BAB 52


Hallo
Sedikit info nih
Bentar lagi Angel tamat wkwk

Happy reading
Jangan lupa vote sama komen nya ya

***

"Angel." Rosa tampak senang saat melihat Angel masuk ke kamarnya. Alisnya berkerut saat melihat pria yang mengekori Angel.

"Maafkan aku." Angel tidak tahu harus mengatakan apa pada Rosa.

"Kau bisa menemukanku rupanya." ucap Rosa. Jelas itu ditujukan pada laki-laki di belakang Angel.

Angel pikir Rosa akan ketakutan saat meliaht ia masuk bersama Kara. Malahan Rosa sepertinya sudah bisa menduga bahwa Kara akan datang padanya cepat atau lambat. Seperti ini.

"Apa kabar?" Kara tersenyum miring.

"Buruk. Sebentar lagi aku akan mati. Bukankah itu bagus? Setidaknya seseorang tidak akan membahayakanmu karena tahu apa yang kamu lakukan selama ini." balas Rosa sinis.

Sementara itu Angel hanya bisa diam sementar mereka berdua berbicara. Tidak ada yang bisa ia katakan. Karena ia seorang sandera. Akan tetapi melihat Rosa yang tengah sekarat menunggu Tuhan menanggilnya dan ia malah mempertemukan Kara dengannya, membuat ia merasa bersalah.

"Ini bukan salahmu." dengan bibirnya yang kering dan pucat Rosa tersenyum seolah tahu apa yang berada di dalam benak Angel. "Bukan salahmu dia datang kesini. Cepat atau lambat dia juga pasti akan menemukanku. Sejauh ini kamu sudah sangat baik mau menampungku disini padahal kamu sendiri tahu tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk menyelamatkanku."

"Rosa aku..." Angel terbata.

Rosa tersenyum lagi lalu memicing pada Kara. "Laki-laki ini pasti akan melakukan segala cara untuk menemukanku."

"Baiklah." Kara menghempaskan tubuhnya pada sofa di sudut ruangan. "Aku tidak akan basa-basi."

"Catatan itu." sela Rosa tahu apa yang membuat Kara sampai menemuinya di saat dirinya tengah sekarat seperti ini.

"Ah, walaupun kamu sedang sekarat kecepatanmu untuk menebak sesuatu masih ada rupanya." Kara terkekeh. Menghampiri ranjang Rosa dan berdiri di sampingnya. "Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku tidak akan basa-basi."

"Kamu bilang tidak akan basa-basi. Tapi mulutmu sepertinya menghianatimu." Rosa tersenyum miring. "Manusia memang tidak banyak berubah. Si miskin Kara masih sama banyak omongnya."

"Jaga mulutmu jalang!"

"Dan kamu yang menjadikan perempuan baik sepertiku menjadi perempuan jalang karena tergila-gila padamu. Jangan lupakan hal itu." Rosa tertawa. Lebih terdengar seperti menertawakan dirinya sendiri.

Sekarang Angel mengerti kenapa Rosa bisa seperti ini. Rosa sebetulnya tidak terlalu menyetujui apa yang Kara lakukan selama ini. Akan tetapi karena rasa cintanya yang begitu besar untuk Kara sampai dia menjual seluruh hidupnya untuk laki-laki itu.

Ternyata memang cinta adalah senjata paling mematikan di dunia ini. Kamu bisa mendapatkan segala hal dengan cinta, bahkan kamu bisa kehilangan banyak hal karena cinta. Kamu juga bisa berubah menjadi lebih baik karena cinta, bahkan kamu juga bisa menjadi lebih buruk daripada binatang sekalipun juga karena cinta. Itulah cinta. Sesuatu yang berkuasa di bawah uang di dunia ini. Jika uang adalah rajanya, maka cinta adalah bala tentaranya.

(Apaan sih yah gue)

"Katakan saja dimana kamu menyimpannya." Kara tampak berang dan tidak sabaran.

"Aku menyimpannya bersama dengan janji persahabatan kita." terang Rosa. "Catatan itu tidak ada padaku. Kamu salah besar sekarang menemuiku seperti ini."

Kara tertawa. "Jangan membuat aku tertawa Rosa. Aku tahu kamu memilikinya."

"Sudah aku bilang tidak ada padaku." Jelas Rosa lalu terbatuk-batuk.

Angel menghampirinya dan menanyakan apakah dia baik-baik saja. Perempuan kuat itu tersenyum lalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja walaupun ia sekarang berada dalam situasi yang sangat terancam karena selain penyakitnya Kara juga ada disini.

Kara memejamkan matanya. "Kamu bilang menyimpannya bersama janji persahabatan kita?" dia tersenyum lalu mengeluarkan pistol dan menodongkan moncongnya pada kepala Rosa. "Aku mengerti."

