[Bumerang]
Bayu Samudera. Usianya genap 18 tahun di bulan Mei nanti. Masa lalunya menjadi misteri seperti keberadaan Ibu. Kemampuan aneh yang muncul di rumah Elissa. Bayang-bayang masa lalu tentang Ayah. Pertanyaan itu lebih dari cukup untuk mengalihkan rasa sakit setelah pulang dari rumah Elissa.
Malam itu, Abay tidak turun. Kakinya terlalu lemas untuk berdiri. Sejak tadi dirinya terbaring lemah di atas ranjang. Ayah datang memasuki kamarnya.
"A-yah."
Ayah menarik kursi meja belajarnya untuk duduk. "Kudengar kau sakit sekembalinya dari rumah temanmu. Apa yang sebenarnya terjadi?"
Abay berusaha mendudukkan diri di atas ranjang. "Apa kau ingat seberapa kuat diriku di masa lalu?"
"Bencana. Itu yang Ayah rasakan dulu. Kau bisa saja menghabisiku dan menghancurkan seluruh sektor 14 sendiri. Entah kenapa, tiba-tiba saja kau berhenti lalu mengerang kesakitan."
"Lembang ... sektor 14?"
"Apa kau ingat portal yang terbuka sewaktu kita menyelamatkan Ressa dulu? Portal itu tepat mengarah ke sektor 14. Tempat pertama kali kita bertemu."
Perkataan Ayah memicu masa lalu yang muncul di depan Abay secara sekilas dan terpotong-potong.
Seorang pria berbaju hitam.
Pohon besar.
Malam ketika rembulan bersinar tanpa cela.
Badai salju yang menyapu kanvas langit malam menjadi putih.
Lalu berakhir menjadi Ayah yang terkapar berlumur darah. Saat itulah, Abay meringkuk menahan rasa sakit di kepala yang terus berdenyut.
"Nak!"
Apa arti dari semua ini?
Kepala Abay pengar setelah kejadian di Sabtu malam. Badannya masih remuk redam. Perutnya tertusuk-tusuk setiap kali Abay menunduk. Tak peduli mengambil sabun yang jatuh, sepatu, bahkan pensil sewaktu belajar di sekolah.
Sepulang sekolah, Saras mencegat Abay di depan bangkunya.
"Bay, mending lo pulang aja. Biar gue yang bilangin ke Nyonya Lenny."
"Tapi, Ras. Gue masih kuat. Nanti gajinya dipotong lagi kalo gak ada surat dokter."
Dengan menahan pedih, Abay langsung pergi ke markas Asosiasi Sektor Kopo. Semua itu demi satu hal: Lembang sektor 14. Selagi Asosiasi sedang tidak menangani kasus, Abay mulai menelusuri lewat Sistem Informasi Asosiasi.
Lembang sektor 14. Tidak butuh waktu lama untuk menunjukkan semua pencarian. Abay mengeklik satu persatu tautan hasil pencarian di layar monitor. Beberapa di antaranya membutuhkan kata sandi untuk mengaksesnya.
Akses ditolak.
Berulang kali kotak dialog peringatan dengan tanda seru muncul. Kata sandi yang Abay masukkan pun benar.
"Apa yang sedang kaulakukan?"
Abay langsung menutup aplikasi sistem informasi.
"Nyo-Nyo-Nyonya."
"Kenapa kau mengakses informasi yang hanya bisa dibuka minimal oleh kepala unit?"
Keringat dingin membanjiri tubuh Abay. Lenny menyilangkan tangan di dada. Pemuda itu membeku. Lirikan tajam rekan-rekan satu timnya semakin membuatnya tersudut.
"Temui aku setelah jam kerja berakhir," ucap Lenny selagi mendelik padanya. Dia berhenti di depan pintu ruangannya.
