-[ D A Y 0.4 ▻ AMANE × NENE ]
Angst Week Pungut Project
Break Up / Unspoken Words
Yugi Amane x Yashiro Nene
[Jibaku Shounen Hanako-kun]
AU!
"Aku ... tak bisa mengatakannya."
Ada kalanya, syukur Ia panjatkan karena tak bisa berbicara. Ada kalanya pula, Ia meratapi nasibnya yang buruk dalam diam. Terkadang, butiran kesedihan keluar membasahi pipinya akibat perkataan mereka yang merendahkan. Ingin rasanya Ia membalas kalimat mereka namun tak bisa. Ingin rasanya gadis itu mengeluarkan suara jelas untuk membungkam mereka namun gadis tersebut tahu Ia tidak akan bisa.
Tak bisa bicara terkadang menghindarkannya dari masalah, tak berbicara terkadang membuatnya tahu tak semua perkataan manusia itu benar. Akan tetapi, tak bisa mengeluarkan kata juga berarti bahwa dia tak bisa menegaskan apa yang Ia rasakan.
"Ada banyak cara untuk berbicara, bukan?"
Hingga kalimat itu terlontar dari lisan seorang lelaki yang tersenyum kepadanya dengan tulus. Menatap hangat dengan kelereng bunga mataharinya tanpa ada maksud merendahkan. Dan saat itulah, Yashiro Nene menemukan sosok yang benar-benar Ia sayangi selama hidupnya.
*
Angin siang melambaikan helaian cream panjang yang membingkai kelereng magenta. Kakinya melangkah melintasi jalan sekolah sambil membawa dua kotak makan dalam pelukannya. Tak lama kemudian, binar cerah muncul di matanya kala melihat penampakan seorang lelaki bersurai cokelat pendek yang tengah menghalangi pandangannya dari sinar matahari.
Lelaki tersebut menoleh ke arahnya, lalu tersenyum riang ke arah sang gadis, "Yo, Yashiro."
Nene ikut tersenyum tipis. Kakinya Ia langkahkan lagi agar semakin mendekat, sebelah tangannya menyerahkan satu kotak yang sebelumnya Ia peluk. Manik cerah lelaki bernama Amane tersebut berbinar, lalu dengan senang hati menerima pemberian tersebut. Tak membutuhkan waktu lama, binarnya semakin cerah lagi ketika dia membukanya.
Satu tangan Amane yang bebas terangkat, mengusap surai lembut Nene lembut, "Terimakasih!"
Sang gadis hanya mengangguk pelan dengan warna merah muda di pipinya akibat senang.
Setelah beberapa lama menikmati makanan mereka, Nene mengeluarkan ponselnya. Mengetikkan sesuatu di dalam sana. Ketika urusannya selesai, gadis tersebut menunjukkan layar ponsel kepada temannya yang berisi sebuah pesan.
"Bagaimana rasanya?"
Amane segera menelan makanan yang baru tadi diberikan, "Buruk-."
Nene terkejut, lalu mulai mengetikkan pesan lagi, "Benarkah?! Apa yang kurang? Saat aku membuatnya, aku rasa itu cukup."
Tawa kecil menggelikan mengisi hening, Amane menutup mulutnya dengan punggung tangan, "Tenang saja. Rasa donatnya memang buruk. Buruk karena terlalu enak!"
Mendengar itu, Nene membuang nafas lega. Lalu kemudian menggeram sambil mencubit pinggang sang lelaki. Alhasil, Amane meringis kesakitan, tangannya kini menutupi bekas cubitan yang sepertinya akan meninggalkan bekas kemerahan di dalam sana.
"Kau kejam!" ucapnya dramatis. Namun sayangnya, hanya dibalas dengan wajah ketus disertai buangan muka.
Meskipun demikian, pertengkaran kecil yang terjadi kadang-kadang, hal menyebalkan yang kadangkala dilakukan, atau segala hal yang bisa membuatnya kesal dilakukan oleh Yugi Amane, Yashiro Nene sejujurnya merasa senang secara keseluruhan karena kenyataan mengatakan bahwa masih ada orang yang mau menerimanya yang tak bisa berlisan.
