-[ D A Y 0.5 ▻ KOU - NENE ]

Angst Week Pungut Project

Right Person, Wrong Time / Sacrifices

Minamoto Kou - Yashiro Nene
[Jibaku Shounen Hanako-kun]

Future Fic!

Sepanjang waktu dilintasi. Satu hari penuh dilewati. Bersama makhluk hidup paling baik yang pernah Ia kenali.

Walaupun begitu, rasa rindu pada orang selain dia tak bisa hilang begitu saja.

Entah sudah berapa bulan berlalu, Ia tak tahu. Berapa ratus hari yang Ia jalani tanpa kehadirannya lagi pun, gadis itu tak tahu. Menghitungnya hanya akan menambah sesak, mengingatnya hanya akan menghasilkan air mata.

Gadis tersebut tahu tak seharusnya hal ini Ia pikirkan. Gadis itu tahu tidak boleh meratapi hal yang telah terjadi di saat hari ini seharusnya menjadi hari yang penuh dengan kata bahagia. Yashiro Nene tahu ... dia tidak bisa menyakiti perasaan orang lain, terlebih orang tersebut adalah orang yang tengah berusaha menghiburnya di saat dirinya sendiri masih menyimpan luka hati.

Warna biru cerah bersama sapuan putih menghiasi kanvas raksasa. Disertai hangatnya sinar mentari yang membuat hari ini cocok sebagai hari jalan-jalan.

Helaian cream yang dikuncir kuda melambai terkena hembusan angin siang di tengah kota. Kedua kakinya berjalan mengikuti orang di depan, ada kalanya Ia tertabrak dan hampir tenggelam dalam kerumunan jika saja sebuah tarikan ringan di tangannya tidak terjadi.

Sang pelaku tarikan segera memandunya keluar dari banyaknya orang di sekitar mereka. Tak lama setelah dua insan tersebut keluar. Lelaki bernama Kou itu melepaskan tangan Nene secara perlahan lalu tersenyum canggung sambil mengusap tengkuknya, "Maaf, senpai. Aku lihat kau sedang kesulitan."

Nene menggeleng dengan lembut, "Tidak apa-apa. Jika kau tidak melakukannya, mungkin aku akan kehilanganmu. Terimakasih, Kou-kun."

"Uhm, sama-sama."

Sang gadis tersenyum. Menatap Kou dengan hangat bagaikan menatap adiknya sendiri. Merasa bahagia karena telah mengenalnya selama kurang lebih satu tahun ini.

Sadar akan apa yang tengah Ia pikirkan, Nene segera menggelengkan kepala. Menghalau semua pemikirannya tentang seorang Minamoto Kou.

Bohong jika Nene bilang tidak menyadari apa maksud dari bagaimana pemuda tersebut memperlakukannya selama ini. Selalu berusaha membuatnya nyaman, mengajaknya melakukan sesuatu yang menyenangkan, lalu menghiburnya kala sedih menyerang di saat Kou sendiri masih menyimpan luka karena kejadian ratusan hari yang lalu.

Namun, gadis itu masih berpura-pura tidak tahu akan apa yang sang pemuda rasakan. Ia tahu ini cukup jahat, akan tetapi Ia juga tidak mau menolak perasaan Kou kepadanya. Laki-laki itu sangat baik dan perhatian, terkadang Nene berfikir bagaimana bisa dirinya tidak menerima semua itu saja dan masih merindukan sosok yang bahkan sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Nene menggelengkan kepalanya lagi. Berusaha untuk fokus terhadap hari yang harusnya Ia nikmati, menghalau lamunan yang tampaknya tidak disadari oleh sang lelaki.

Perempuan tersebut menyamakan langkahnya dengan Kou, berjalan berdampingan menuju toko eskrim untuk refreshing dari ujian. Lalu untuk selanjutnya, biarkan Kou yang membawa Nene pergi ke tempat selanjutnya.

"Senpai mau eskrim rasa apa?" tanyanya setelah sampai di tempat tujuan.

"Ah, um ... stroberi!"

"Oke! Kali ini aku traktir."

"Eh?! Aku bisa bayar sendiri, kok."

Kou tersenyum cerah, "Tidak apa-apa. Aku ingin menghabiskan tabunganku."

Lihat?
Bagaimana bisa Nene tidak terharu jika perlakuan Kou sendiri sampai seperti itu?

Namun, tetap saja. Fakta bahwa Yashiro Nene masih tidak bisa melihat Kou sebagai seorang laki-laki sebagaimana seharusnya tak pernah hilang. Sebanyak apapun, dan sebaik apapun Minamoto Kou memperlakukannya, Nene hanya bisa menganggap dia sebagai seorang adik yang selalu mendukung tindakannya.

*

Detik berjalan, menit berlalu, beberapa jam terlewati. Hingga akhirnya, senja tercapai. Warna jingga dengan awan gelap kini menggantikan biru cerah yang sempat terlukis di kanvas raksasa.

Dua insan yang baru saja selesai dengan refreshing-nya kembali berjalan berdampingan. Bersama beberapa tas kecil berisi souvenir yang mereka dapatkan untuk kenang-kenangan.

"Terimakasih lagi untuk hari ini, Kou-kun," ujar Nene sambil menoleh ke arah orang di sampingnya sambil tersenyum. Dibalas dengan anggukan dan gumaman hangat dari sosok yang baru saja disebutkan namanya.

