-[ D A Y 0.3 ▻ ATSUSHI × KYOUKA ]
Angst Week Pungut Project
Farewell / Rejection
Nakajima Atsushi x Izumi Kyouka
[Bungou Stray Dogs]
AU!
"Akan lebih baik jika kau memberikan itu pada orang lain."
Hidup berdampingan dengan penolakan adalah hal biasa. Menjalani setiap hari dengan tertutupnya hati mereka tak lagi menjadi hal yang bersifat rahasia. Jika orang tuanya sendiri menolak untuk memberikan cinta, lantas bagaimana dengan mereka? Tentunya lebih dari itu, 'kan?
Izumi Kyouka sudah tidak asing lagi dengan kalimat penolakan. Bahkan, Ia mungkin tidak akan kaget bila surat yang gadis itu kirimkan setiap hari berakhir dengan menyedihkan. Masih ada banyak hal yang lebih pantas dikagetkan.
Gadis berkuncir dua itu menepuk loker besi tempat Ia menyimpan surat setiap hari. Lalu menoleh dengan tatapan datar ke arah sekumpulan gadis lain yang berbisik sambil tertawa. Kyouka tidak mau berprasangka buruk, namun gadis-gadis itu tampak seperti bergunjing tentang dirinya.
Yah, dia sebenarnya tidak peduli juga, sih. Lagipula, apa yang orang bicarakan memang benar adanya. Dia suram, dingin, terkadang disebut aneh karena terlihat berbicara dengan diri sendiri. Tak jarang, gadis dengan helaian malam tersebut dijuluki si Penyihir Kesepian. Ditambah dengan rumor yang menyebutkan bahwa Ia pernah membunuh seseorang. Jadi, tidak heran.
Perempuan bermarga Izumi kemudian berjalan, melintasi koridor penuh manusia palsu yang hanya mempercayai apa yang mereka dengar dari bibir ke bibir. Langkahnya segera Ia percepat, menuju tempat dimana Ia setidaknya diterima dan dibiarkan untuk bernafas dengan tenang.
*
Manik samudra bulat berkeliling, menelusuri tempat sepi yang menjadi tempatnya menenangkan hati. Diikuti dengan buangan nafas lelah. Setelah belasan detik berdiri, Kyouka segera mendudukkan dirinya. Kepalanya mendongak, menjuntaikan helaian panjang berwarna biru malam, kelereng ocean-nya tertuju pada langit yang berwarna senada dengan dirinya.
Suara gesekan antara dedaunan kering secara berkala mengalihkan perhatian Kyouka. Kepalanya menoleh kembali, namun tubuhnya tetap santai. Karena Ia tahu siapa yang telah datang.
"Kau datang lagi, Kyouka-chan," ucap sang pelaku dengan senyum cerahnya.
Sang gadis mengangguk, ekspresinya tak berubah namun binar dalam matanya bertambah, "aku selalu datang."
Sosok bersurai abu dengan kelereng dwi warna segera ikut mendudukkan dirinya berhadapan dengan gadis Izumi, "Bagaimana harimu hari ini?"
"Seperti biasa."
Tak ada tanggapan lagi setelah itu. Karena pria tersebut mengetahui, kata biasa yang dilontarkan oleh seorang Izumi Kyouka memiliki arti yang berbeda. Bukan sesuatu yang bagus, bukan pula sesuatu yang datar bagi orang lain. Suatu kata biasa bagi gadis itu adalah kata yang berisi suatu hal yang buruk. Entah itu gunjingan, rundungan, kata maaf yang menyebalkan, atau pernyataan menyakitkan, bahkan siksaan 'ringan' yang seolah-olah mencabut nyawanya secara perlahan. Lalu sialnya, pria tersebut tak bisa melakukan apa-apa.
"Kata 'biasa' milikmu itu tak biasa," komentar Atsushi setelah puluhan detik terdiam.
Kyouka tersenyum tipis, seolah sedang menertawakan dirinya, "Untuk orang lain ... ya begitulah."
