[Sepatah Kata] - 5

Asosiasi lalu memanggil saksi berikutnya untuk pemeriksaan di markas. Hasan Sumarna, 50 tahun. Paman Elissa dari pihak ayahnya. Berdasarkan kesaksian Elissa dan Ceu Edoh sebelumnya, Ua Hasan juga merupakan korban dari santet di rumah Elissa.

"Apa Pak Hasan bisa menceritakan kejanggalan yang terjadi di rumah korban?" tanya Lenny di ruang interogasi.

Saat itu Abay menemani Lenny di dalam sana. Badannya gemetar dengan keberadaan Lenny. Proses interogasi berjalan selama dua jam lamanya. Kesaksian Ua Hasan hari itu cukup untuk menjadi bahan diskusi dalam rapat internal unit Reserse sore harinya.

Lenny tertegun di depan papan tulis ruang rapat unit Reserse. "Saudara Hasan mengatakan bahwa ada beberapa kejanggalan yang terjadi selama hampir setahun ini. Beliau menduga kejanggalan itu bukan bermula dari gangguan yang disebabkan lawan bisnis keluarga korban."

"Jika bukan serangan dari lawan bisnis, lalu itu perbuatan siapa?" timpal Andri.

Tiba-tiba saja ide tercetus di benak Abay. "Gimana kalo kasusnya berhubungan dengan masalah cinta?"

Semua cenayang di dalam ruang rapat unit Reserse melongo.

"Bay. Lo jangan samain realita sama film deh. Gini nih kalo kebanyakan nonton film cinta-cintaan mulu!" gerutu Saras.

"Eh, Ras. Logikanya gini. Gimana kalo keluarga korban gak sengaja nyinggung orang lain? Orang itu lalu balas dendam dengan guna-guna."

"Maksudnya 'cinta ditolak dukun bertindak'?" timpal Jaka. "Bay, biasanya kasus pelet gak mungkin merembet jadi teror ke satu keluarga."

Lenny tertegun sesaat. Dia menoleh ke arah papan tulis di sampingnya. Papan tulis itu penuh dengan informasi dari penyelidikan di TKP dan kesaksian para saksi.

"Rasanya dugaan Bayu ada benarnya. Saudara Hasan juga mengatakan kalau adiknya sempat mengalami perubahan perilaku secara drastis. Jika memang ada perubahan perilaku akibat momen traumatis, hal itu baru terlihat dalam jangka waktu lama. Besar kemungkinan ini memang pengaruh ilmu hitam."

Lenny menoleh pada para anak buahnya. "Jaka. Andri. Bimbing para junior. Kita akan menyelidiki ulang TKP besok."

Sabtu pagi di kawasan Merdeka. Unit Reserse Asosiasi memang bekerja seperti satuan reserse Kepolisian pada umumnya. Mereka harus tetap siaga menangani kasus meski di akhir pekan.

Para anggota unit Reserse berkumpul di garasi markas Asosiasi Sektor Kopo. Selama ini Abay belum pernah melihat mobil itu di antara deretan mobil dinas Asosiasi lain. Sekilas, mobil itu persis seperti mobil satuan antiterorisme. Sama-sama berwarna hitam dan berbentuk kotak. Bagian dalamnya memiliki perangkat canggih layaknya mobil pengintai dalam film. Kamera pengintai yang bisa mengawasi keadaan dari sekitar mobil. Sistem informasi terintegrasi dengan perangkat milik Asosiasi. Koneksi internet berjalan. Pemuda itu benar-benar tak bisa berkedip selagi Jaka memanaskan mobil di depannya.

"Ayo, Bay!" ajak Saras. Lagi. Pemuda naif itu melongo dengan bagian dalam mobil layaknya ruang komando berjalan.

"Baru ngeh geuning Asosiasi punya mobil kayak intel di film," ucap Abay selagi menutup pintu belakang. Bagian belakang mobil itu muat untuk empat orang gendut duduk sekaligus. Itu dengan badan sebesar pemain sumo apalagi Siti Ropeah.

https://youtu.be/F63jtpPAmiw

Abay lalu meraba-raba panel di depannya. Tangan mungil Malika langsung menyambarnya.

"Hush. Gak boleh gitu. Nanti kalo rusak gimana?"

"Jual ginjal?"

Delikan tajam Lenny memutus pembicaraan mereka. Wanita berambut putih sebahu itu memasang headphone di depannya. "Jangan main-main. Kita sedang bertugas."

