya, karena orang tua kami saling kenal dan kebetulan salah satu anak dari teman ayahku itu belum punya pasangan. Jadi kami di pertemukan dalam acara makan malam di rumahku. Karena kupikir ini adalah keputusan yang baik, jadi aku menerimanya saja.
Tidak di sangka, orang itu ternyata baik sekali. Perhatian dan sangat menyayangiku. Ia berprofesi sebagai dokter bedah—sama seperti ayahnya. Ia memiliki rambut berwarna coklat agak tua turunan ibunya. Matanya berwarna hijau dan ia sangat tinggi menurutku. Atau akunya yang terlalu pendek ya?
Sedangkan aku sendiri berprofesi sebagai pianist di gereja-gereja atau acara penting lainnya yang membutuhkan seorang pianist handal sepertiku. Sekarang saja aku baru selesai memainkan beberapa lagu untuk pernikahan di gedung mewah. Permainan pianoku sangat lancar. Di minta lagu apapun, asalkan aku mendengarkannya sekali, aku pasti bisa memainkannya.
Drtt drtt
Hpku bergetar menandakan ada beberapa pesan yang masuk setelah ku nyalakan kembali datanya. Aku mengecek hpku sebentar di tempat dudukku. Ternyata ada pesan dari tunanganku, Eren Jaeger.
|Eren Jaeger
Apa kamu sudah makan?
Apa kamu masih bekerja? Kalau iya, apa mau aku jemput?
(L/n)(y/n)|
Aku akan makan sebentar lagi
Iya, aku baru saja selesai. Hm iya, tolong jemput aku di gedung kolosal jalan Shigansina.
|Eren Jaeger
Jangan lupa makan. Kamu kan suka lupa makan sampai sakit maag
Ok. Tunggu aku ya
(L/n)(y/n)|
Okdeh
Setelah pesan terakhir dariku terkirim, aku langsung mendapat bayaranku pada acara ini. Segera aku membereskan barang bawaanku dan menunggu Eren di lobby gedung ini. Melihat kedua pasangan muda yang ada di atas tadi, membuatku seakan berangan tentang pernikahanku dengan Eren nantinya.
Hahaha, apasih yang aku pikirkan ini? Imajinasiku sangat ketinggian sekali. Mungkin pernikahanku dengan Eren masih lama.
Tak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam mengkilap lewat di depanku. Aku memasuki mobil itu yang jelas-jelas merupakan mobilnya Eren. Setelah aku menutup kembali pintu mobilnya, Eren memberikan sebuah kresek putih kepadaku. Belum sempat aku bertanya, Eren sudah menjalankan mobilnya.
Aku membuka bungkus itu perlahan. Sebuah kotak bekal berwarna putih susu yang agak berat ternyata. Aku membuka kotak bekal itu. Di dalamnya ada cheese hamburger kesukaan Eren. Aku tersenyum menatap bekal itu. Sifat Eren begitu manis ,pikiku.
"Apa kamu menyukainya?" Eren berkata sambil memelankan mobilnya karena ada lampu merah di ujung jalan. Lalu Eren melihatku, aku kembali menatapnya. "I-iya, terimakasih Eren."
Selama lampu merah berlangsung, aku memakan cheese hamburger itu dengan lahapnya karena rasanya yang enak dan juga aku yang sedang kelaparan. "(y/n),"
"Ya, Eren?" Lampu merah berganti menjadi lampu hijau. Erenpun menjalankan mobilnya menuju rumahku. "Temanku sebentar lagi akan menikah. Kamu mau kan menemaniku datang ke pernikahannya?" Aku berhenti mengunyah. Memikirkannya sudah membuat hatiku berdebar-debar.
"Tentu saja Eren. Kapan waktu itu di laksanakan?" Eren menjawab katanya besok jam tujuh malam. Tak lama setelahnya, cheese hamburger itu habis di lahap olehku. Tepat cheese hamburger itu habis, Eren memarkirkan mobilnya di depan rumahku. Eren menatapku dalam membuat jantungku memompa darahnya semakin cepat.