"Tapi dengan ada dirimu disini, itu sudah cukup membuat hariku tak biasa," lanjutnya kemudian, sambil menatap lawan bicaranya dalam. "Terimakasih."
Atsushi tertegun, rahangnya tampak seolah-olah akan jatuh. Namun tak lama kemudian, Ia tersenyum dengan garis merah muda di bawah matanya, "Ya, sama-sama."
*
Daun pintu dan lantai putih bergesek, menimbulkan suara berderit yang mengisi hening. Tatapannya berkeliling, menyusuri tempat berantakan dengan barang-barang pecah bertebaran. Gadis itu menghela nafas berat. Lagi-lagi, hal pertama yang Ia lihat adalah bagaimana tempat yang harusnya menjadi 'rumah' baginya hancur bagaikan kapal pecah.
Ini sudah biasa, hal ini tak perlu dipikirkan. Bagaimana kedua orang tuanya saling melukai tidak perlu dipedulikan.
Namun, meskipun motto tersebut sudah Ia terapkan sejak lama. Keinginan Kyouka sebagai seorang anak tetap tak bisa terbantahkan. Sekali saja, sekali saja biarkan Ia memiliki keluarga yang harmonis. Sekali saja, biarkan dia merasakan seperti apa cinta itu. Sekali saja, biarkan dia mengetahui bagaimana cara menunjukkan kasih sayang yang benar itu.
Akan tetapi, itu tidak mungkin. Kyouka tahu dengan jelas, cinta keluarga tidak akan mungkin bisa Ia rasakan. Kasih sayang dari kedua orang tua tak bisa Ia dapatkan. Menghasilkan sosok gadis bersurai malam yang hampir tak bisa merasakan emosi, sosok perempuan yang tak ragu untuk menyakiti makhluk lain selama dirinya aman. Sampai akhirnya, pria bersurai abu datang. Menerima keberadaannya, tidak menolak kehadirannya seperti sang Ibu dan rekan sekolahnya.
Nakajima Atsushi yang mengajaknya bicara saat dirinya menyendiri, kelereng dwi warna yang menatapnya dengan hangat, lalu senyuman tulus yang bahkan tak pernah tertuju kepadanya sekalipun dan dari siapapun seolah membawa Kyouka keluar dari sebagian gelap dalam jiwanya.
Bagi gadis Izumi, kedatangan pria dengan helaian abu serta netra dwi warna berbinar cerah telah membuatnya sedikit demi sedikit merasakan emosi, setidaknya untuk satu orang bernama Nakajima Atsushi. Hanya dalam rentang waktu 3 bulan, sosok yang hanya Ia kenal lewat pembicaraan di halaman belakang sekolah telah membuatnya mengenal apa itu perasaan paling besar untuk seseorang.
Setiap hari dalam gelapnya malam, tangannya tak berhenti untuk menulis segala hal tentang apa yang Ia kagumi dan sukai dari Atsushi. Mengirimkan secarik kertas tanpa nama tersebut ke loker besinya. Kyouka tahu, ini gila. Lebih tampak seperti obsesi dibanding cinta. Namun, Ia tak peduli. Beginilah cara Ia mengungkapkan kata yang tak bisa diucapkan. Beginilah cara Kyouka mengatakan bahwa Ia menyayangi Atsushi.
Meskipun rasa penasarannya tak hilang akan surat yang tak terbalas, Ia tak berhenti. Bahkan jika suratnya berakhir dibakar sekalipun, Kyouka tak peduli meskipun Ia juga tahu Atsushi tidak akan mungkin melakukan itu.
*
"Hey, Izumi-chan!"
Satu suara yang begitu dikenalnya mengisi indra pendengaran, menghentikan aktivitas Kyouka dari membaca buku dalam genggamannya. Gadis itu mengangkat kepala, mendapati pemandangan gadis lain yang begitu Ia benci di kelas ini.
Gadis tersebut duduk di depannya sambil menangkup dagu. Tersenyum ramah dan manis, namun Kyouka membencinya.
