BAB 54

Harusnya ini gue updatenya kemarin, problem kuota yang habis emang selalu menghambat wkwk


happy reading guys


jangan lupa tinggalkan komentar sama pencet bintang nya ya


***

Seorang perawat menghampiri Dave. "Sebelumnya Rosa menitipkan sesuatu padaku."

Dave mengernyitkan alisnya. Rosad mendekat lalu mengikuti perawat itu keluar dari ruangan.

Perawat itu menuju ruang ganti perawat dan menuju lokernya. Itu terbukti dengan ada nama si perawat di pintu loker.

Rosad dan Dave penasaran kenapa perawat ini menyuruh mereka untuk ikut dengannya. Akan tetapi, mereka berusaha untuk diam dan tak bertanya sampai perawat itu mencongkel bagian bawah lokernya menggunakan gunting sampai mencuat. Ternyata ada sebuah tempat rahasia di bawah loker perawat itu.

"Saya biasanya menyimpan barang berharga saya disini." jelasnya sambil mengeluarkan sebuah buku catatan dengan sampul yang terlihat cukup using.

"Waktu itu saya tidak tahu seberapa penting buku ini sampai Rosa mempercayakannya padaku. Berpikir bahwa ini buku diary biasa sampai beberapa hari yang lalu sekelompok orang menerobos dan memeriksa kesana kemari bahkan mengobrak-abrik kamar Rosa." Perawat itu menghela napas lalu tersenyum tipis. "Ini pasti sesuatu yang penting. Kemarin dia memberikan wasiat bahwa aku harus menyerahkan pada kalian jika dia pergi. Orang yang akan meninggalkan memang selalu memberi tanda."

"Sesuai wasiat Rosa." Perawat itu menatap Dave dan Rosad secara bergantian. "Aku memberikan catatan ini pada kalian."

Senyum terukir di wajah Dave dan Rosad seusai mereka saling bertatapan.

Inilah yang sebenarnya Kara cari.

***

"Bagaimana keadaannya?" tanya Angel yang baru saja masuk bersama dengan Dave yang mendorong kursi rodanya.

Shandy yang sedang duduk di samping Thomas yang belum juga sadarkan diri semenjak kejadian itu berdiri dan tersenyum putus asa. "Tanda vitalnya bagus. Tapi aku tidak tahu apa yang buat dia belum sadar juga sampai saat ini."

"Dia akan sadar. Harus!" ujar Angel sambil menatap lurus pada Thomas yang berada di atas ranjang dengan perban di paha dan dadanya.

"Bagaimana lukamu?" tanya Shandy tahu bahwa Kara sempat menembak punggung Angel.

"Masih sedikit sakit. Tapi aku baik-baik saja." jawab Angel.

"Syukurlah kalau begitu. " Shandy tersenyum menatap Thomas sejenak lalu kembali pada Angel. "Kara...?"

Terdengar nada keragu-raguan saat Shandy menanyakan Kara. Angel mengerti semarah apapun kamu kepada orang yang kamu cintai, kamu tidak akan bisa menahan rasa khawatir yang kamu rasakan. Sama seperti perempuan yang saat ini berada di hadapannya.

Satu waktu terlihat penyesalan di wajah Shandy karena dia sudah menghancurkan orang yang sangat dia cintai. Satu waktu juga dia terlihat amat marah atas apa yang dilakukan Kara. Secinta apapun kamu kepada seseorang, hal yang paling sulit dilakukan adalah menentang apa yang kesalahan yang dilakukannya. Dan Shandy adalah orang yang sedang terjebak kepada hal itu.

"Hari ini dia dibawa ke kejaksaan." bukan Angel yang menjawab melainkan Dave yang berada di belakangnya. Dave tersenyum tipis. "Dia baik-baik saja."

Perempuan itu menghela napas lega. "Syukurlah."

"Aku mengerti bagaimana rasanya memilih sesuatu yang sulit." ucap Angel.

"Yang dia lakukan itu salah. Dan salahnya aku karena diam saja selama ini." sejenak Shandy menatap Thomas yang masih terbaring tak sadarkan diri lalu kembali pada Angel dan Dave, menatap mereka berdua sambil tersenyum tipis.

"Besok aku juga akan menyerahkan diri." senyum di wajah Shandy semakin lebar dan tulus, namun itu hanya tertuju pada Angel. "Terimakasih sudah menyadarkanku."

Angel balas tersenyum lalu mendongak menatap Dave yang sedang mengelus kepalanya.

***

"Kamu pikir aku takut. Hanya orang-orang yang punya banyak kesalahan saja yang takut dengan kematian, Shandy." Angel menyeringai.

Perlahan cekikan perempuan yang sejak tadi dia tahu bernama Shandy itu mengendur sampai akhirnya terlepas dengan sendirinya.

Shandy menatapnya bingung seolah bertanya dari mana Angel mengetahui namanya.

