𐙚˙⋆.˚ 16. Janji Amarah
"Sorry. Apa kaki lo sakit banget? Bel masuk kelas udah bunyi, jadi gue buru-buru bawa kotak kardusnya," ucap Joshena.
Angin berembus, menerbangkan helaian rambut Joshena. Di saat bola mata Joshena menatap bola mata Dika, Dika langsung menutup rapat bibirnya. Dia mematung, tak bisa berpikir cepat untuk kembali mengumpat pada Joshena. Ada sebuah penyesalan, ketika dirinya sudah berucap kasar pada gadis yang sebenarnya dia tabrak lebih dahulu.
Ucapan Dika dengan nada tinggi, terdengar di kuping Jingga. Jingga langsung menghampiri keduanya, kemudian berjongkok dan membantu Joshena. Gadis itu memunguti kerajinan-kerajinan yang terjatuh, baru kemudian memasukkannya ke dalam kotak di tangan Joshena. Baru kemudian berkata kepada Dika, "Lo harusnya minta maaf sama Kak Joshena. Bukan malah ngatain karya yang susah payah dia kerjain, buat dijual."
"Asal lo tahu, barang yang lo katain rongsokan ini bisa jadi barang bernilai tinggi, dan bisa ngehasilin duit! Sementara lo? Selain bisa minta duit sama nyokap lo, bisa apa?" omel Jingga merasa kesal sendiri.
Biasanya, Dika adalah manusia cerewet yang selalu berkomentar tanpa berpikir dua kali. Dia senang berdebat hal kecil dengan Jingga. Namun kali ini? Tiba-tiba Dika ikut mengambil sebuah gelang dan memasukkannya kembali ke kotak Joshena. Pemuda itu memalingkan wajahnya ke arah lain, sembari berucap, "Lain kali hati-hati kalo bawa sesuatu."
"Dan... kalo... kalo... kalo... lo ngerasa gak sanggup... bawa kotaknya, coba minta bantuan sama orang lain," ucap Dika, baru kemudian melarikan diri begitu saja.
Sikap Dika yang tak seperti biasanya membuat Jingga mengernyitkan kening. Berbeda lagi dengan Joshena yang malah tertawa, mendapati Dika tak sanggup menatap matanya untuk waktu yang lama. Dia berkomentar, "Lucu."
Sementara Jingga menyilangkan tangan di depan dada. Gadis itu memberitahu Joshena, "Lucu apanya, Kak? Apa Kakak gak tahu, kalo cowok tadi itu julidnya minta ampun? Pokoknya, jangan dengerin apa yang dia bilang, dan semangat berkarya."
"Makasih, Jingga," ucap Joshena dengan sudut bibir melengkung ke atas.
•••
Jam istirahat, Jingga gagal memberikan jaket Harsa pada pemiliknya. Padahal dia sudah pergi ke markas Harsa, atau bahkan bertemu Dika. Namun, Jingga sendiri belum juga bertemu dengan Harsa. Terpaksa, Jingga akhirnya kembali membawa jaket Harsa pulang ke rumah.
Di saat Jingga sudah memutuskan untuk mengembalikan jaket Harsa di lain waktu, Jingga menemukan sosok Harsa di gerbang sekolah, yang sedang dikerumuni oleh beberapa gadis. Dia ingin langsung mengembalikan jaketnya, tetapi ada sebuah perasaan mengganjal yang membuat Jingga berbalik dan mengurungkan niatnya.
"Balikinnya besok aja. Lagian, kayaknya dia gak butuh jaketnya, dan sibuk gombalin cewek-cewek," gumam Jingga, mendengkus tanpa sadar.
Ketika Jingga melangkah melewati Harsa begitu saja, Harsa tak tinggal diam. Pemuda itu memanggil Jingga, hingga Jingga mengeluarkan napas panjang, dan berbalik ke belakang. Dengan tatapan tajam, Jingga bertanya, "Apa?"
Harsa tersenyum, dan berpamitan pada satu persatu gadis. Dia berjalan ke arah Jingga dengan tangan yang bersembunyi di belakang punggung. Baru kemudian merampas tas yang Jingga pegang. "Ada yang bilang, kalo lo nyari-nyari gue. Ternyata, mau balikin jaket ini?"
Jingga berkata, "Makasih," lalu berbalik dan meninggalkan Harsa tanpa banyak bicara. Hal itu membuat sudut bibir Harsa melengkung ke bawah. Meskipun pemuda itu mendapatkan banyak objek hiburan untuk menyenangkan hatinya. Namun, mengganggu Jingga adalah bagian favoritnya. Dia ingin membuat Jingga memperhatikannya, tetapi alih-alih memperhatikannya Jingga sekarang malah berbalik badan atas permintaan sang ibu.