*
Selama 16 tahun, Ia hidup dikelilingi cacian. Selama 16 tahun pula Nene menjalani hari dengan rumor buruk yang bertebaran tentang keluarganya. Bahkan, gadis itu tidak kaget saat orang-orang mengatakan bahwa tindakannya yang selalu menerima permintaan tolong telah membuatnya mudah untuk dimanfaatkan.
Yashiro Nene sudah terbiasa, Ia tak perlu membuang waktu untuk air mata tak berguna. Namun, meskipun begitu, setitik dari hati kecilnya menginginkan sosok yang bisa menerima dan mau berkomunikasi dengannya. Walaupun Ia tahu, hal tersebut berkemungkinan kecil untuk terjadi.
Hingga kemudian, Amane datang di tahun pertama SMA. Mengajaknya berbicara walaupun hanya dibalas anggukan atau gelengan. Menghancurkan pemikiran negatifnya tentang Ia yang tidak akan memiliki teman. Lalu mengatakan ....
"Memangnya kenapa kalau kau bisu? Apa itu menghalangiku untuk berteman denganmu?"
"Kau diciptakan begini karena kau punya keistimewaan tersendiri. Lihat saja sisi positifnya, kau bisa menemukan cara menunjukkan bukti tentang sesuatu secara nyata dimana orang lain lebih percaya akan hal tersebut daripada hanya sekedar kata-kata."
"Jika kau memang ingin menegaskan sesuatu lewat kata, masih banyak cara untuk melakukannya, dan masih banyak orang yang akan menerimamu. Contohnya, ya ... aku!"
Lisan Amane tak hanya kebohongan belaka. Ia benar-benar menunjukkan perbuatan yang menggambarkan apa yang telah dia katakan. Entah itu dari terus-menerus menceritakan segala hal kepadanya untuk mengusir sepi, atau menunggunya menuliskan apa yang ingin Nene katakan dengan penuh kesabaran.
Hari demi hari, bulan ke bulan, hingga satu tahun pun tak terasa telah berlalu. Semua tindakan Amane seolah membawanya pada dirinya yang baru. Yang mampu berekspresi dengan bahagia sambil tertawa dalam diam.
Kurangnya kasih sayang dari seorang Ibu dan tak tercukupinya cinta dari sosok ayah, namun besarnya peran sosok lelaki penyuka donat dalam hidupnya telah membuat Nene lebih memperbesar kasih sayangnya terhadap orang lain. Dengan kata lain, sosok bernama Yugi Amane adalah sosok yang paling Nene sayangi seumur hidupnya.
Ya, gadis itu menyadari hal tersebut.
Yashiro Nene menyadari bahwa Yugi Amane adalah orang yang membawakannya perasaan cinta. Ingin rasanya Ia mengungkapkan semua perasaannya, namun tidak bisa. Entah karena malu, atau firasat gadis itu sendiri yang mengatakan bahwa hal tersebut tidak perlu.
Sampai akhirnya, sebuah kabar mengejutkan tiba mencapai indra pendengaran Nene.
"Teman sekelas kalian, Yugi Amane-kun sedang sakit parah dan berada di rumah sakit kota sekarang ini."
Manik magenta kepunyaan sang gadis semakin membulat akibat terkejut bersamaan dengan warna suram yang mulai memenuhinya tak lama kemudian. Nene menggebrak meja, berusaha untuk bersuara, tak peduli berapa banyak pandangan orang tertuju kepadanya. Ia ingin bertanya, meminta izin untuk mendatangi Amane dengan segera. Namun sayang, apa yang tengah Ia derita tidak mendukungnya untuk menuruti apa yang ingin gadis itu lakukan.
