Armin Arlert • cincin

Request : mitsuryvl

Semoga kamu suka ya :)

Memori kelam tentang kejadian itu tak sengaja ku ingat kembali. Lukanya, tangisannya, bahkan senyuman palsunya selalu terngiang di kepalaku.

Sedih rasanya masa itu aku tidak dapat membantu banyak.

Mataku terpejam sejenak. Menyembunyikan kornea mataku di dalam kelopak indahnya. yang lalu biarlah berlalu. Aku hanya dapat berharap keadaannya menjadi lebih baik lagi.

Ku tatap langit hitam polos malam ini. Tidak ada bintang, dewi malam pun tertutup awan. Betapa gelapnya hari ini.

Ting!

eh ada pesan. Dari Ibu ternyata. Oh iya, aku harus cepat pulang. Sudah hampir jam 11. Ya ampun, aku bisa lupa waktu begini. Ceroboh sekali.

Setelah ku masukkan ponselku ke dalam tas, kakiku langsung berlari kencang menuju rumahku. Beruntung jaraknya tidak terlalu jauh.

Di persimpangan jalan, aku tidak sengaja menabrak bahu seorang laki-laki. Terlalu terburu-buru sampai aku tidak berjaga kalau sampai ada orang yang datang dari arah berlawanan.

makin larut, aku semakin teledor. AAAA CEROBOH SEKALI!! Sangat memalukan.

"Eh, maaf. Anda tidak apa-apa?" Kepalaku sedikit terangkat agat dapat menatap wajahnya. Secara, tidak sopan bukan kalau kita tidak menatap lawan bicaranya?

"Aku baik-baik saja kok, (y/n)."

"Eh, maaf—ARMIN?!" Pipiku menghangat melihatnya dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan lebih dari kata baik itu sendiri.

Penampilannya sudah banyak berubah. Rambut kuning-keemasannya di potong pendek sampai menyerupai gaya undercut. Tubuhnya tegap dengan bahu yang kokoh secara mental maupun jasmaninya.

w-waw... Dia sudah berubah drastis. Dari Armin si imut nan kutu buku, sekarang ia sudah menjadi laki-laki yang siap membangun rumah tangga—eh rumah tangga? Sepertinya itu berlebihan sih.

"I.. Ini kamu?" Rasa tak percaya memenuhi otakku. Tanpa basa-basi lagi, aku langsung berdiri dan menjulurkan tanganku untuk menangkup wajah tampannya.

Aku menatapnya dari berbagai sisi. Kepalanya sedikit ku putar ke kanan dan ke kiri. "Ini beneran aku, (y/n)." Terkikik pelan. Ia memegang kedua tanganku yang masih menangkup wajahnya.

Hangat menjalar di sekitar area mukaku. Aku menarik kedua tanganku dari pipinya. "Ya habisnya, penampilanmu jauh berbeda dari yang sebelumnya sih."

"Meskipun penampilanku berbeda, hatiku tetap sama kok."

Deg!

"Kamu masih ingat di hari kita lulus kan?" Ia melangkah mendekatiku. Aku menunduk dalam. 'hari kelulusan? Yang itu?'

Tap!

Ia memegang sebelah tanganku. Tangan kecilnya sudah menjadi besar. "Tanganmu dingin sekali. Kenapa kamu tidak memakai jaket?"

Armin kembali melanjutkan, "mau ke kafe dulu? Sekalian menghangatkan tubuh." Aku ragu. Takut di marahi Ibuku habis-habisan. Bagaimana enaknya?

"Tenang saja kok, aku sudah bilang ke Ibumu. Makanya tadi beliau menghubungimu lewat chat untuk segera pulang. Sebenarnya aku sudah menunggumu dari setengah jam yang lalu." Aku mendongak kaget.

"M-maaf Armin. Aku tidak tahu kalau kamu datang. Habisnya, aku sekalian memakai wifi kantor juga. Maaf ya." Aku merutuki diriku yang suka dengan gratisan ini.

gara-gara aku tidak mau rugi, Armin malah jadi menungguku lama. Aku ini bagaimana sih. Teman macam apa aku ini. Hikds, kasihan dia.

"Jadi, tak apa 'kan kalau kita ke kafe sebentar?" Aku mengangguk senang.

Kami berjalan beriringan sambil ia terus-terusan memegangi tanganku. Tangannya begitu hangat. Membuatku malu sekaligus enggan untuk menggenggam balik.

Tidak ku sangka penampilannya dapat berubah sejauh ini. Kalau dulu, mungkin ia yang mengagumiku. Kalau sekarang, aku yang mengaguminya. dia keren sekali!

