07 | Hai, Apa Kabar?

"Kalau gue bilang nggak baik, apa lo bakal peduli? Tapi sayangnya, gue gak punya hak untuk itu."

🔹🔹🔹

Setelah keluar dari bioskop, Angga mengajak Anggi berjalan-jalan mengelilingi mall, melihat-lihat sesuatu yang mungkin saja ada yang ingin mereka beli.

"Lo mau es krim?" tawar Angga setelah melihat penjual es krim yang mereka lalui.

"Gue gak suka es krim." Jawaban dari Anggi sukses membuat Angga terkejut, karena setahunya seorang perempuan itu biasanya sangat menyukai es krim, tapi tidak untuk Anggi.

"Kenapa? Es krim kan manis, lo cewek pertama yang gue kenal gak suka makan es krim."

"Enggak semua yang manis terasa enak. Seperti sikap seseorang yang awalnya manis, tapi ujung-ujungnya pahit, nggak enak banget, sumpah deh," ucap Anggi sok puitis.

"Wow, kena angin dari mana lo bisa ngomong gitu?" ledek Angga sambil menertawakan ucapan Anggi barusan, bahkan Anggi sendiri tak menyadari mengapa ia bisa mengucapkan hal itu.

"Apasih, ngeselin deh!"

"Canda Nggie, lo mah dikit-dikit marah!"

Angga tiba-tiba berhenti di tempat di mana aksesoris berada, di sana ia mengambil beberapa ikat rambut kecil yang berwarna-warni, terlihat sangat unyu.

"Ngapain?" tanya Anggi heran.

"Nih." Angga memberikan ikat rambut itu untuk Anggi. "Gue liat lo kayak kepanasan gitu, mending lo ikat aja rambut lo," lanjutnya lagi.

Benar ucapan Angga, Anggi sangat merasa panas dan juga gerah. Tak menolak sama sekali, Anggi lantas mengambil satu ikat rambut yang disodorkan oleh Angga.

"Ambil semuanya," suruh Angga.

"Nggak ah, satu aja."

"Ambil."

Karena paksaan Angga, jadilah Anggi menerimanya saja, dan ia segera mengikat rambutnya dengan salah satunya, sisanya ia masukkan ke dalam sling bag miliknya. Angga sendiri langsung membayar ikat rambut tersebut.

Setelah itu, mereka berdua pergi ke salah satu kafe untuk mengisi perut mereka yang mulai terasa lapar. Anggi memesan makanan yang sama dengan Angga karena ia tak ingin ribet dalam hal memilih.

"Anggi? Hai, apa kabar?"

Suara familiar itu membuat Anggi mendongakkan kepalanya untuk melihat apakah benar orang itu adalah seseorang yang pernah menempati hatinya dulu?

"Jian?"

"Iya, ini gue, lo ingat?"

"Sangat-sangat ingat, seseorang yang pernah menjatuhkan gue," batin Anggi dengan miris.

"Udah dua tahun lebih ya kita nggak ketemu, gak nyangka sih bisa ketemu lo di sini," lanjut cowok yang bernama Jian itu.

Angga menatap heran ke arah keduanya, karena jujur ia tak kenal dengan orang yang baru saja menyapa Anggi ini.

"Lo apa kabar?" tanyanya lagi dan kini Jian sudah ikut duduk bersama mereka.

"Yah, seperti yang lo lihat, gue sangat-sangat baik," jawab Anggi, padahal hatinya ingin sekali menjerit tidak.

"Siapa? Pacar lo?" tanya Jian, melirik ke arah Angga.

"Bukan, temen gue," balas Anggi.

Angga segera memperkenalkan dirinya kepada Jian. "Angga," ucapnya sambil bersalaman dan dibalas oleh Jian yang juga memperkenalkan dirinya.

"Ngomong-ngomong, Maudy apa kabar?" tanya Anggi berusaha untuk biasa saja, walaupun sebenarnya berat untuknya menanyakan hal itu.

"Hmm, dia baik. Dia juga ada di sini kok," jawab Jian.

"Terus dia ke mana?"

"Ke toilet sebentar, nah itu dia!" tunjuk Jian pada seorang cewek cantik yang sekarang menghampiri meja mereka.

"Hai, lo Anggi kan? Temen SMP-nya Jian dulu?" tanya Maudy memastikan.

Anggi mengangguk pelan. "Langgeng ya kalian? Udah dua tahun lebih lho."

"Ya, seperti yang lo lihat," balas Maudy seraya tersenyum.

Angga yang tak paham dengan yang dibicarakan mereka hanya diam dan mendengarkan saja.

"Eh Nggie, kita duluan ya," pamit Maudy dan diikuti Jian yang juga langsung pamit.

"Bro, duluan!" seru Jian kepada Angga yang hanya mengangguk saja.

Angga yang melihat ekspresi Anggi seperti memahami sesuatu, apa Anggi pernah menyukai Jian? Sepertinya begitu, tapi ia tak ingin menanyakan lebih lanjut terlebih dahulu.

Setelah makanan mereka datang, Anggi sudah tak berselera untuk makan lagi. Seleranya sudah hilang lantaran ia kembali bertemu dengan Jian dan Maudy. Yang dilakukannya hanyalah mengaduk-aduk makanan itu, hal itu tak luput dari penglihatan Angga.

"Di makan, jangan cuma diaduk-aduk aja," tegur Angga.

"Eh," ucap Anggi refleks karena kaget.

"Kenapa?" tanya Angga.

"Nggak papa, gue udah kenyang. Pulang yuk!" ucap Anggi mengajak Angga untuk pulang.

Angga hanya menurut saja, setelah pertemuan mereka dengan Jian tadi, Anggi jadi pendiam seperti ini. Bahkan saat sampai rumahnya pun ia hanya diam, berbicara hanya ala kadarnya saja, Angga yang paham akan hal itu tak ingin banyak bertanya, seseorang tidak akan suka jika ditanya-tanya dalam situasi seperti ini.

Anggi diam merenung, kenapa dia harus begini? Bukankah ia sudah merelakan Jian, bahkan tanpa ia relakan, Jian bukan siapa-siapa baginya, Jian hanyalah seorang teman semasa SMP-nya dulu. Dan lagi, Jian sudah memiliki Maudy di sisinya. Hari itu, pikiran Anggi sangat kacau. Seperti kaset rusak, kenangannya bersama Jian kembali berputar di kepalanya.

🔹🔹🔹

Hallo, gimana part ini?
Kalian lebih penasaran sama masa lalunya Anggi? Atau
Masa depannya Anggi dan Angga?

Kalau penasaran pantengin terus cerita ini sampai selesai!

Salam, sriiwhd
05 April 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top