"Kau tahu? Aku masih penasaran mengapa kau terus menyelipkan surat ke dalam loker yang tidak ada pemiliknya."
Kyouka mempertajam sorot matanya, kilatan cahaya mengintimidasi semakin terlihat jelas di dalam kelereng samudra, "Maksudmu?"
"Yah, aku hanya ingin memberi informasi. Loker yang kau kirimi surat setiap hari itu tidak berpemilik." Gadis tersebut berkata lagi sambil mengangkat bahu, "Ah, aku lupa kalau kau punya hobi yang aneh. Harusnya aku tidak mengatakan ini, 'kan? Soalnya yang kau kirimi surat setiap hari itu hanya laki-laki khayalanmu."
"Diam!" Sang gadis berkuncir dua menggebrak meja, mengalihkan semua orang di kelas dari kegiatan yang mereka lakukan.
"Oh, wow. Mengapa kau marah? Aku hanya mengatakan kenyataan."
"Kau tidak menyadarinya. Dia ada, di sekolah ini."
"Yang kau maksud pasti hantu." Tawa mengejek pecah seketika. Dan semakin parah ketika cairan merah gelap dan amis keluar dari tangan Kyouka akibat tancapan kuku yang begitu kuat.
"Dia ... bukan khayalan ataupun hantu-."
"Lalu apa? Arwah penasaran?"
Tawa para rekan sekelas kembali pecah. Semakin membuat Kyouka mengepalkan tangannya lebih keras, tak peduli seberapa sakit telapak tangan yang tertancap oleh kuku tajam.
"Dia ... rumahku."
"Kalian yang hanya mengetahui bagian cerah dari dunia tidak akan mengerti. Itu sebabnya kalian tertawa!"
Kyouka menunduk, lalu berjalan meninggalkan kelas bersama tawa mengejek mereka. Sorot menyedihkan dari matanya Ia sembunyikan di balik helaian rambut yang membingkai wajahnya.
'Aku harus menanyakannya.'
*
Suara langkah kaki terburu-buru yang bergesekan dengan rumput serta daun yang basah karena embun mengisi hening. Gadis bersurai malam menoleh kesana kemari berharap orang yang menjadi tujuannya datang meskipun Ia tahu hal tersebut cukup tidak mungkin. Mengingat jam pelajaran sudah dimulai.
Namun, pikiran negatifnya itu sirna seketika kala sebuah kepala muncul dari balik pohon. Menatapnya dengan tatapan polos, lalu menghampirinya dengan segera. Begitu pula dengan Kyouka, berjalan cepat untuk menanyakan hal yang menjadi rasa penasarannya sejak dulu.
Baru saja sang pria akan berbicara untuk bertanya, Kyouka sudah memotongnya, "Atsushi-kun!"
"Uhm, ya?"
"Kau ... apa kau pernah menemukan surat di dalam lokermu yang pernah kau sebutkan letaknya?"
"Huh?"
"Aku ...." Kyouka tercekat, matanya melebar, kelerengnya semakin membulat. Ia kemudian menunduk kembali, "Hampir setiap hari, aku menyelipkan surat ke dalam lokermu. Jadi ... aku penasaran, mengapa kau tidak pernah membalasnya atau membicarakannya."
Atsushi sedikit menganga. Lalu tak lama kemudian, alisnya berkerut, memberikan tatapan yang sulit untuk diartikan bagi Kyouka, "Kyouka-chan ...."
"Aku ... aku menyukaimu. Jadi, aku ... selalu mengirim surat kepadamu. Aku tahu, ini gila. Tapi, aku tidak tahu cara mengungkapkannya, jadi--."
"Aku pikir kau menyadarinya." Atsushi memotong dengan segera. Sang gadis menghentikan acara bicara sambil memiringkan kepala. Sorot dari manik biru-nya seolah meminta penjelasan tentang apa yang baru saja Atsushi katakan.
"Aku pikir, kau bisa membedakan mana yang hidup dan mana yang sudah mati."
"Eh ...?"