"Aaa!!!" Angel bahkan tidak sempat berkedip saat Kara menarik pelatuk dan membuat peluru bersarang di kepala Rosa.

"Apa yang kamu lakukan!" Angel mengguncang tubuh Kara. "Kamu bilang tidak akan melakukan apapun pada Rosa."

Kara tersenyum sinis." Seharusnya kamu tidak pernah mempercayai ucapan iblis sepertiku, Angel."

***

"Aku rasa sebentar lagi aku akan mati." Thomas menatap Denis yang meringkuk di sudut ruangan yang lain dengan posisi di ikat pada sebuah tiang. Keringat sebesar biji jagung mengucur bahkan ada beberapa yang menetes dari rambutnya.

"Apa yang akan terjadi pada kita selanjutnya?" Denis tertawa sendiri karena pertanyaan konyol yang ia lontarkan pada Thomas. Jelas saja dia tidak tahu.

Bukankah mereka bisa menilai akhirnya akan seperti apa saat mereka nekad datang ke tempat ini tanpa persiapan apapun. Dengan bermodalkan nekad dan tekad saja untuk menyelamatkan dua orang perempuan tidak akan menghasilkan apapun. Jumlah saja sudah kalah, apalagi kekuatan.

Denis meringis merasakan nyeri pada tengkuknya. Si mata sipit tadi berhasil menghamtam belakang kepalanya sebelum menyeretnya bersama dengan Thomas—yang mungkin sekarat sekarang—menuju ruang bawah tanah yang menyerupai gudang penyimpanan. Dengan bau busuk menyengat dari setiap sudutnya. Tidak hanya itu tulang tengkorak manusia juga terlihat di salah satu sudut.

Tempat apa ini sebenarnya?

"Denis." dengan suaranya yang serak dan tak bertenaga Thomas memanggil Denis.

Denis menoleh dan mendapati wajah Thomas sudah sangat pucat. Dua luka tembakan sangat mampu membuat seorang Thomas yang memiliki tingkat ketangkasan luar biasa sebagai laki-laki dan polisi teladan bisa sepucat itu. Thomas tetaplah manusia.

Memangnya apa lagi?

"Jika aku mati di sini..." Thomas menjeda kalimatnya. Meringis kesakitan. "Tolong sampaikan maafku kepada Angel dan mereka yang menjadi korban sahabatku."

"Ck! Kamu tidak akan mati disini, Thom. Tidak akan. Kamu harus bertahan!"

Thomas menggeleng lemah. "Dua peluru ini sudah membuatku sangat kesulitan untuk bernapas, Denis. Bukan hal mustahil beberapa detik kemudian aku akan terbujur kaku disini."

"Jaga ucapanmu!" Denis berteriak marah.

Kenapa Thomas harus membahas kematian sekarang. Ia tahu Thomas menderita sekarang dengan dua peluru itu. Tapi, memikirkan kematian,...yang artinya dia menyerah dengan keadaan tidak akan membantu apapun.

"Dan jika..." Thomas menelan ludah. "Jika kamu bertemu dengan adikku. Sampaikan bahwa aku tidak marah sama sekali padanya karena sudah jatuh cinta pada Kara dan mengorbankan semuanya untuk laki-laki brengsek itu."

"Thoma..." teriakan peringatan Denis terhenti seketika saat mendengar suara tembakan dari arah luar.

Denis dan Thomas sama-sama mengamati ke arah pintu. Memperhatikan daun pintu baja itu yang mengeluarkan suara klontrang-klontrang. Seperti seseorang membuka kunci gembok. Seseorang berpistol itu mungkin datang untuk melenyapkan mereka berdua.

Apakah seperti ini takdir yang digariskan Tuhan untuk Denis dan Thomas? Harus mati di tempat seperti ini dengan cara yang seperti ini juga.

Daun pintu terbuka secara perlahan.

Denis memicing kemudian membelalak seketika saat melihat siapa yang masuk dan bersama siapa dia masuk.

"Denis." Ani berlari menghampirinya dan melepaskan ikatan yang melilitnya.

Seorang perempuan dengan pistol di tangannya, yang datang bersama dengan Ani berdiri tepat di depan Thomas yang mukanya sudah seperti mayat itu.

Perlahan senyum di wajah Thomas terukir, walaupun tipis namun masih terlihat. "Siapa yang mengajarimu memegang senjata? Aku bersumpah akan mensleding kepala orang yang mengajarimu, Shandy."

"Ka...kkk...kak." Terbata-bata sambil menahan air mata perempuan bernama Shandy yang berdiri di hadapan Thomas saat memanggil kakaknya itu. "Maaf."

***

Flower Flo
230918

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top