"Ingat. Jangan sekalipun mencoba mengakses dokumen rahasia Asosiasi tanpa seizinku. Aku masih memaafkan Bayu karena dia masih awam. Jika kalian tertangkap basah mengakses dokumen rahasia seperti Bayu lagi, aku akan meminta Unit Keuangan memotong gaji kalian. Paham?"
"Baik, Bu!" balas para anggota tim serempak.
Lenny sudah kembali ke ruangannya. Namun, hal itu tidak membuat Abay jera. Dia masih mencari informasi lain soal Lembang sektor 14 dari Sistem Informasi Asosiasi. Ada satu berkas mengenai kasus itu yang terbuka tanpa kata sandi.
Berkas 2048. Data nomor 40286.
Berkas 2048 merupakan data para tersangka dan pelaku kasus. Baik kasus-kasus lama maupun kasus baru yang masih dalam proses penanganan Asosiasi. Pencarian sistem informasi rupanya juga menyertakan berkas lain yang memuat kata kunci "Lembang sektor 14" selain berkas-berkas kasus tersebut. Berkas itu juga memiliki foto dan gambar sketsa dari para tersangka.
Data nomor 40286
Tingkat bahaya: sangat tinggi
Saksi mata: Wirawan Wiguna (544866)
Tingkat kekuatan: sulit diprediksi mengingat kasus ini terjadi di era Reskrimsus Kepolisian
Kasus: Lembang sektor 14
Status: buron
Tersangka diduga menyebabkan teror pada sebuah perkebunan di sektor 14 Lembang. Diduga tersangka juga menghabisi Radityo Wibowo, anggota Reskrimsus Kepolisian Daerah Priangan. Hingga kini pelaku masih belum tertangkap.
Berdasarkan pengakuan saksi mata, tersangka berjenis kelamin pria. Terindikasi makhluk halus, tapi tidak diketahui jenisnya. Tingginya sekitar 170 cm. Tersangka berwajah lonjong, berhidung mancung, bermata sayu, dan berkulit putih. Tersangka juga memiliki rambut putih lurus sepanjang pinggang. Usianya antara 20–30 tahun sewaktu kejadian berlangsung. Tersangka tidak mengenakan pakaian apapun selain celana panjang melewati lutut.
Berdasarkan hasil penyelidikan dari olah TKP, tersangka menyerang korban dan saksi mata dengan sebilah tombak. Polisi juga menemukan tombak tersebut di sekitar TKP.
Perlu diperhatikan baik-baik untuk menangkap tersangka ini. Tersangka memiliki serangan fatal baik dengan tangan kosong maupun senjata. Tersangka juga memiliki manifestasi tipe es yang bisa menurunkan suhu hingga minus 0 °C. Tersangka juga memiliki kecepatan serangan dan refleks yang tinggi.
Saras tak sengaja memergoki Abay selagi hendak bicara dengan Malika. Dia gemetar. Tarikan napasnya semakin tersendat. Begitu pula dengan detak jantung yang menggebu-gebu. Halusinasinya kembali muncul. Seluruh anggota unit Reserse di dalam sana bersiap untuk menghabisinya.
"Bay, lo buka berkas rahasia lagi?"
Pertanyaan Saras buyarkan lamunannya. Abay langsung menutup aplikasi. "Ng-Ng-Ng-Gak, Ras. Gu-Gue masih nyari info soal I-Ibu kok."
"Terus kenapa lo pucet gitu? Masih sakit?"
Kedua bibir Abay mengatup. Badannya masih gemetar dengan pertanyaan Saras.
"Jangan maksain diri. Bersikap keras kepala malah bikin orang lain waswas."
Abay mengalihkan pandangannya. "Iya, Ras. Gue bakal istirahat."
Apa yang harus Abay katakan pada para anggota unit Reserse, Saras, juga Lenny? Pemuda itu masih berkeringat dingin setelah membuka aplikasi.
Mungkin inilah alasan Ayah. Ayah menutupi keberadaan Abay agar Asosiasi tidak menangkapnya. Kini, kotak pandora itu sudah terbuka semenjak Abay menjadi seorang cenayang.
