09 | Goodbye Putih Biru and You!
"Nggak ada candaan yang menyangkut perasaan. Jika ada, maka itu permainan yang menyakitkan."
🔹🔹🔹
Pulang sekolah tadi, Anggi menyuruh Elin dan Fara untuk datang ke rumahnya, karena ia akan menceritakan semuanya yang beberapa waktu ini menyita perhatiannya.
Dan saat ini mereka sudah berada di kamar Anggi, dengan Fara yang asik ngemil makanan yang baru saja dibawakan oleh Andin, mamanya Anggi. Sedang Elin sudah siap untuk mendengarkan Anggi yang akan bercerita atau lebih tepatnya biasa disebut curhat.
"Jadi gimana Nggie? Kata Angga, waktu kalian jalan bareng, lo ketemu sama temen SMP lo?" tanya Elin memastikan ucapan Angga waktu itu, dan lagi mereka ini baru mengenal saat menjadi siswa baru setahun yang lalu, jadi tak terlalu tahu tentang masalalu masing-masing saat SMP dulu.
Anggi berdehem pelan, ia menarik napas sedalam-dalamnya agar membuatnya lebih tenang sebelum bercerita tentang masalalunya saat SMP dulu.
"Jadi, waktu gue jalan sama Angga kemarin, gue ketemu sama Jian. Dan dia sama pacarnya."
"Jian? Mantan lo Nggie?" potong Fara sebelum Anggi sempat menyelesaikan ceritanya lebih lanjut.
"Diem dulu napa sih Far, dengerin Anggi dulu." Elin memperingati dan Fara hanya mencebikkan bibirnya kesal walaupun akhirnya ia menurut.
"Jian bukan mantan gue, tapi hampir."
Elin dan Fara kali ini benar-benar diam karena tak ingin menyela ucapan Anggi, membiarkan gadis itu bercerita lebih lanjut. Mereka sangat penasaran dengan kata 'hampir' yang dimaksud oleh Anggi, maklum sih Duo Kepo.
"Waktu itu gue deket banget sama Jian, gue udah ngerasa nyaman sama dia. Kita itu selalu nempel layaknya orang pacaran, ke sana ke sini selalu berdua. Kita itu temen tapi rasa pacar."
"Dan sampai pada acara perpisahan sekolah, gue tahu tentang hal itu, entah Jian mempermainkan gue atau apa, yang jelas gue merasa dipermainkan saat itu. Dan sampai sekarang, gue nggak pernah tahu apa alasan dia ngelakuin hal itu sama gue." Dengan mata berkaca-kaca, Anggi seolah kembali ke masa itu, semuanya terekam jelas di otak bahkan hatinya, saat-saat manisnya bersama Jian bahkan saat Jian mengenalkan Maudy untuk pertama kalinya.
"Happy birthday!" seru cowok itu dengan lantangnya, ditangannya terdapat kue ulang tahun berukuran kecil berbentuk hati.
Anggi yang baru saja membukakan pintu menahan senyumannya seraya menghampiri cowok itu, seseorang yang sedang dekat dengannya.
Hari ini ulang tahun Anggi, cowok itu mendiamkannya selama di sekolah hingga membuat Anggi kesal setengah mati. Dan tiba-tiba saja dia datang ke rumahnya dengan membawa sebuah kue berbentuk hati, romantis bukan? Kekesalan yang tadi dirasakan oleh Anggi pun hilang entah kemana, kini tergantikan dengan suasana hati yang berbunga-bunga.
"Gimana? Romantis kan gue?" Lucu sekali, rasanya Anggi ingin tertawa mendengar pertanyaan cowok itu, tapi berusaha ia tahan sebisa mungkin.
"Romantis apaan? Biasa aja juga," jawab Anggi masih sok cuek, ia terlalu gengsi hanya untuk mengakui jika ia sangat bahagia mendapat kejutan dari seseorang yang sekarang ini terus wara-wiri dihatinya.
"Kenapa sih? Masih marah ya gara-gara gue diemin tadi? Gue kan cuma bercanda, mana bisa sehari gue nggak ngomong sama lo, apalagi nggak ketemu, bisa-bisa gue sakit mala rindu lagi."
Gombalan receh mungkin, tapi mampu memporak-porandakan hati Anggi. "Cuih, gombal mulu deh," kesal Anggi seraya mencubit lengan Jian, dan lelaki itu hanya bisa meringis pelan gara-gara cubitan maut yang baru saja diberikan oleh Anggi.