Setitik air jatuh dari langit, membasahi hidung Kou sehingga Ia refleks untuk mendongak ke atas, "Hujan? Bukannya tadi cerah, ya?"

Sadar tentang apa yang akan terjadi, manik birunya berkeliling mencari tempat yang aman untuk berteduh. Rintik air semakin banyak bermunculan, membasahi trotoar dan alhasil secara otomatis, tangan Kou segera menggenggam pergelangan tangan sang gadis. Membawanya berlari menuju tempat paling teduh yang bisa dia temukan.

Hasilnya, dua orang tersebut berakhir terkurung di bawah naungan halte bus berniat menunggu hujan deras yang kini tengah terjadi reda.

"Ah ... padahal sebentar lagi gelap." Nene berucap dengan nada rendah sambil terduduk di bangku dan membuang nafas.

Disisi lain, Kou yang memperkirakan kapan hujan berhenti membalikkan kepala ke belakang, "Maaf, karena aku mengajakmu, kau jadi terjebak disini."

Gadis bermanik magenta mengangkat kepala dan menggeleng dengan cepat, "Itu bukan salahmu! Memang cuacanya saja yang tidak bisa ditebak."

Hening mengisi untuk beberapa menit. Nene yang sudah menunduk kembali menarik nafas dalam. Terdapat banyak kalimat yang ingin Ia katakan, terdapat banyak kata yang ingin Ia ucapkan, tapi sayangnya dipenuhi keraguan.

Sampai akhirnya, kalimat yang mendorongnya untuk membuka suara terucap. Yang tak lain dan tak bukan berasal dari Kou yang sekarang juga ikut duduk di sampingnya.

"Senpai, jika ada yang ingin kau katakan, katakan saja. Aku mendengarkan."

Nene menoleh dengan cepat, "Eh?! Memangnya kelihatan jelas, ya?!"

"Uh ... ya, mungkin? Tadinya hanya perasaanku saja." Kelereng biru menatap gadis di sampingnya dengan canggung, lalu sang empu kembali meluruskan pandangan ke depan, "Tapi jika itu memang benar, aku serius untuk mendengarkan."

Nene kembali menurunkan pandangan. Merasa bahwa jalannya untuk berbicara dibuka, sebuah tarikan nafas dalam terdengar lagi.

"Aku ... hanya ingin meminta maaf," ucapnya lirih sampai-sampai hampir tidak terdengar.

Kou memiringkan kepala heran, "Untuk apa?"

"Aku ...."

Nafas Nene tercekat, sedangkan teman jalan-jalannya masih menunggu kalimat selanjutnya.

"Aku ... pasti terkesan sangat tidak menghargaimu. Kau berusaha untuk menghiburku, dan mengajakku melakukan hal yang menyenangkan padahal kau sendiri pasti masih mengingat kejadian itu."

Kalimat Nene terpotong. Ingatannya kembali kepada masa dimana salah satu orang yang berharga dalam hidupnya menghilang langsung di depan mata. Bagaimana rasanya perpisahan yang terpaksa dilakukan karena Nene dan dia sudah berbeda.

Cairan bening yang sudah menggenang di pelupuk matanya tumpah seketika mengingat kejadian tersebut, serta bagaimana Ia merasa begitu jahat kepada orang yang sedang berusaha menghiburnya.

"Padahal, kau sudah berusaha. Padahal, Kou-kun sudah menyembunyikan lukanya untuk mengajakku bersenang-senang. Tapi ... tapi aku tidak bisa menikmati hari ini dengan sepenuhnya. Aku ... terus-terusan mengingatnya, dan hanya tersenyum jika aku ingat. Padahal ... kau sudah bersikap sangat baik kepadaku, tapi aku ...."

Tangisan Nene semakin menjadi. Kalimat selanjutnya tak bisa terucap. Dadanya terasa sesak. Hatinya masih terasa sakit. Dan sialnya, Nene berfikir bahwa hanya dia yang merasakannya. Ia hanya tersadar secara samar tentang apa yang Kou rasakan.

Nene ingin menerimanya, menghargainya, dan menjalani hidup mereka sebagaimana orang lain melakukannya. Namun Ia tak bisa. Ingatan soal sosok hantu toilet pengisi hari selalu mengalihkan pikirannya.

Seandainya saja ....
Seandainya saja Minamoto Kou datang dalam jangka waktu yang lebih lama, mungkin saja nasib mereka tidak akan seperti ini.

Sapuan ringan di sekitar matanya terasa. Gadis itu mengangkat kepala, mendapati tangan Kou yang tengah mengusap air matanya oleh sapu tangan dengan lembut. Tersenyum dengan hangat, seolah-olah dirinyalah yang paling dewasa saat ini.

"Aku tahu, kok, senpai. Tidak mudah melupakan orang yang selalu mengisi harimu setiap saat. Begitu juga dengan diriku," ujarnya tak lama kemudian.

"Aku tahu tidak akan mudah bagimu untuk menerima orang baru. Namun, aku tidak berfikir bahwa kau tidak menghargaiku." Kou menatap lurus ke depan lagi. Menatap guyuran hujan yang kian detik kian deras. "Kau tersenyum bahagia dengan tulus kepadaku, bagiku itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kau menikmati ajakanku," lanjut lelaki tersebut, dengan senyum tanpa alasannya. Seolah tahu kemana maksud dari perkataan Nene.

"Senpai tidak perlu memaksakan diri untuk menerimaku seperti menerima Hanako. Cukup lihat aku sebagaimana kau melihatku seperti biasanya."






End.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top