Bisakah Abay bertahan dan menemukan petunjuk keberadaan Ibu tanpa mengundang kecurigaan orang-orang Reserse?
Jam pulang sudah tiba. Para cenayang berhamburan dari markas Sektor Kopo. Abay masih harus menunggu Lenny ke luar dari ruangannya. Belum lagi dirinya masih terbayang-bayang akan berkas 2048.
"Bay, duluan ya!"
Para anggota tim meninggalkan ruang unit Reserse. Lenny lalu mengunci pintu ruangannya.
"Abay? Sakit?"
"Nyo-Nyonya pasti ingin memotong gajiku ya?"
"Kau ini. Berhubung kau sudah melihat berkas rahasia, aku ingin mengajakmu ke markas Divisi Priangan."
Lenny mengajak Abay memasuki Vezel putihnya.
Rinai hujan tipis tak hentinya mengguyur Kopo. Hari mulai gelap. Belum lagi lampu merah Samsat tidak bisa diajak kompromi. Sudah tiga lagu di radio berganti, tapi tidak kunjung jalan juga. Kemacetan menjebak mereka hingga matahari mulai terbenam. Jalanan by pass padat merayap walaupun hari mulai gelap.
Kantor Asosiasi Divisi Priangan berada di timur Kopo. Abay tidak perlu susah payah mencari bus, angkot, apalagi Go-Jack untuk pulang. Ada sebuah area parkir luas dengan deretan mobil dinas di bawah kanopi dan dua buah gedung yang memisahkan diri dari rangkaian gedung-gedung utama. Lenny justru parkir di samping ruang berdinding kaca, layaknya fasad kantor-kantor modern di kawasan Jayakarta.
Kantor Asosiasi Divisi Priangan berada di timur Kopo. Abay tidak perlu susah payah mencari bus, angkot, apalagi Go-Jack untuk pulang. Ada sebuah area parkir luas dengan deretan mobil dinas di bawah kanopi dan dua buah gedung yang memisahkan diri dari rangkaian gedung-gedung utama. Lenny justru parkir di samping ruang berdinding kaca, layaknya fasad kantor-kantor modern di kawasan Jayakarta.
"Nyonya. Kita mau ngapain?"
"Tunggu saja di sini."
Malam semakin berlalu. Pukul 19.30 tertera pada ponsel dengan foto keluarga di layar. Pasti Ayah akan marah. Itu jauh lebih buruk bila berhadapan, lagi, dengan pria bercambang setipis duri kaktus itu. Meskipun Ayah tidak pernah menelepon Abay jika terlambat pulang, tetap saja amarahnya itu merepotkan.
"Nyonya. Ayah marah kalo pulang telat."
"Bilang saja ini urusan pekerjaan."
Lenny majukan mobilnya menuju bagian belakang area parkir.
"Mereka sudah datang."
Langit malam mulai bersahabat. Rinai tipis hujan seakan menyapu dirinya dari kawasan itu. Embusan angin yang berbeda menggelitik punggung Abay. Aneh. Hawa ini layaknya menonton film horor dengan sepasang bahkan puluhan pasang mata waspada akan gerak-geriknya.
"Nyo-Nyo-Nyo-Nyo-nya. J-J-Jangan bi-lang ka-lo—"
Abay teguk liur. Pasalnya ini tidak asing. Bulu romanya menegang. Punggungnya panas. Jantungnya berdentum tak karuan. Guyuran peluh membuatnya bertambah menggigil di bawah embusan hawa AC mobil yang menyala.
Abay berbalik. Matanya kini menangkap pemandangan tak biasa di bawah kegelapan malam. Iring-iringan sosok beraneka rupa muncul di depan Abay. Sudah cukup Abay bertemu dengan mereka dalam film horor! Pemuda itu berulang kali mengucek matanya. Bagaimana bisa pemuda tanpa indra keenam ... tidak. Ini efek samping dari kondisi fisik anehnya.