Sebelum Jingga melangkah lebih jauh, Jingga sempat berbalik dan berpesan, "Jangan mesra-mesraan di depan gerbang sekolah. Meskipun gak keliatan satpam dan guru, tapi gak pantes dilihat orang yang lewat."
"Lo cemburu?" tanya Harsa langsung pada intinya.
Kepala Jingga bergeleng dengan cepat. Dia mengelak, "Ya... yakali gue cemburu! Gue cuman gak mau nama sekolah kita makin tercoreng."
Ucapan Jingga yang bergetar, bersamaan dengan wajah Jingga yang menyerupai cumi-cumi membuat Harsa melengkungkan sudut bibirnya. Pemuda itu berkata, "Gue juga gak suka liat lo deketan sama si Songong lesung pipi. Jadi, mendingan lo jaga jarak sama dia."
Jingga mengernyitkan kening, lalu berucap, "Gak jelas lo! Kenapa nyambung-nyambungin hal ini sama Kak Stefan?! Lagian Kak Stefan cowok baik-baik!"
Harsa menutup kelopak matanya, sembari menyilangkan tangan di depan dada. Dia lalu berkata, "Kayaknya, lo masih belum sadar kalo si Stefan itu gak kayak kelihatannya."
"Gue mungkin saat ini belum punya bukti buat ngungkap tingkah laku dia sebenernya. Tapi gue harap, lo gak terlalu deketin dia, apalagi sampai mau jadi pacar dia," lanjut Harsa.
Jingga mendengkus, dan memutuskan untuk berpaling dari Harsa. Namun, Harsa tiba-tiba mengingatkan, "Jingga, gak semua yang lo liat sekilas, adalah kenyataannya."
"Barusan gue gak asal deketin cewek sembarangan. Tapi gue sengaja nyari tahu, pelaku perusak karya seni," lanjut Harsa.
Jingga bertanya, "Apa hubungannya sama deketin cewek-cewek? Lagian... gue udah bilang kan, kalo lo gak perlu nyelidikin soal itu lagi."
Harsa membalas, "Walaupun taruhan gue lo cabut gitu aja, tapi gue tetep mau menuhin janji gue sama lo."
"Dan para cewek tadi adalah biang gosip sekolah. Mereka bilang, kalo mereka gak terlalu merhatiin ruang seni karena fokus ke klub kewirausahaan yang lagi jualan di depan ruang seni," ucap Harsa.
"Dan tebak apa yang gue temuin lagi? Ternyata salah satu anggota klub kewirausaha---" Belum sempat Harsa mengakhiri ucapannya, tiba-tiba Chandra berlari ke arah Jingga. Pemuda itu mempercepat langkahnya dengan napas terengah-engah. Dia menatap Jingga dengan tatapan yang tak bisa Jingga artikan. Baru kemudian berkata, "Kak Jingga. Lo tadi mau ngomong apa sama gue? Gue... gue... sekarang ada yang mau gue ungkapin ke lo."
Harsa menyilangkan tangan di depan dada. Pemuda itu langsung menahan pergelangan tangan Jingga, untuk tidak pergi berdua dengan Chandra. Harsa memberitahu, "Kalo mau ngomong apa pun, ngomong juga di depan gue."
Chandra menundukkan kepala, lalu mengusap luka di pipinya. Dia berkata pada Harsa, " Bukan urusan lo."
"Ada urusan apa?" tanya Jingga penasaran.
Jingga menghempaskan tangan Harsa, kemudian mendekat ke arah Chandra. Dia menunggu Chandra bersuara, hingga akhirnya Chandra menyatukan kedua tangannya di atas wajah, dan berkata, "Maaf! Maaffin gue, Kak! Gue ngaku salah! Maaf karena udah berbohong, dan berusaha nyembunyiin kebenarannya!"
"Gue pelakunya! Gue orang ngerusak karya seni sekolah! Jadi, tolong! Jangan cari tahu lagi, dan memperpanjang urusan ini!"
"Gue udah siap nerima risikonya! Meskipun... meskipun ada kemungkinan kalo gue dikeluarin juga! Gue minta maaf, Kak!"
"Lo selalu bantuin gue, tapi gue... gue... gue malah bikin lo terlibat masalah. Sekali lagi, gue minta maaf," ucap Chandra, yang tak dipercayai Jingga begitu saja.
Ada sebuah rasa penasaran, yang tak bisa Jingga katakan dan hanya tersimpan di pikiran.
•••
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top