Lenny memberikan isyarat pada Jaka untuk segera berangkat menuju kawasan Imam Bonjol. Sejak tadi wanita itu benar-benar serius di depan layar.

"Nyonya, ini mobil apa?" tanya Abay.

"Mobil komando berjalan. Biasanya mobil ini digunakan satuan tim elite divisi untuk mengatasi masalah-masalah kompleks seperti penyerangan skala besar. Namun, Divisi Pusat mengirimkan pula satu unit mobil ini beserta perangkat model terbaru pada kantor-kantor sektor di daerah Priangan. Itu karena ancaman anomali yang semakin meluas."

"Anomali?" sambung Malika. "Apa itu?"

"Singkatnya masalah keamanan serius yang melibatkan dua dunia belakangan ini. Apa kalian lupa alasan seleksi jalur khusus dipercepat? Itu karena Asosiasi Divisi Priangan benar-benar kekurangan personel bahkan untuk tingkat sektor."

Mobil lalu berhenti di depan rumah Elissa. Satu persatu para cenayang turun dari mobil, tapi tidak dengan Lenny.

"Nyonya," ucap Abay.

"Aku di sini saja. Kalian pasti butuh operator tambahan untuk mengantisipasi serangan dengan tingkat kekuatan skala 9. Malika, persiapkan alat komunikasinya."

Gadis berpipi tembam itu mengangguk. "Baik, Nyonya."

Keempat orang cenayang lalu menyelidiki kembali kondisi rumah Elissa. Langit di sekitar rumah itu masih gelap di mata Abay. Padahal cuaca hari itu cerah. Gonggongan anjing siberian husky lalu membuat Abay gelagapan di depan pagar.

"Ras!"

Saras mendelik ke arahnya sambil memasang alat komunikasi di telinga. "Bay, kita lagi tugas."

Badan Abay gemetar setengah mati seiring dengan gonggongan anjing yang semakin keras. Anehnya gonggongan itu tiba-tiba saja berubah di telinga Abay.

"Penyusup. Pergi! Penyusup. Pergi!"

Abay mengucek-ngucek matanya. Sejak kapan anjing bisa bicara bahasa manusia? Anjing itu terus menyalak dari balik pagar. Abay lalu menoleh ke arah pohon mahoni tua yang berdiri tegap di antara trotoar beralaskan paving block. Matanya membelalak tatkala mendapati pemuda berjaket biru dengan celana jeans belel berdiri di sana. Para cenayang sudah memasuki rumah Elissa. Namun, Abay justru berbalik arah.

Yanuar terpaku dengan keberadaan Abay di depannya. Sontak pemuda dari bangsa lelembut itu hendak melarikan diri.

"Woi! Kampret! Sini!"

Yanuar berlari dalam keadaan gemetar. Abay menggunakan sedikit tenaga dalamnya untuk mengejar Yanuar yang melesat jauh di depan. Ia berhasil menghadang Yanuar yang terpojok. Tak hanya karena Abay, tapi juga dari motor berkecepatan tinggi yang nyaris menabraknya.

"Ngapain lu diem ngajentul gitu aja di depan rumah Elissa. Mau jadi stalker apa gimana?"

"Tolong. Jangan ganggu aku lagi! Sungguh. Aku tidak pernah bermaksud untuk mengganggu manusia apalagi Elissa."

Trauma dari kejadian di rumah Elissa masih membekas di benak Yanuar. Pemuda lelembut itu kehabisan kata-kata di depan Abay.

Tunggu. Elissa? Saat itu kejadian dari masa lalu muncul di depan mata Abay.

Seorang gadis kecil dengan seragam putih merah berjalan memasuki rumah. Dia lalu memberi salam pada pria paruh baya yang duduk menonton TV di ruang keluarga.

"Eli sudah pulang?"

Tidak salah lagi, gadis kecil itu Elissa. Tampak jelas dari bordiran nama Elissa Rahmawati di seragamnya. "Abah, hari ini Enin masak apa?"

"Enin masak rolade bumbu kecap."

"Abah makan siang bareng sama Eli ya!"

Elissa memang dekat dengan kakeknya. Dia memang tinggal di rumah kakeknya semasa SD. Seingat Abay, orang tua Elissa lebih sering berada di luar kota untuk mengurusi bisnis warisan kakeknya. Itu sebabnya Elissa tinggal di sana. Gadis itu lalu berlari ke kamarnya yang berada di lantai dua. Namun, keadaan di lantai dua benar-benar membuat Abay tersentak.