"Btw, gue nggak disuruh duduk nih? Pegel tau megangin kue," ucap Jian seraya memperlihatkan wajah tampannya yang sedang memelas.
"Di rumah lagi gak ada orang, jadi duduknya di teras aja ya?" ucap Anggi dan diangguki oleh Jian yang sekarang sudah mendaratkan bokongnya di kursi kayu yang ada di teras rumah Anggi.
"Emangnya Tante Andin sama Bang Anand ke mana?"
"Tadi kata Mama sih mau keluar bentar, kalau Bang Anand sih gak tau."
Jian hanya ber-oh ria, karena selanjutnya lelaki itu sibuk dengan kue yang dibawanya, ia menyuruh Anggi untuk mengambil pisau kecil untuk memotong kuenya. Anggi lantas masuk ke dalam rumah untuk mengambil pisau kecil. Setelah mendapatkannya disodorkannya lah pisau itu ke Jian, tapi malah lelaki itu menyuruhnya untuk menaruh saja di atas meja.
"Gue punya sesuatu buat lo." Justru kata itu yang dilontarkan oleh Jian setelah menyuruhnya untuk menaruh pisau itu tadi.
Anggi mengernyitkan keningnya bingung. "Apa?"
"Tadaaa."
Sebuket bunga mawar putih, bunga kesukaan Anggi. Jian mengeluarkannya dari belakang, entah kapan dan di mana lelaki itu mengambilnya? Mungkin saat Anggi pergi mengambil pisau tadi, karena yang Anggi lihat sebelumnya Jian tak membawa apa-apa selain sebuah kue berbentuk hati itu.
Anggi sangat menyukai bunga pemberian Jian, tak henti-hentinya ia mengucapkan terimakasih atas surprise kecil yang diberikan Jian untuknya, ini moment spesial yang pasti akan selalu Anggi ingat hingga nanti.
Sebelum memotong kue, Jian mengajak Anggi untuk berfoto terlebih dahulu, tapi ia tak ingin selfie. Hingga akhirnya, mereka menyetop asal seseorang yang tengah berjalan di depan rumah Anggi hanya untuk memfoto mereka berdua. Di foto itu, Anggi dan Jian sama-sama menatap ke depan dengan Jian yang memegang kue ulang tahun lalu Anggi yang memegang buket mawar putih pemberian Jian, mereka berdua sama-sama tersenyum bahagia. Waktu itu, dua bulan sebelum acara perpisahan sekolah.
Anggi dan Jian selalu menghabiskan waktu bersama hingga detik-detik terakhir perpisahan sekolah, tapi sekarang yang menjadi pertanyaan Anggi, mereka berdua itu apa? Semuanya seolah digantung oleh Jian. Pernah waktu itu Anggi nekat untuk bertanya, tapi jawaban Jian justru terdengar ambigu, ia hanya menjawab 'kita itu spesial' Anggi masih tak mengerti kenapa Jian tak memberikan kepastian kepadanya.
Hingga saat acara perpisahan sekolah tiba, akhirnya Anggi mengetahui alasan selama ini Jian menggantungnya. Dia adalah Maudy, seseorang yang baru saja dikenalkan oleh Jian sebagai pacarnya. Anggi tak bisa berkata-kata lagi, ia hanya diam memperhatikan wajah tanpa dosa milik Jian, seolah-olah ia tak sedang melakukan kesalahan apapun.
Jadi, selama ini Anggi hanya dipermainkan? Sakit memang, tapi Anggi tak punya hak untuk protes ataupun marah, karena ia masih bukan siapa-siapa bagi seorang Jian, mungkin ia hanya mainan sesaat untuk lelaki itu, dia sama sekali tak pernah serius dengannya.
Hati Anggi tercabik-cabik, ia memutuskan untuk pulang lebih awal dari acara perpisahan sekolah itu, sekaligus acara perpisahannya dengan Jian, yah-secara tak langsung mereka akan terpisah. Setelah sampai di rumah, yang dilakukan Anggi adalah menangis sesegukan, ia menangisi pacar orang, terdengar sangat lebay memang, tapi kenyataannya memang begitu.
Mulai dari sekarang, Anggi akan menjaga jarak dengan Jian, ia benci dengan kenyataan bahwa selama ini ia hanya diberikan harapan palsu, harapan yang menimbulkan hantaman besar bagi kehidupannya.
Intinya nanti di masa depan, Anggi tak akan mau jatuh ke lubang yang sama lagi. Goodbye Putih biru and goodbye you!
🔹🔹🔹
Korban php mana suaranya?
Salam, sriiwhd
15 April 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top