"Kakakmu pernah menunjukan fotomu padaku." jelas Angel. "Tadi aku memang sempat tidak mengenalimu. Gadis lugu yang ada di foto keluarga itu sangat berbeda dengan yang berada di hadapanku."

Ya. Dulu Thomas pernah menunjukan foto Shandy—adikny—pada Angel dan yang lainnya.

Dulu, saat Thomas mengira bahwa Shandy sudah meninggal.

"Melihat kamu yang seperti ini membuat aku merasa kasihan pada Thomas. Mati-matian dia melakuan hal di luar keinginannya hanya untuk melindungi kamu. Dan apa yang kamu lakukan disini... orangtuamu pasti akan menangis darah mengetahui putrinya menjadi iblis seperti ini."

"Diam jalang!!" Shandy mengamuk dan mencekik kembali leher Angel. Mendorong tubuhnya sampai terjatuh kelantai dengan Shandy di atas tubuhnya.

"Kamu tidak kasihan sama kakakmu, Thomas?"tanya Angel suaranya melembut walaupun sedang di cekik Shandy.

"Selama ini dia menderita harus menuruti kemauan iblis karena adiknya yang sangat dia sayangi berada di tangan orang yang salah. Setiap hari berharap dan terus berharap adiknya akan kembali jika ia menurut pada iblis itu. Mengabaikan kewajiban dan kode etiknya sebagai polisi, malah dia berbuat curang karena sesekali menghilangkan barang bukti. Untuk apa? untuk iblis yang katanya bersama dengan adiknya. Mau tidak mau dia berbuat seperti itu demi adiknya, demi menyelamatkan adiknya.

"Suatu hari dia putus asa. Iblis itu mengatakan bahwa kamu sudah meninggal dan berusaha untuk merelakan."

"Apa?" Shandy seperti tidak percaya dengan apa yang Angel katakan padanya. "Selama ini dia mengabaikanku."

"Siapa yang bilang seperti itu? Kara?" Angel tertawa. "Sebegitu dibodohinya kamu karena cinta. Harus aku akui Kara berhasil memanfaatkan perasaan cinta orang lain padanya."

"Kara tidak seperti itu." desis Shandy. "Jaga ucapanmu."

"Seharusnya Thomas benar-benar melupakan adiknya yang sama sekali tidak memperdulikan kakaknya. Kakak laki-laki seperti Thomas hanya ada satu di dunia ini."

Seperti itulah bagaimana Angel akhirnya meyakinkan Shandy untuk membantunya. Berpura-pura menyerangnya mati-matian. Lalu menolong Ani yang ia tahu berada di tempat yang sama sepertinya namun entah di bagian mana. Untuk membuat Kara percaya bahwa Shandy masih berpihak padanya. Nyatanya tidak, Kara salah menilai. Tidak semua orang berpihak pada satu orang dalam waktu yang lama.

"Kamu mencintaiku bukan?" tanya Kara pada Shandy yang mengunjunginya di sel tahanan setelah seminggu yang lalu dipastikan Kara akan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman seumur hidup di persidangan nanti. Tapi semua orang berharap Kara dijatuhi hukuman mati.

Hukuman seumur hidup untuk iblis seperti Kara terbilang ringan. Untuk kejahatan, pembunuhan, dan apa yang dilakukannya pada perempuan-perempuan untuk bahan kelinci percobaan illegal nya seharusnya Kara di hukum mati. Urusan HAM bukan sesuatu yang remeh.

"Maafkan aku." Shandy menunduk lalu menghela napas. Ia tidak boleh lemah hanya karena Kara menatapnya teduh seperti itu. "Seharusnya sejak awal aku tidak dibutakan cinta dan menganggap apa yang kita lakukan ini adalah hal yang benar. Tidak, yang kita lakukan hanya benar menurut kamu saja. Aku sadar selama ini hanya aku yang jatuh cinta. Kamu tidak pernah."

"Kenapa kamu tiba-tiba berpikiran seperti itu. Aku mencintai kamu. Kamu tahu kan?"

Shandy tidak mau lagi berhadapan dengan Kara. Laki-laki ini bisa saja membuat dia lemah lagi dan menuruti apa yang dia katakan. Maka dari itu dia bangkit hendak mengakhiri kunjungan.

Baru satu langkah dia berhenti dan menatap Kara melalui sudut matanya, "Besok aku akan menyerahkan diri."

***


Yeayyyy

Akhirnya tamat juga

Hari minggu nanti gue post Epilog nya yaa


Akhirnya setelah satu tahun lebih atau dua tahun? Hmmm gatau gue juga sumpat mood nulis gue naik turun jadinya cerita gue di lapak ini sering tersendat-sendat, ngaret nya bahkan pernah tiga bulan wkwk 

Gapapa lah ya, lagian ini juga buat hiburan

Terlebih hiburan buat hidup gue yang selalu terasa sepi :(


081018

Flower flo


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top