14 | Kesedihan Angga
"Hanya karena keegoisan satu orang, semua kena imbasnya. Bahkan kebahagiaan bisa saja hancur berkeping-keping olehnya."
∆∆∆
Anggi menunggu Anand di depan gerbang sekolah, tadi—abangnya itu mengatakan ia yang akan menjemput Anggi. Sementara Elin, dia sudah pulang duluan sedari tadi.
Mobil Angga melintas dan berhenti tepat di depan Anggi, Anggi pikir Angga akan turun dan menawarkannya tumpangan. Tapi ternyata tidak, yang turun bukanlah Angga, melainkan Nella.
Anggi diam saat Nella mulai menghampirinya, dan saat Nella sudah sampai di depannya Anggi masih diam, ia menunggu Nella bicara lebih dulu.
"Nggie, lo ngapain di sini?" tanya Nella.
"Nungguin jemputan," balas Anggi ala kadarnya.
Suara klakson terdengar beberapa kali, membuat Anggi dan Nella menoleh ke arah Angga yang sepertinya menyuruh Nella untuk cepat masuk.
Seolah paham, Nella segera mengakhiri percakapannya dengan Anggi. "Ohh, yaudah. Gue sama Angga duluan ya Nggie, bye."
Setelah itu, mobil Angga melesat dengan tak tahu dirinya, meninggalkan Anggi yang mematung di tempatnya.
Anggi pikir, setidaknya Nella akan menawarkannya tumpangan, tapi ternyata ia sama saja dengan Angga. Anggi rasa ada yang aneh dengan diri Angga, tidak biasanya dia bersikap seperti itu dengan Anggi, biasanya dialah orang yang memaksa agar Anggi pulang dengannya, tapi sekarang? Entahlah, sikap Angga sangat suka berubah-ubah, Anggi bahkan dibuat bingung olehnya, sebenarnya Angga itu menyukainya atau tidak?
"Nggie, ngelamunin apa sih?"
Anggi tersentak kaget saat Anand tiba-tiba saja sudah berada di depannya, sebenarnya tidak tiba-tiba, Anggi saja yang tidak menyadari kehadiran abangnya itu.
"Nggak ada kok, Abang lama deh jemputnya," ucap Anggi kesal.
"Ya sorry, tadi di jalan macet Nggie."
"Yaudah, cepetan kita pulang." Anggi segera masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Anand.
∆∆∆
"Maksud Mama apa?" Angga tidak habis pikir dengan keinginan kedua orang tuanya, mereka berdua sama-sama ingin bercerai, itu sebabnya tadi Angga buru-buru pulang ke rumah.
"Kamu tahu kan Ngga, hubungan Mama sama Papa sudah berantakan, kami rasa tidak ada lagi alasan untuk kami mempertahankan semuanya," ucap Gitta—mama Angga.
"Termasuk aku?" tanya Angga berkaca-kaca.
Gitta menghela napas berat, ia dibuat pusing dengan semuanya, disisi lain ia ingin mempertahankan, tapi ia juga tidak ingin dikekang.
"Sudahlah Ngga. Sekarang kamu pilih, mau ikut Mama atau Papa?" Gitta memberikan dua pilihan pada Angga, kepada siapa ia akan tinggal nanti.
"Ma, aku mohon tolong pertimbangan lagi semuanya."
"Keputusan Mama dan Papa sudah bulat, kami sudah memutuskan untuk bercerai. Terserah sama kamu, mau tinggal sama Mama atau Papa?"
Angga mengusap wajah frustasi, kenapa keluarganya harus seberantakan ini? Bolehkah ia iri dengan keluarga-keluarga yang bahagia di luar sana?
"Ngga, Mama harap kamu ngerti. Mama pergi dulu." Gitta mencium kening Angga, lalu ia berlalu sambil menggeret kopernya ke luar rumah.