Bel sekolah terdengar, membebaskan para siswa dari belenggu pelajaran. Semua orang berbondong-bondong untuk pulang ke rumah mereka. Lain hal-nya dengan gadis bersurai cream yang langsung berlari berlawanan dengan arah jalan menuju rumahnya. Menjalani trotoar dengan terburu-buru, dan tak jarang menabrak orang lain yang berlalu lalang di sekitarnya. Namun, Nene tak peduli. Ia hanya ingin melihat Amane. Ia hanya ingin melihat orang yang begitu Ia sayangi masih membuka matanya.
Dan sekarang, disinilah dia. Menatap kosong kepada sosok yang tengah dirawat oleh tenaga medis di balik kaca rumah sakit tanpa bisa melakukan apa-apa. Nene melirik ke samping, menatap seseorang yang sekilas tampak seperti Amane, yang sepertinya adalah kembaran Amane yang sering diceritakan lelaki tersebut yang ada di kelas berbeda, Tsukasa.
Yang baru saja ditatap ikut melirik ke arah samping, lalu melotot tak percaya, "Kau! Kau pasti Yashiro, 'kan?! Yang sering diceritakan Amane kepadaku?"
Nene mengangguk sebagai jawaban. Tatapannya tampak bertanya bagaimana bisa orang ini langsung mengenalinya begitu saja.
Seolah mengerti, Tsukasa semakin mendekat, "Aku bisa tahu karena bentuk kakimu yang unik. Amane sering sekali membicarakannya!"
'Eh?'
Gadis itu menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Sejujurnya, Ia sedikit kesal. Namun sekarang bukan waktunya untuk itu. Alhasil, Nene hanya bisa mengisyaratkan dengan tatapan bertanya pada Tsukasa, dengan harapan laki-laki ini akan mengerti.
"Amane tiba-tiba sesak nafas." Tsukasa berucap dengan nada sendu, berbanding terbalik dengan nadanya yang tadi.
"Dokter bilang, itu karena radang paru-paru. Dan sepertinya, Amane sudah menahan itu dalam waktu yang cukup lama."
Kedua kaki sang gadis tiba-tiba melemas, hampir saja Ia terjatuh jika saja sebelah tangannya tak bepegangan kepada pintu. Tempo detak jantung serta nafasnya mulai tak beraturan, kepalanya kembali menoleh kepada Amane yang masih terbaring di dalam sana. Bulir-bulir bening yang sejak tadi sudah menggenang di matanya mulai terjatuh. Firasatnya memburuk, kekhawatirannya semakin menjadi, tapi Nene tak bisa melakukan apa-apa. Pada akhirnya, yang bisa Ia lakukan hanyalah berharap akan keselamatan Amane, tak lebih.
*
'Tidak, aku tidak bisa mengatakannya.'
'Tapi aku ingin.'
'Namun, jika aku menyampaikan ini, maka hal tersebut pasti akan semakin membebani Amane-kun.'
'Jadi aku tidak bisa ....'
Gadis itu mengacak-acak surai cream-nya sendiri frustasi. Perasaan buruk dan gelisah yang terus-menerus menghantuinya telah membuat Nene merasa ragu akan pilihannya. Firasat buruknya mendorong dia untuk mengatakan bagaimana cara Ia melihat Amane, namun juga mencegahnya untuk mengatakan hal tersebut.
Pada akhirnya, coretan acak di atas kertas kecil memenuhi meja belajar Nene. Gadis tersebut kemudian menelungkupkan wajahnya, menggigit bibirnya sendiri akibat rasa ragu yang telah beberapa hari menguasai.
Terlalu banyak berfikir, kelopak matanya kemudian memberat. Membawanya pada tidur tanpa mimpi menjalani waktu malam menuju hari besok dengan harapan bisa bertemu dengannya lagi.
*
Angin kembali berhembus menggoyangkan helaian cerah. Sang empu dari rambut panjang tersebut mendudukkan dirinya sendiri di samping sang pemuda yang sudah berhari-hari tidak masuk sekolah.