"Kyouka-chan, terimakasih karena sudah memberikan perasaan tulusmu padaku, tapi ...." Lelaki tersebut memberikan tatapan menyesal, diikuti dengan helaan nafas sebelum buka suara lagi, "Aku hanya arwah gentayangan di sekolah ini."
Bagaikan tersambar petir di pagi hari, Kyouka mematung. Sorot tak percaya terpancar dari matanya. Bola biru di dalam sana mulai menghitam mendengar pernyataan mengejutkan. Tak lama kemudian, gadis itu terduduk tanpa bisa berkata-kata lagi soal pernyataan tersebut.
"Maaf karena tidak memberitahumu lebih awal, karena kupikir kau sudah menyadari bahwa aku sudah mati," lanjut Atsushi sambil mulai menyamakan tingginya dengan Kyouka. "Aku juga tidak tahu kau akan mencari letak lokerku saat aku mengatakannya."
Disisi lain, Kyouka menggeleng dengan cepat sambil menarik rambutnya, merasa tidak percaya. Sosok yang selama ini dia sukai, nyatanya sudah tidak ada. Sosok yang menjadi tempatnya menenangkan diri, nyatanya adalah arwah yang masih bergentayangan di sekolah ini.
"Tolong katakan, bahwa semua ini bohong. Katakan bahwa kau bercanda, Atsushi-kun!" Kyouka berteriak, diikuti dengan air mata yang mulai mengalir menyusuri pipinya.
"Kau boleh menolakku, membakar surat-suratku, atau membuang perasaanku, tapi tolong katakan bahwa kau sebenarnya masih ada di dunia ini!"
Kyouka terisak, dadanya terasa sesak. Sedikit dari hati yang Ia miliki berharap bahwa yang dikatakan hanya candaan semata. Namun, harapan tersebut harus sirna karena tatapan menyedihkan yang Atsushi tujukan kepadanya.
"KATAKAN, KAU BERCANDA, 'KAN?!"
"Kau pasti menyadari bahwa kau sendiri bisa melihat makhluk tak kasat mata. Bukankah begitu?" Atsushi mengajukan pertanyaan retorik. Dimana hal tersebut semakin membuat hati sang gadis tertusuk.
"Ini ... bohong."
"Maaf ... aku menghargai perasaan yang kau berikan kepadaku."
"Hentikan."
"Tapi, aku tidak bisa menerimanya."
"Tolong, hentikan."
"Karena kita berbeda."
"HENTIKAN!" Kyouka menjambak rambutnya sendiri, berteriak lalu kembali mengeluarkan isakan menyayat. Dimana Atsushi sendiri sangat ingin menghentikan apa yang dia lakukan, akan tetapi, Ia tak bisa menyentuhnya.
Gadis itu memeluk dirinya sendiri. Terkadang memukul dadanya untuk menghilangkan sesak yang ada walaupun sesak tersebut tidak akan berakhir.
Kyouka akan menerima segala kenyataan menyakitkan. Ia akan menerima penolakan, akhir surat yang menyedihkan, atau bahkan dibuang sekalipun, Kyouka akan menerimanya. Namun, tidak dengan kenyataan bahwa orang yang paling Ia cintai telah meninggalkan dunia ini. Dimana Ia sendiri tak pernah bertemu orang yang bisa menerima gadis itu apa adanya selama dia masih hidup.
Tangisnya semakin pilu, sesaknya semakin menjadi, membuat siapapun yang melihatnya akan iba kepadanya. Disisi lain, Atsushi tak bisa melakukan apa-apa.
"Maafkan aku."
"Akan lebih baik jika kau memberikan perasaan tulusmu kepada orang lain."
End.
Ini harusnya diceritain dalam ceritanya, tapi aku bingung harus nyimpen dimana biar jadinya ga bertele-tele. So, sebenernya ....
Atsushi meninggal karena bundir. Makanya dia jadi arwah gentayangan. Dan lokernya ga ada yang ngisi lagi karena takut kebawa sial.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top