Ia mengangkat tangannya ke daerah mulutku dan sedikit mencondongkan tubuhnya mendekat. Aku membatu. Rasanya tubuhku tidak bisa di gerakkan sama sekali. Pipiku memanas.
Tangan Eren mengusap dekat bibirku. Ternyata disana tertinggal sisa saus dari cheese hamburger tadi. Aku tertawa garing. Eren menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sudah sana, ibumu sudah menunggumu di rumah."
"A-i-iya. Aku pergi dulu, terimakasih Eren." Aku membuka seatbeltku dan membuka pintu mobilnya. Sebelum aku keluar dari mobil Eren, ia mencegatku terlebih dahulu. "Tunggu," aku kembali duduk untuk mendengarkan kelanjutannya. Namun ini di luar ekspetasiku, ia mencium pipiku sekilas. "Sudah,"
Pipiku memerah karena perlakuan Eren sungguh manis. Aku keluar dari mobilnya lalu menutup pintunya. Setelah itu, aku memasuki rumahku. Ada ibuku yang sedang menonton film sambil menunggu kepulanganku. "Ibu, aku pulang."
"Selamat datang, (y/n). Apa kamu sudah makan?"
"Iya, sudah tadi di berikan cheese hamburger sama Eren. Oh ya, besok malam jam tujuh aku akan keluar untuk menemani Eren ke pernikahan temannya. Boleh kan?"
"Tentu saja boleh." Aku permisi ke ibuku—mau ke kamarku dulu. Lalu aku pergi mandi, sikat gigi dan di akhiri dengan menulis buku diaryku. Yang isinya hanya kejadian demi kejadianku bersama Eren. Awal pertemuan kami karena acara makan malam bersama sampai sekarang ini.
Huh, mengingat masa laluku membuat pipiku kembali bersemu
Mengingat kejadian 'kecupan' tadi saja sudah membuat hatimku tidak karuan. Jam dinding di kamarmu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh menit. Akupun memutuskan untuk tidur saja. Mengucapkan selamat malam ke ibuku lalu mematikan lampu kamar.
Tidak lama setelah aku membaringkan tubuhku di tempat tidur, kesadaranku perlahan menghilang dan mulai memasuki alam mimpi. Aku berharap aku bisa memimpikan Eren. Dia satu-satunya pria yang menurutku sangat baik setelah ayahku. Berbicara tentang ayahku, ia sedang ada di luar kota karena urusan bisnis.
Udara dingin mulai menyergap kamarku, bersamaan dengan kegelapan malam yang menghinggapinya. Jam demi jam berlalu dengan cepat. Matahari yang sebelumnya tenggelam, sekarang mulai naik lagi. Naik dan terus naik. Akhirnya pagi pun datang dan akupun segera bersiap menjadi pianist lagi di salah satu acara di dekat rumahku.
Bermain piano yang merupakan hobi yang menjadi profesi. Tuts-tuts yang aku tekan menjadi nada-nada yang indah. Dimana semua orang menikmati suara yang acara yang ada. Hari ini aku memiliki dua acara penting sebagai pianist dan kosong pada malam harinya—sesuai perkataanku sebelumnya.
Karena keahlianku inilah, banyak orang yang mengenalku dan menggunakan jasaku. Dari dalam kota sampai ke luar kota, namaku sungguh terkenal jika mengingat pianist terhebat. Sewaktu sekolah dulu, aku juga sering mendapat banyak penghargaan dari lomba yang aku ikuti.
Malam menjadi pagi dan pagi menjadi siang lalu ke sore kemudian malampun terulang lagi. Setelah aku menyelesaikan tugasku menjadi pianist pada hari ini, aku pulang ke rumah untuk bersiap-siap jam tujuh nanti. Aku di bantu oleh ibuku memilihkan dress yang tepat untuk acara nanti. Sebuah dress yang terlihat sederhana namun berkelas.