Nene tersenyum, harapannya malam tadi menjadi nyata. Meskipun rasa gelisahnya tidak hilang, namun setidaknya Amane tampak baik-baik saja sekarang ini. Gadis itu menatapnya dengan rasa syukur dan nafas lega. Amane yang menoleh ke arahnya tersenyum canggung dan memalingkan muka. Nafasnya yang sudah tak beraturan semakin tak beraturan lagi.
"Yashiro, kau terlihat senang," ucapnya tak lama kemudian. Dibalas dengan anggukan ringan yang cukup untuk menjadi jawaban.
Hening untuk beberapa menit, sampai akhirnya beban yang cukup berat terasa di bahu Nene. Perempuan bermarga Yashiro melirik ke arah sang pelaku yang mengistirahatkan kepalanya di atas bahu. Satu tahun mengenal Yugi Amane tidak akan menjadi alasan mengapa dirinya begitu terbiasa dengan sentuhan fisik yang diberikan.
"Aku harap kau akan tetap terlihat seperti itu."
Sebelah alis Nene terangkat. Merasa bingung atas apa yang dikatakan temannya. Namun, hal tanpa kejelasan tersebut sukses membuat rasa gelisah Nene menguat, disertai perasaan buruk tentang apa yang akan terjadi ke depannya lalu semakin membuatnya ragu akan apa yang sangat ingin dia sampaikan.
"Jika aku─"
Perkataan pemuda itu terpotong. Akibat dari telunjuk Nene yang langsung membungkamnya menyuruh dia untuk berhenti berbicara.
Tidak, dia tidak ingin Amane menambah kegelisahannya lagi. Nene tidak ingin semua perkiraan buruknya terjadi. Tidak, dia tidak ingin pemikiran negatifnya semakin menjadi.
Tidak apa-apa jika perasaannya tidak tersampaikan. Tidak apa-apa bila Nene tak bisa menuliskan kata yang ingin Ia katakan. Selama Amane aman dan tetap berada dalam penglihatannya. Selama Amane tidak akan terbebani olehnya, maka itu tidak apa-apa.
*
'Amane-kun tidak akan bisa menerimaku.'
'Amane-kun berhak mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku ini ... tidak ada apa-apanya.'
Begitulah isi pikiran Nene saat ini.
Dia bukan orang yang baik, bukan pula orang yang sempurna. Hanya gadis bisu yang bahkan sempat diserang ragu karena perasaannya sendiri. Yashiro Nene tidak akan bisa dan tidak akan pernah bisa mengatakan kalimat yang mungkin saja bisa merusak pertemanannya dengan Yugi Amane.
Firasatnya buruk, sangat buruk. Terlebih lagi matanya menangkap pemandangan betapa pucatnya wajah lelaki yang Ia sayangi hari ini.
Tidak bisa. Dia tidak bisa membebani perasaan Amane yang merupakan teman terbaiknya selama ini. Dia tidak bisa menambah berat pikiran Amane yang kini tengah berjuang melawan penyakitnya sendiri.
Nene tak bisa melakukan apa-apa. Gadis itu tidak bisa melakukan hal yang berguna untuk mengurangi rasa sakit sang lelaki. Selain membelikannya donat di kantin, Ia tak bisa melakukan apa-apa.
Kakinya melangkah dengan lunglai, bersama dengan beberapa bungkus makanan manis dalam pelukan. Begitu hampir sampai di tempat tujuan, manik magenta kepunyaan Nene membulat melihat kerumunan di depan pintu kelasnya. Ia mempercepat langkah, lalu sedikit berlari untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Tubuh kecilnya menyusup di antara kumpulan orang-orang yang bahkan tidak Ia kenali.
Kala dirinya sampai di dalam kelas, seluruh badannya membatu, seolah tersambar petir di siang hari yang cukup cerah. Kelerengnya menggelap. Mendapati pemandangan dimana cairan merah berbau amis berceceran di atas lantai sekitar bangku Amane.