Sebelum benar-benar pergi, Gitta berbalik dari arah yang lumayan jauh dari Angga. "Mama harap kamu cepat memutuskan akan dengan siapa kamu tinggal nanti." Setelah mengucapkan itu, Gitta—mamanya Angga itu telah benar-benar pergi, ia meninggalkan banyak kenangan di rumah ini, rumah yang menjadi saksi Angga dibesarkan hingga saat ini.
"Cihh, sama siapapun gue tinggal nanti sama aja. Mereka nggak pernah ada waktu buat gue, mereka sibuk sama urusan masing-masing." Angga berucap sinis, ia mengepalkan kedua tangannya erat, ia marah dengan keadaan.
Angga mengambil telponnya, ia terlihat menelpon seseorang. "Jer, lo dimana?"
"..."
"Gue ke sana sekarang," ucap Angga sambil berlalu menuju motornya berada.
"Angga." Nella memanggilnya, sepertinya ia baru keluar dari kamar yang ia tempati saat menginap di rumah Angga.
Angga berbalik, "kenapa?" tanyanya.
"Lo mau kemana?"
"Bukan urusan lo," ucap Angga dingin, kemudian berbalik kembali meninggalkan Nella.
Nella tersentak, ada apa dengan nada bicara Angga? Kenapa dia kelihatan sangat marah sekali?
∆∆∆
Jerry diam, ia memperhatikan Angga yang kelihatan sedang marah, padahal ia baru saja datang ke rumahnya, dan sekarang mereka sedang berada di kamar Jerry untuk bermain PS.
"Kenapa muka lo? Serem banget tau nggak!" celetukan Ken membuat Angga menoleh, ia tersenyum masam.
"Gue rasa hidup gue terlalu menyedihkan."
Jerry dan Ken seketika saling pandang, mereka bingung dengan apa yang sedang Angga ucapkan.
"Bokap nyokap gue mau cerai," lanjut Angga yang membuat Jerry dan Ken sama-sama menoleh kaget ke arahnya.
"Kenapa?" tanya Jerry pelan, ia takut membuat Angga marah.
"Kata nyokap udah nggak ada lagi alasan untuk mereka mempertahankan semuanya." Angga tertawa hambar saat mengingat ucapan mamanya, "bahkan gue sendiri nggak bisa jadi alasan untuk mereka tetap nggak bercerai, miris kan?" lanjutnya dengan getir.
Jerry dan Ken hanya diam mendengarkan dengan seksama, mungkin Angga sedang ingin bercerita.
"Dari awal mereka emang nggak pernah nganggep gue ada, mereka cuma mikirin diri sendiri. Mereka nggak pernah punya waktu sama gue, mereka terlalu sibuk sama kerjaan mereka. Mama yang keras kepala, lalu Papa yang pemarah, keluarga gue nggak seberuntung keluarga kalian semua. Gue ngerasa sendirian, nggak ada yang ngedampingin gue." Tanpa sadar Angga menitikkan air mata, ia benci saat harus mengingat kembali semua yang pernah ia lalui dengan keluarganya.
Jerry yang berada di samping Angga menepuk-nepuk pelan punggung Angga, ia tahu saat ini Angga sedang bersedih.
"Lo selalu punya kita Ngga, lo nggak sendirian," ucap Ken menenangkan.
"Gue tahu, kalian beda. Bahkan kalian lebih peduli sama gue melebihi keluarga gue sendiri."
Untuk pertama kalinya Angga merasa beruntung mepunyai sahabat seperti Jerry dan Ken, mereka berdua selalu ada disaat masa kelam hidupnya, seperti saat ini misalnya.
∆∆∆
Terimakasih sudah setia menunggu cerita ini update:)
Absen dong, yang udah baca part ini angkat tangannya coba: )
Jangan lupa vote dan comment yaa.
Dan jangan lupa follow wattpad aku biar nggak ketinggalan notif Anggi & Angga update nantinya.
Salam, sriiwhd
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top