Abay menjerit. Ini lebih buruk daripada harus tes uji nyali sewaktu seleksi Asosiasi lalu. Mereka nyata. Ada di depan mata. Lenny pun tinggalkan mobilnya.
"Nyo-Nyo-Nyonya!"
Sekeras apapun Abay berteriak, tetap saja tak sampai di telinga Lenny. Dia merunduk selagi tahan napas. Iya. Jangan sampai mereka menemukannya.
Lalu, bagaimana dengan keadaan di luar sana?
Sekelompok sosok beraneka rupa kenakan setelan pakaian rapi layaknya manusia modern. Mereka sama-sama mengenakan setelan kemeja batik bermotif serupa. Dua di antara mereka berparas persis manusia: seorang wanita berambut hitam panjang menyapu bahu dan pria berambut hitam dengan terakul di sampingnya. Dia satu-satunya pengguna rompi, sepertinya kevlar, di antara mereka. Terdapat codet melintang di mata kiri yang tidak mengurangi ketampanannya.
Pria bercodet itu memberi isyarat agar rombongan itu berhenti. Dia mengajak wanita di sisinya untuk mendekat. Sepasang mata kuning ambar pun waspada pada Lenny yang tengah menyambut mereka.
"Kenapa hanya ada seorang cenayang di sini?" tanya sang pria dengan rompi hitam menutupi kemeja batik lengan pendeknya.
"Sebenarnya aku datang bersama anak buahku, tapi ada sedikit masalah."
"Masalah?"
"Pimpinan Asosiasi sekarang tidak menjelaskan soal Pengawas secara detil pada para cenayang baru. Dia mengira Pengawas itu tak ubahnya arwah gentayangan biasa."
Wajar saja Lenny mengajak Abay pergi. Mereka itu para Pengawas, satuan polisi khusus yang berjaga di alam lain. Tugas mereka untuk menjaga keamanan para makhluk halus sekaligus perbatasan antara dua dunia. Tentu saja sebagian besar anggotanya berasal dari golongan makhluk halus. Asosiasi kerap menghubungi mereka untuk bekerja sama menjaga keamanan lintas alam.
Lenny lalu meminta Abay turun dari mobil. Sepasang matanya bertaut dengan para Pengawas. Sekujur tubuhnya gemetar hingga nyaris buang air.
"Ampun, Nyonya! Aku janji gak bakalan buka berkas aneh-aneh lagi!" seru Abay sambil bersembunyi di balik punggung Lenny.
"Jangan takut. Mereka ini Pengawas. Mereka juga polisi, tapi di alam lain."
Abay berulang kali mengintip dari balik Lenny. "Po-Polisi?"
Pria berompi hitam itu membalas, "Maaf bila kedatanganku mengagetkanmu. Aku Sona Werkudara. Aku ketua bagian Kejahatan Lintas Dimensi Pengawas."
"Hebat juga kau sekarang jadi ketua bagian, Kapten Sona," puji Lenny. "Aku sering mendengar kabar soal Pengawas yang berkeliaran selain malam Jumat belakangan ini. Apa yang terjadi?"
"Ma-Ma-Malam Jumat? Malam yang banyak setannya?" timpal Abay.
"Itu hari dengan kejahatan lintas alam tertinggi," balas Sona. "Kami sering menjemput tahanan dari alam manusia di malam Jumat sekaligus memastikan kondisi perbatasan baik-baik saja. Biasanya begitu, tapi belakangan ini keadaan perbatasan sedang kacau."
"Apa yang terjadi?" tanya Lenny.
"Orang-orang Divisi Priangan menyebutnya sebagai anomali. Kurasa ini ada kaitannya kemunculan kembali Rembulan Kuning. Aku mendapatkan petunjuk soal keberadaan mereka dari tahanan siluman harimau yang Asosiasi serahkan."
