[Rumah Sakit Tua] - 1

Ada sebuah rumah sakit terbelengkalai di utara Kopo. Konon katanya rumah sakit itu peninggalan Holland yang sempat direnovasi. Anehnya, rumah sakit itu mendadak ditinggalkan begitu saja setelah renovasi. Setiap malam, suara aneh muncul dari sana. Lorongnya temaram dengan suara-suara berisik berdengung setiap malam. Mulanya tidak segaduh itu. Lambat laun hal itu menyebar bak embusan angin.

Bermula dari mulut ke mulut para tetangga yang tinggal di sekitar rumah sakit, hal itu menjadi fenomena viral di internet. Pagi itu, Saras berbicara soal rumah sakit viral yang ada di utara Kopo. Gadis bongsor itu memang tak pernah ketinggalan info soal hal-hal viral.

"Bay, lo berani ke sini gak?"

"Ogah!" sontak ia bersembunyi di belakang bangku Adnan.

"Kalem, Bay. Kalem. Malu diliatin anak-anak," ucap Adnan.

"Lagian napa sih si Saras demen banget nakutin anak orang! Gue kasih timbangan jarumnya 80 kg baru tau rasa lho!"

"Apa? Lo ngedoain gue biar timbangannya naik lagi!"

Kelemahan terbesar Saras: bicara soal berat badan. Berat badan selalu menjadi cara ampuh bagi Abay agar Saras diam. Gadis bongsor itu sering mengeluh soal berat badan yang terus naik, tapi anehnya gemar jajan. Pantas saja dirinya tidak selangsing murid-murid perempuan kelas 2 IPS 2 lain.

Fenomena rumah sakit itu menjadi buah bibir di kalangan para pelajar. Banyak cerita yang beredar dari mulut ke mulut bahkan status di jejaring sosial terus membahas mengenai rumah sakit itu.

Kini kondisi kaki Abay sudah jauh lebih baik. Ia sudah bisa kembali berjalan dengan normal tanpa bantuan kruk. Tetap saja, ia masih belum bisa bermain futsal atau melakukan olahraga yang memperberat kinerja tulangnya seperti lari. Abay pun kembali ke markas Asosiasi setelah hampir tiga bulan. Lagi, pembicaraan soal rumah sakit itu sampai di telinganya. Kali ini dari foto di ponsel Malika.

"Bay, liat deh. Makin lama rumah sakit ini makin rame," ucap Malika.

"Lho, katanya kamera sekalipun gak bisa foto di sana? Kok bisa?" tanya Jaka.

Rumah sakit angker maning. Rumah sakit angker maning. Telinganya sudah muak dengan nama Kopo Medical Center sejak pagi tadi. Kenapa orang-orang di sekitarnya selalu terobsesi dengan uji nyali dan semacamnya? Jaka yang biasanya menonton idol atau menggosip pun kini asyik membicarakan soal keberadaan hantu di sana. Saras pun tidak kalah membicarakan soal rumah sakit itu dengan mereka. Lenny yang baru saja menggiling biji kopi mendekati meja Jaka.

"Sepertinya obrolan kalian bertiga asyik sekali. Apa laporannya sudah selesai?"

"Nyo-Nyo-Nyo-Nyo-Nyonya!"

Lucu sekali. Abay yang tidak ikut mengobrol malah latah dibuatnya.

"Bayu. Ikut ke ruanganku sekarang juga."

"Bu Lenny gak adil nih. Masa panggil anak buah pilih kasih?" goda Jaka.

Lenny mendelik ke arah Jaka. "Mau saya minta Unit Keuangan buat potong gajimu 500 ribu lagi?"

"Ampun, Nyonya! Ampun!"

"Kerjakan laporannya se-ka-rang. Kalian harus serahkan laporan untuk rekonstruksi kasus yang akan dilakukan pengadilan!"

Siang itu Abay berdiri di ruangan Lenny, kepala Unit Reserse Kriminal Khusus rasa bos bandit. Lenny masih saja duduk santai sambil menaikkan kakinya ke atas meja. Tidak lupa dengan segelas kopi giling segar.

"Apa kau tahu alasanmu datang kemari?"

Abay menggeleng. Ia baru saja kembali bekerja minggu lalu. Itu pun hanya berurusan dengan laporan dan laporan di meja. Asosiasi memang tengah sibuk membuat laporan tindak pidana untuk kebutuhan arsip dan keperluan persidangan di pengadilan. Tidak hanya satu kasus, tetapi dua kasus sekaligus. Semuanya kasus tindak pidana perdukunan termasuk kasus yang menimpa keluarga Elissa.

"Andri harus menjalani operasi usus buntu hari ini. Malika masih UTS jadi tidak bisa membantu banyak. Jaka masih kena skors akibat ribut di pengadilan. Bisa kau temani aku keluar besok?"

Abay menunduk.

"Kenapa gak minta bantuan Saras aja? Kakiku masih belum kuat untuk berlari."