Tak lama kemudian, sang pelaku dari darah berceceran menoleh ke arahnya. Melotot kaget sambil membersihkan noda gelap dari wajahnya serta pakaiannya meskipun tahu hal tersebut tidak akan berguna.
Dengan cepat, Nene melesat ke arah Amane. Menatapnya dalam sambil menangkup wajahnya dengan air mata yang sudah menggenang. Disisi lain, Amane berusaha melepaskan genggaman sang gadis. Sorotnya tampak khawatir, bibirnya terbuka seolah ingin berteriak.
"Menjauh, Yashiro! K-kau akan tertular!"
Mendengar hal tersebut, Nene menggelengkan kepala cepat. Air matanya menyebar ke seluruh wajah. Rasa takut terlukis jelas dalam raut wajahnya. Bibirnya terus bergerak, berusaha mengatakan sesuatu walaupun tidak berguna.
Amane melemas, begitu pula dengan suaranya, "Yashiro ...!"
'Tidak!'
Nene menggelengkan kepala lagi, tangisnya semakin deras. Tangannya beralih untuk mengangkat Amane, berniat membawanya ke ruang kesehatan. Ia menatap semua orang dengan tatapan memelas, mengharapkan bantuan. Namun, nihil. Semuanya tidak ingin tertular oleh penyakit ini.
"Ya ... shiro ..., hidupku sudah tidak lama lagi ...."
Nene menatap tajam dengan air mata yang masih mengalir, mengisyaratkan untuk diam. Dia tidak ingin mendengarnya. Sekalipun, dia tidak ingin mendengar bahwa orang yang Ia sayangi mengatakan kalimat menyayat itu.
Nene mulai bangkit, mengangkat tubuh Amane seorang diri. Namun akhirnya terjatuh karena kakinya sendiri sudah melemas. Sedangkan pemuda bermarga Yugi tetap berusaha untuk melepaskan dirinya.
"Yashiro!"
'Tidak!'
Kedua tangan Nene terlepas untuk sejenak, lalu beralih menjadi memeluk sang pemuda. Menyembunyikan wajahnya di balik bahu Amane, membasahi pakaiannya dengan air mata.
Suara batuk muncul kembali diikuti dengan keluarnya cairan gelap, mengotori seragam Nene, namun gadis itu malah semakin mengeratkan pelukannya dengan tangisan yang tak kunjung berhenti.
'Aku menyayangimu!' Batinnya berteriak.
'Kau berharga bagiku!' Hatinya semakin sesak.
'Jangan pergi,' ucapnya lagi.
Namun sayang, semua itu hanya ada dalam benaknya semata. Tak bisa ditegaskan lewat kata-kata. Semua perasaannya hanya bisa terpendam dalam hati. Semua kalimat yang ingin gadis itu lisankan hanya bisa didengar jika mereka memiliki kemampuan telepati.
Nene tak bisa mengatakan kata yang sangat ingin Ia ucapkan. Dirinya terus memaksa pita suara untuk melontarkan satu kalimat, namun tidak bisa. Ditambah hal tersebut hanya akan membuat Amane tidak tenang untuk benar-benar pergi. Nene sudah tahu, dia sudah tahu dengan jelas bahwa hidup Amane tak lama lagi. Namun Ia terus menyangkal, akibat keegoisannya sendiri.
Pada akhirnya, isakan tak terdengar dan teriakan dalam hati adalah hal yang bisa Ia lakukan satu-satunya. Kalimat sayang yang Nene ucapkan berkali-kali tak akan pernah tersampaikan pada orang yang harus menerimanya.
Tangisan Nene semakin menjadi. Disisi lain, Amane yang sudah tak sanggup berbicara lagi membalas pelukan sang gadis, membenamkan wajahnya di bahu Nene. Sebelum akhirnya, tubuhnya mulai terasa dingin dan lemas. Diikuti dengan terpejamnya mata berisi bola berwarna cerah miliknya untuk selamanya.
End.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top