"Omong-omong siapa mereka?"
"Kelompok kriminal lintas alam yang sudah bubar 50 tahun lalu. Kudengar mereka terdiri atas orang-orang aliran hitam dan sangat berbahaya. Sebaiknya Asosiasi harus berhati-hati."
Abay menggeser posisinya. Dia bergidik dengan sorot mata tajam wanita yang berada di sisi Sona. Dia cantik, tapi aura yang terpancar tidak kalah seram daripada Lenny saat marah. Sementara itu, Sona terus menatap lekat sosok amatir yang kembali bersembunyi di balik Lenny.
"Inspektur Lenny, apa dia anak buahmu yang tadi kau ceritakan?"
"Itu benar. Ini Bayu. Aku sengaja mengajaknya ke sini agar tidak takut untuk bertemu Pengawas. Dia memang agak penakut sewaktu berhadapan dengan makhluk halus."
Sona mendekati Abay yang masih gemetar di belakang Lenny.
"Senang bertemu denganmu. Sejak tadi aku merasakan sesuatu yang aneh. Rasanya kau mengingatkanku akan seseorang. Apa ini firasatku saja?"
"Kapten," panggil wanita dengan setelan blus dan rok batik di belakangnya.
"Inspektur Lenny, kami permisi dulu. Kami harus kembali bekerja. Jika kalian menemukan petunjuk baru tentang Rembulan Kuning, segera hubungi kami!" ucap Sona.
Sona kembali bergabung dengan para Pengawas lain. Rombongan makhluk halus itu pun lenyap dari bayang-bayang lampu gedung Asosiasi. Mereka bersatu dengan kegelapan hingga tak ada lagi yang tersisa di depan mata.
"Bayu. Ingat. Kau akan sering bertemu dengan para Pengawas. Unit Reserse merupakan salah satu unit yang sering berhubungan langsung dengan Pengawas. Jadi, jangan takut apalagi sampai bertingkah memalukan. Paham?"
"Ba-Baik, Nyonya."
"Masuklah. Biar kuantar kau pulang. Tunjukkan saja jalannya."
Mereka lalu memasuki mobil. Kini mobil Vezel putih itu meninggalkan area parkir Asosiasi Divisi Priangan.
"Nyonya gak marah?" tanya Abay selagi kenakan sabuk pengaman.
"Justru karena kau berusaha membuka berkas penting Asosiasi, aku terpaksa memperkenalkanmu soal tugas ketua unit Reserse lebih awal."
Selama ini Lenny sering pulang terlambat. Lenny memang kerap memeriksa ulang pekerjaan para anak buahnya. Kadang pula Lenny menjemput Ryan dari tempat les sebelum pulang. Namun, Abay tidak pernah tahu jika Lenny juga berhubungan dengan Pengawas di luar jam kerja.
"Nyonya, apa Nyonya ketemu dengan mereka setiap malam Jumat?"
"Itu benar. Aku sering meminta Andri untuk menemaniku menemui mereka. Biasanya kami membawa tahanan alam lain yang tertangkap di sini atau sekedar bertukar informasi soal keamanan."
"Dari mana Nyonya tahu jika Pengawas sedang ada di sini? Sekarang 'kan bukan malam Jumat."
"Jaka. Terkadang gosipnya berguna seperti sekarang. Kebetulan saja kita bertemu dengan mereka malam ini. Jika tidak ada, aku akan mengantarmu ke sana di malam Jumat."
Abay kemudian menunjukkan jalan menuju ke rumahnya. Dia kembali bertanya sebelum Lenny berbelok dari arah Prama.
"Kenapa harus di kantor Divisi Priangan dan bukan Sektor?"
"Ini masalah kepraktisan saja. Sektor Kopo dekat dengan Divisi Priangan. Mereka bisa membawa penjahat yang tertangkap Sektor dan Divisi sekaligus."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top