Selagi menunggu kedatangan Eren, aku berjalan ke arah balkon yang letaknya berada di dalam kamarku. Sesekali angin malam menyapaku. Merinding, tapi itulah sensasinya. Untuk sejenak itu, pikiranku terasa kosong, menatap keindahan malam di kota ini. Bintang-bintang tak lepas dari langit yang gelap.
Pemandangan yang indah ,pikirku. Baru aku ingin kembali ke ruang tamu, aku sudah di kejutkan dengan kedatangannya. "DOR!" Aku terlonjak dari tempatku duduk. "Whoah! Eren!! Kamu mengagetkanku." Jantungku seperti mau berhenti berdetak saja. Mengagetkan sekali.
Eren tertawa dengan puasnya. Karena kesal akan tawa meledeknya, langsung saja aku mencubit perutnya. Tidak terlalu kencang sih, tapi cukup untuk membuat Eren berhenti tertawa dan... sedikit rasa sakit, mungkin. "Aww, aww. Iya-iya, maafkan aku." Aku melepaskan cubitanku dan beranjak menuju ruang tamu. Sebenarnya aku masih merasa kesal dengan tingkahnya mengagetkanku.
Aku memasuki mobil Eren yang sudah terparkir tepat di depan rumahku. "Huh, Eren menyebalkan sekali!" Lewat beberapa detik kemudian, Eren sudah memasuki mobilnya lalu menjalankannya. Sembari ia menyetir, ia selalu meminta maaf padaku. "(y/n), maaf ya. Tadi aku hanya bercanda kok."
Aku masih mengacuhkannya. "(y/n), maafin aku ya. Jangan cemberut terus dong, mukamu jadi seperti Levi Ackerman tuh,"
Hah? Apa lagi sekarang? Levi Ackerman? Siapa?
Lalu setelah kalimat terakhir Eren, keadaan di dalam mobil menjadi sangat hening. Setelah melewati lampu merah, kami berhenti di salah satu gedung disana. Yang kutahu kalau tidak salah nama gedung itu adalah gedung Armord deh. Eren mematikan mesin mobil itu lalu kembali melihat ke arahku.
"Kamu masih marah ya? Maafin aku ya. Yuk kita keluar, tuh kita udah sampai di tujuan kita." Aku meliriknya sekilas, ternyata ia sedang tersenyum dengan manisnya. Senyumnya itu selalu saja meluluhkan hatiku ini. Aku menutup mataku sebentar lalu menatapnya lagi. "Iya-iya aku maafin." Aku membuka pintu mobil itu lalu menutupnya lagi.
Eren juga melakukan hal yang sama sepertiku. Ia menautkan tangan kami. Berjalan menuju lobby gedung itu lalu ke liftnya. Berhenti di lantai empat. Tepat liftnya terbuka, sudah ada pesta meriah disana. Makanan dan minuman, lampu yang bersinar terang, meja-meja dan kursi, pokoknya sangat lengkap untuk pesta pernikahan.
Eren membawaku ke salah satu meja disana. Dan tulisannya memang untuk Eren Jaeger. Bayangkan, satu meja bundar yang cukup besar hanya untuk satu pasangan. Ada berapa banyak disana? Tempat pernikahan ini juga sangat luas sekali. Pasangan yang merayakan pesta pernikahan inipun akhirnya datang.
Mereka berdansa di lantai dansa. Dua-duanya memiliki rambut pirang. Perempuannya lebih pendek darimu, tapi tetap sangat menawan. Sedangkan laki-lakinya bertubuh besar dan begitu tegap. Kombinasi yang manis untuk sepasang pasangan baru. Banyak pasangan lain yang ikut turun ke lantai dansa.