Di dalam kafe, Armin memilih tempat yang agak dalam. "Kamu tidak masalah 'kan kalau aku memilih di agak dalam begini?" Dengan gelengan kepalaku, akupun melepaskan genggamanku darinya dan mendudukkan tubuhku di salah satu kursi di meja itu.

Pelayan pun datang sambil membawa sebuah note kecil untuknya menulis pesanan kami. "Selamat datang di kafe Sina. Adakah yang ingin kalian pesan?"

"Dua coklat hangat ya dan satu sup cream rasa jamur." Pelayan itu mengangguk dengan senyumannya. "Baik, adakah yang ingin ditambahkan lagi?"

"Tidak ada."

"Dua coklat hangat dan satu sup cream rasa jamur ya. Baiklah, silahkan di tunggu ya. Terima kasih."

Aku menatapi kepergian pelayan itu. Tutur bahasa dan suaranya yang lembut membuatku terbuai akan kehadirannya.

Tap!

Tangan dinginku tiba-tiba saja menghangat. Aku menoleh dan mendapati Armin yang tengah memegangi tanganku. Melihat hal itu, aku seketika menjadi gugup.

"Ada apa?" Tanyaku pelan. Ia tersenyum manis. Di cubitnya pelan sebelah pipiku. "Kamu menggemaskan sekali." Aku terkesiap dengan tingkahnya yang tiba-tiba.

"A-apaan sih? Engga juga kok." Aku menggambil tanganku yang sempat ia tumpuk dengan tangannya.

Dengan lagu yang melantun indah serta berbagai wewangian manis yang menarik perhatianku, akupun jadi memperhatikan sekitarku.

Di kafe ini masih banyak pengunjungnya meskipun di jam yang sangat larut. "(y/n),"

"Hm, iya?" Kulihat, Armin tidak menunjukkan seutas senyum apapun. Aku bergidik melihatnya sedatar itu.

Ia mengadahkan tangannya seakan meminta sesuatu dariku. "Boleh kupinjam tanganmu sebentar? Tapi kamu tidak boleh membuka matamu."

"Boleh kok." Aku menutup mataku. Dengan indra penglihatanku yang tertutup, aku memusatkan perhatianku pada kulitku yang tersentuh lembut olehnya.

Kalau biasanya tangan laki-laki seumurannya itu banyak yang mempunyai kapalan, ia mulus seperti kulit bayi yang terjaga kehalusannya.

Aku merasakan sesuatu yang dingin di sekitar jari manisku. ini cincin? Bentuknya bulat begitu. AAAAA AKU DIKASIH CINCIN SAMA ARMIN!!

Tanpa ku sadari, telah aku tersenyum kecil. "Nah, sudah."

Begitu kubuka mataku, aku langsung melihat ke arah tanganku. Dan benar saja, sudah ada sebuah cincin indah disana. Ada ukiran kecil yang tertuliskan namaku.

Seperti di hujani kebahagiaan, aku menatapnya lekat-lekat. Tentu saja cincin ini akan menjadi salah satu barang berharga bagiku. Selain bentuknya yang indah, cincin ini juga diberikan oleh orang yang spesial bagiku.

"Ini bagus sekali Armin. Apa ini untukku?" Perhatianku teralih kepadanya. "Tentu saja. Selalu dipakai ya. Susah payah aku mengumpulkan uang untuk membelinya."

"Wahhh, terima kasih Armin. Tapi, kamu seharusnya tidak perlu seperti ini. Cincin ini, kamu memberikannya percuma?" Dungu sekali hambamu ini. Armin meringis sambil tertawa kecil.

"Tidak percuma dong." Tubuhku menegang mendengar perkataannya. "Hah? Eh kok kamu—

"Kalau kamu mau jadi pacarku, aku tidak akan memintamu untuk membayarnya."


— Omake —

"(y/n), cincin itu sebenarnya gratis untukmu."

"O-oh, lalu kenapa kamu berkata demikian?"

"Habisnya kamu masih bertanya itu percuma atau tidaknya. Jadi, aku sekalian bercanda saja."

"Jadi itu sebenarnya...

"Iyap, aku berikan percuma untukmu. Masalah aku diterima atau tidaknya, itu masalah nanti."

Menggemaskan sekali!

1000 words.
13-09-2021.

Armin, kamu imut sekali😭😭

Pengen aku karungin rasanya😭

Semoga feelnya dapet ya. Baru pertama kali ngebuat ff cowo se-soft Armin😭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top