Sebenarnya Elissa juga punya indra keenam seperti Saras. Dia lebih sering bicara sendiri selagi berada di rumah. Kedua orang tuanya cemas akan kondisi Elissa. Mereka mengira Elissa masih memiliki teman imajiner bahkan setelah besar. Orang pintar yang juga teman kakeknya berkata kalau selama ini Elissa terikat dengan makhluk halus. Makhluk halus itu selalu berada di sisi Elissa sejak kecil.

"Yanu. Tadi Eli makan rolade bumbu kecap buatan Enin lho. Rasanya enak banget. "

Elissa tersenyum pada sosok bocah lelaki di depannya.

"Kapan-kapan kita makan bareng rolade bumbu kecap buatan Enin ya. Nanti Eli bawain deh."

"Jangan melamun. Banyak makhluk halus kuat di sekitar sini yang bisa mengganggumu."

Ucapan Yanuar benar-benar mengembalikan Abay ke dunia nyata. Jadi, sebenarnya Yanuar memang benar-benar mengenal Elissa?

"Apa selama ini lu selalu ada di samping Eli sejak lama?"

Yanuar memalingkan wajah ke arah pohon mahoni di sampingnya. "Aku seharusnya tidak mendekati Elissa saat itu. Seharusnya aku terus menjauh bahkan setelah mata batinnya terkunci. Tetap saja aku ... Eli ...."

"Ending-nya persis banget kayak film yang biasa gue tonton," Abay menepuk bahu Yanuar. "Selama ini lu emang suka sama Eli, 'kan?"

Manifestasi paksa masih membuatnya gemetar. "Tanganmu ... bagaimana bisa?"

"Kalem aja. Gue bukan manusia. Kalo lu beneran sayang sama Eli, tolong jelasin. Apa yang lu liat dari rumah itu?"

Yanuar lalu bercerita soal kejanggalan dari rumah tetangga Elissa. Sejak awal, rumah dengan siberian husky itu memang mengeluarkan hawa yang aneh. Hawa itu tidak terasa bagi orang biasa bahkan pemilik indra keenam. Persis seperti keberadaan jin dalam botol yang berada di lemari rumah Elissa.  Namun, hal itu bisa memancing perasaan tidak nyaman bagi makhluk halus seperti Yanuar.

Mereka lalu pergi menuju rumah dengan anjing penjaga itu. Rumah bergaya minimalis itu sekilas tak ubahnya rumah mewah di kawasan Imam Bonjol. Penghuninya kemungkinan besar anjing atau pembantu rumah tangga.

"Ada hawa tidak enak yang muncul dari rumah ini. Hawa itu muncul bersamaan dengan insiden yang menimpa keluarga Elissa," ucap Yanuar. Pemuda berjaket biru itu lalu melompati pagar minimalis setinggi 1,5 meter di depannya.

"Woi! Tungguin!"

Tiba-tiba saja suara berdengung muncul dari alat komunikasi di telinga Abay. "Bayu, apa yang kau lakukan? Kita sedang bertugas!"

Mampus. Abay berada pada dilema. Yanuar sudah lebih dulu memasuki rumah di samping Elissa. Ada anjing yang bersiap menerkamnya di balik pagar. Begitu pula dengan "anjing galak" yang menyalak lewat sambungan alat komunikasi di telinga.

"Nyo-Nyo-Nyo-nya!" rengek Abay di depan pagar garasi.

"Dasar bodoh! Kau ingin gajimu dipotong?"

Bagaimana ini? Anjing atau potong gaji? Masa bodoh dengan potong gaji! Demi menyelamatkan temannya, lebih baik Abay digigit anjing! Pemuda itu lalu mendorong kuat pagar di depannya. Anjing siberian husky di dalam rumah nyaris menggigit Abay. Pemuda itu lalu mendelik ke arah anjing yang tiba-tiba mematung di dekat pagar. Wajahnya memelas seakan habis memakan Regal Canin campur cokelat.

"Apa kau tidak dengar perkataanku barusan?"

"Maaf, Nyonya," ucap Abay selagi mencari cara untuk masuk ke rumah tetangga. "Ini jauh lebih mendesak daripada potong gaji!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top