Lagu yang dimainkan juga begitu romantis, mendukung suasananya. "(y/n), apa kamu mau ikut dansa itu? Aku perhatikan, kamu melihat kesana terus."
"A-aku? Tapi aku tidak bisa dansa,"
"Kamu ingin kan?" Aku menganggukkan kepalaku takut-takut. "Ayo, akan aku ajari." Eren menarik tanganku dan pergi menuju lantai dansa. Lampunya di matikan dan terdapat banyak lampu sorot yang biasanya ada pada pertunjukkan-pertunjukkan gitu.
Eren memegang tanganku lalu di taruhnya di bahunya. Ia mengambil lagi tangan satunya lalu di taruh di dadanya. Sedangkan dengan dirinya sendiri, ia menaruh tangannya di bahuku dan sebelahnya lagi di pinggangku. Aku gugup sekali untuk melakukan dansa ini.
"Dengarkan aku ya. Kamu maju kedepan selangkah," aku mengikutinya. Lalu Eren memberitahu cara selanjutnya. "Kanan selangkah, kiri dan belakang." Aku mengikutinya dengan hati-hati sehingga aku bisa melakukan dansa bersamanya. Jantungku berdegup dengan cepat.
Deg deg. Deg deg.
Lalu tiba-tiba saja ada suara dari atas. "Saatnya berganti pasangan." Eren dan aku saling melepaskan tangan. Kemudian tanganku sudah di tarik orang lain dan Eren sendiri menarik seorang perempuan lain. Ketika aku melihat orang yang menarik tanganku, aku sangat-sangat terkejut.
Orang yang sedang berdansa denganku tidak lain adalah kakak kelasku sendiri ketika aku di SMP dan SMA. Ia sangat terkenal akan suaranya yang serak—ngebass. Levi Ackerman. Sekarang aku ingat siapa itu Levi Ackerman. Dia adalah kakak kelasku dulu yang mempunyai sifat dingin, gabungan dari kutub Utara dan Selatan. Sudah lama kami tidak bertemu lagi semenjak ia pindah rumah ketika selesai akan sekolahnya.
"R-rivai-senpai?" Levi menempatkan tangannya di bahu dan pinggangku. Aku dengan sedikit takut dengan tatapannya pun menaruh tanganku di dada dan bahunya. Kami terus mengikuti irama lagunya. "Kamu tunangannya Eren ya?" Eh? Kok Rivai-senpai tau?
"Aku adalah pemilik rumah sakit tempat Eren bekerja. Ia sering bercerita tentangmu," Sekarang aku semakin gugup sekaligus tau. Levi-senpai ini seperti cenayang saja. "Apa Eren menyusahkanmu, senpai?" Levi-senpai menggelengkan kepalanya. Untunglah Eren berprilaku baik pada atasannya.
Lalu tiba-tiba saja lampunya kembali menyala lagi menandakan kalau dansanya sudah selesai. Levi-senpai melepaskan peganganya, begitu juga aku. Sebelum Levi-senpai benar-benar pergi, ia mengatakan sebuah kalimat yang sangat bermakna bagiku. "Aku akan menunggu di lantai dansa acara pernikahanmu."
Aku menatapnya tapi Levi-senpai sudah pergi dari sana. Sekarang aku linglung mencari keberadaan Eren. Dimana dia kira-kira? Kenapa bisa menghilang seperti ini?
Saking banyaknya orang yang berada di lantai dansa ini, aku sampai kesulitan untuk berjalan. Terlalu penuh untukku berjalan. Aku mulai khawatir tidak bisa menemukan Eren. Dimana Eren?
Greb
Tanganku di pegang oleh seseorang. Aku melihat orang itu dan ternyata itu adalaha Eren. Untung saja ia bisa menemukanku. "Eren! Kamu kemana aja? Aku mencarimu daritadi."