"Kau satu-satunya cenayang yang tidak sibuk. Saras sudah menggantikan Andri untuk membantu keperluan persidangan di pengadilan. Tenang saja. Ini hanya pemeriksaan laporan dari saksi mata."

Keesokan harinya di markas Asosiasi sektor Kopo. Lenny meminta Abay masuk ke mobil. Dia pacu Vezel putihnya ke arah utara. Seingat Abay ada dua mobil dinas yang parkir di bawah kanopi samping pohon kersen. Hari itu mobilnya tidak ada hingga Lenny pergi dengan mobil pribadi.

Mereka lalui jalan sepi yang ramai dengan kerumunan anak sekolah. Ingatan Abay pun tidak asing dengan jalan ini. Saras sering lewat sini bila mengantarnya ke rumah Elissa.

Mobil pun memasuki pelataran parkir yang ramai. Deretan motor berjajar rapi di sana. Beberapa orang berdiri menjajakan senter pada setiap anak muda, berseragam atau tidak, yang baru sampai.

"Ada seorang warga yang melapor kejadian aneh berasal dari kawasan ini. Itu sebabnya aku meminta bantuanmu. Kenapa harus ada kasus baru di saat Reserse sedang sibuk?"

Abay tengok sekitar dari balik jendela mobil. Ia tak bisa menyusul Lenny yang berjalan lebih cepat. Matanya terfokus pada setiap detil yang memunculkan ingatan akan cerita Saras di sekolah.

Sebuah gedung baru. Letaknya di pemukiman penduduk. Tempatnya ramai berkat keberadaan sekolah. Ada sebuah taman di seberang jalan yang biasa menjadi kantin bahkan lapangan sepak bola dadakan. Tubuhnya bergidik setelah semua informasi di depan matanya cocok.

Itu memang gedung Kopo Medical Center.

Berdengung sudah cerita horor Saras berulang-ulang hingga pemuda payah itu enggan menyusul Lenny. Sesekali jeritan anak muda menyeruak dari dalam gedung.

Sebenarnya, tidak ada yang menyeramkan dari rumah sakit itu. Itu rumah sakit biasa dengan arsitektur tropis khas perpindahan milenium. Gedungnya berdiri kokoh dengan cat putih yang mulai berhias lumut dan debu. Kepala Abay tiba-tiba berdenyut. Sayup-sayup suara wanita dan bayang-bayang serba hitam putih menggantikan keadaan di depan matanya. Seorang pria kurus mengetuk-ngetuk jendela mobil.

"Senternya A?"

Abay membuka jendela. Keadaan di depan matanya berubah menjadi aneh. Terdapat sebuah komplek tempat tinggal penduduk indo di belakang penjual senter itu.

"Gak, Pak. Makasih. Oh ya. Kenapa di sini rame banget?"

"Pada uji nyali di sini. Gak ikut, A?"

Matanya semakin memburam. Sayup-sayup suara orang-orang Holland yang lalu lalang bergaung di telinga. Kedatangan Lenny menepis keberadaan penjual senter dan orang-orang Holland di sekitar mobil.

"Abay. Kenapa kau diam saja?"

Pemuda itu membalas dengan sorot mata nanar. "Tiba-tiba saja kepalaku pusing, Nyonya."

"Aku lupa kau itu pincang dan hipersensitif. Ayo kita pulang!"

"Duluan, Pak!" pungkas Abay. Mobil pun berlalu tinggalkan area parkir.

Senja itu Abay pulang naik ojek daring menuju rumah. Kondisi kaki Abay berangsur membaik. Terapi di rumah sakit belum tuntas. Abay masih ada pertemuan lagi akhir pekan ini untuk pemulihan otot kaki yang kaku. Abay berterima kasih seiring sopir itu pergi.

Tak lama berselang, deru mesin mobil sedan nyaring di belakangnya. Sorot lampu mobil sisakan bayangan di depan pintu henderson garasi yang menutup.

"Nak, ngapain diem di situ? Ayah mau masuk."

Abay pun memasuki rumah. Sesampainya di kamar Ayah, pemuda berambut jabrik itu angkat kaki kirinya. Ia gerakkan kaki sesuai latihan ringan yang terapis ajarkan di rumah sakit. Pemuda itu tertegun. Kenapa otot-ototnya jauh lebih lentur dibandingkan dengan kemarin?

Jumat itu, Abay datang ke rumah sakit bersama Ayah. Ia pun lakukan rontgen untuk memeriksa kondisi terakhir kakinya. Dokter Jehan tertegun selagi bentangkan film pada kotak cahaya di dinding.

"Bagaimana dengan anak saya, Dok?"

"Bayu tidak perlu datang lagi untuk terapi pemulihan. Kondisi kakinya sudah pulih seperti tidak ada bekas. Tetap saja. Bayu harus berhati-hati."