Eren tertawa kikuk."Tadi aku juga mencarimu lho. Ayo kita nikmati pesta ini." Eren menarik lenganku menuju meja yang kami dudukki sebelumnya. Kamipun menikmati makanan yang tersaji dengan tenang. Sunyi, senyap dan tidak bersuara. Selang hampir satu jam disana, para tamu mulai pamit untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
Sedangkan aku dan Eren menunggu lebih lama lagi sambil membicarakan hal yang acak. Dua jam kami lewati di pesta itu. Tempatnya sudah sepi, tidak sepi-sepi sekali sih, ya setengah populasi yang tadi ibaratnya. "Sudah jam sembilan, lebih baik kita pulang saja." Ucap Eren.
"Kita tidak izin pulang ke temanmu dulu, Ren?" Eren melihatku lalu tersenyum. Ia mengacak sedikit rambutku. "Iya maksudku kita izin dulu baru pulang. Aku tidak mau kamu sakit."
Eren menggandeng tanganku menuju pasangan baru itu. Kalau di lihat dari dekat, mereka tambah serasi saja. "Eren, terimkasih sudah mau datang. Apa itu tunangan yang suka kamu bicarakan?"
"Hahaha, iya. Namanya (L/n)(y/n)." Eren menatapku dalam. Entah bagaimana, pipiku menjadi panas akannya. "Yasudah aku pulang dulu ya. Selamat akan pernikahannya, Reiner, Christa." Pasangan baru mengikat janji suci itu tersenyum ke arah kami.
Aku dan Eren berjalan menuju mobil hitam miliknya.Setelah seatbeltnya di pasang, Eren langsung saja tancap gas. Keadaan di mobil tidak terlalu sunyi karena Eren memutar sebuah permainan piano lama. Di ciptakan oleh master Dietrich Buxtehude. Lagu itu bernama Passacaglia in D Minor.
Sudah lama sekali aku tidak mendengar lagi lagu ini. Lagu yang membuatku terjun menjadi pianist.
Lampu-lampu di jalanan sungguh indah. Pemandangan sekitarnya, rumah-rumah, apartemen dan kantor-kantor yang masih menyala. Suatu hal yang membuatku bahagia dalam sekejap—
--ketika salju pertama turun.
Aku menatap dari dalam mobil dengan ekspresi yang sangat bahagia. "Kamu mau turun atau mau ikut ke rumahku?" Hah?
Aku menatapnya kesal karena aksiku menatap salju pertama turun seketika buyar. Eren menunjuk rumahku menggunakan dagunya. Aku baru tersadar sekarang. "Iya-iya aku turun."
Ketika aku hendak masuk ke dalam rumahku, Eren mengikutiku dan menahanku di depan pintunya. "Tunggu dulu." Aku kembali berbalik, menatapnya bingung. Eren mendekatiku sampai berada di depanku. "(y/n), mungkin ini tidak seromantis pasangan-pasangan lainnya, maukah kamu menjadi istriku?" Eren mengeluarkan sebuah kotak yang dilapisi beludru berwarna merah darah.
Dibukanya kotak itu. Ada sebuah cincin emas di dalamnya yang sangat-sangat-sangat indah. Mataku menghangat melihat Eren melakukan ini semua untukku. "E-eren," aku tidak sanggup berkata-kata lagi. Tanpa kuminta, air mata yang terbendung di mataku, jatuh begitu saja. Eren mengusap air mataku yang keluar tanpa henti.
"Jangan nangis dong, nanti muka kamu jadi tidak cantik lagi." Ucapnya sambil tersenyum. "A-aku mau," Erenpun memasangkan cincin itu di jari manisku lalu memelukku. Aku bahagia sekali bisa memilikinya. Walaupun ia tidak sempurna, aku yang akan mengisi ketidaksempurnaan itu.
Semoga kalian suka sama cerita ini ya^.^
Authornya kebingungan cari ide yang pas soalnya. Jadi tanda permintaan maafnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top