Bagaimana bisa? Kaki Abay masih sakit untuk tes lari di sekolah kemarin. Belum ada satupun teknologi apalagi obat yang bisa menyembuhkan patah tulang seperti tidak ada bekas. Abay lalu bertanya pada Ayah.

"Ayah, emangnya bisa kaki sembuh cepet banget?"

"Apa kau tidak tahu tingkat pemulihan makhluk halus bisa meningkat drastis bila berada di tempat dengan sumber energi negatif sangat kuat?"

Alis Abay naik sebelah. "Apa? Ini beneran kayak di film?"

Ayah menyalakan rokoknya selagi lampu persimpangan masih merah.

"Seingatku seperti itu. Masalahnya kau itu terjebak dalam tubuh manusia. Aku tidak yakin seberapa cepat tingkat pemulihanmu mengingat kondisimu sekarang."

Penyelidikan pun berlanjut hingga markas Kepolisian Daerah Priangan. Senin itu Lenny mengajak Abay menemui seorang kenalan lama Inspektur Edward, sahabat Lenny di Kepolisian Wilayah Kota Kopo. Lokasinya pun bersebelahan dengan kantor Asosiasi Divisi Priangan.

Ruang arsip Kepolisian. Semua data penting berkaitan dengan Kepolisian tersimpan di sana. Ada seorang wanita berseragam polisi yang menyambutnya di depan pintu.

"Kau pasti Lenny temannya Edward. Aku Nitya. Kepala Unit Arsip Kepolisian Daerah Priangan. Kenapa Asosiasi bersusah payah ingin datang kemari?"

"Ini mengenai Kopo Medical Center. Kudengar dulunya itu adalah rumah sakit milik Kepolisian."

Nitya mengambil sebuah berkas dari lemari. Data Aset Vital Kepolisian. Keduanya memeriksa informasi soal rumah sakit yang pernah tercatat sebagai aset Kepolisian.

Dulunya rumah sakit itu bernama Rumah Sakit Pranata. Rumah sakit itu dibangun di atas tanah negara yang dihibahkan pada pihak Kepolisian di awal tahun 70-an. Rumah sakit itu pernah mencapai puncak popularitasnya di tahun 80-an. Sayang, jumlah pasiennya menurun drastis di era 90-an.

"Soal gedung itu dulunya rumah sakit polisi memang benar. Ada salinan data aset dan sertifikatnya di sini. Namun, pimpinan saat itu meminta agar rumah sakit itu dipindahkan ke perbatasan Kopo. Tanahnya kemudian dihibahkan pada yayasan yang kemudian mengelola rumah sakit itu menjadi Kopo Medical Center."

"Apa itu karena gangguan makhluk halus, kasus, atau ada hal lain seperti masalah teknis?"

"Sebenarnya karena lokasi rumah sakit itu kurang strategis. Kami kesulitan untuk menutupi biaya operasional rumah sakit karena minimnya pasien. Jika memang ada gangguan supranatural, pasti kami sudah menanganinya. Pada saat itu Asosiasi masih bagian dari Kepolisian."

Mereka pulang tanpa informasi tambahan soal rumah sakit itu. Pasti ada petunjuk lain. Jika arsip saja tidak lengkap ... barangkali saksi mata bisa membantu. Pikiran Abay langsung tertuju pada Ayah. Barangkali Ayah tahu sesuatu.

Malam itu, Ayah baru saja pulang. Ayah rebahkan diri di atas sofa sambil menonton pertandingan sepak bola.

"Ayah pernah denger Kopo Medical Center? Itu lho. Bekas rumah sakit polisi yang ada di Imam Bonjol"

"Imam Bonjol ... ah iya. Itu rumah sakit tempat lahir Ressa dulu."

"Apa ada yang aneh selama rumah sakit itu dibuka?"

"Aneh? Gedungnya memang sedikit menyeramkan. Namanya juga gedung bekas Holland. Sewaktu Ressa lahir di sana, keadaannya baik-baik saja."

Abay tertegun. Apa mungkin sumber energi negatif dan gangguan itu ....

"Apa kau sedang menangani kasus?"

"Ya. Asosiasi mendapat laporan soal gangguan yang dialami warga sekitar sana setiap malam. Aku penasaran dengan penyebabnya."

"Sepertinya karena tempat itu terbelengkalai. Kadar energi negatif lambat laun berkumpul di sana dan memancing satu persatu makhluk halus di sekitarnya. Sepertinya energi di sana sangat kuat hingga memulihkan kakimu."

Selasa siang di kantor Asosiasi sektor Kopo. Abay langsung menemui Lenny sepulang sekolah.

"Nyonya. Apakah kadar energi negatif bisa menjadi sangat besar?"

"Kenapa kau bertanya itu lagi? Bukannya semuanya sudah jelas dalam buku panduan pelatihan cenayang? Apa jangan-jangan kau merasakan kondisi fisikmu tidak enak seperti waktu itu?

Abay mengangguk.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan meminta Malika menemaniku di lapangan. Kau di sini saja membantu Jaka membuat laporan. Paham?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top