BAB 49


***

Angel berusaha terus terpejam sambil menahan takut. Ia sangat penasaran kemana dua pria ini membawanya. Ingin membuka mata untuk melihat, tapi terlalu takut. Perjalanan ini terasa sangat panjang. Langkah kaki dua pria ini menggema. Dalam keadaan terpejam Angel berusaha mengenali keberadaannya. Seperti berada di antara dua dinding, mungkin lorong, koridor.

Mereka memasuki lift. Itu Angel tahu saat mendengar dentingan lift yang begitu akrab terdengar. Ia tidak tahu apakah ini turun atau naik. Perempuan dengan rasa takut yang berusaha ia tekan sekuat tenaga itu menghitung dalam hati. Butuh waktu sekitar tiga menit sebelum akhirnya lift terbuka dan dua pria ini kembali melangkah.

Ada sekitar empat puluh tujuh langkah sampai dua pria ini membuka sebuah pintu yang membukanya secara halus.

"Kami akan meninggalkannya di sini." Itu yang mereka ucapkan setelah meletakan tubuhnya di atas ranjang. Sepersekian detik kemudian mereka pergi.

Entah ruangan seperti apa ini. Angel tidak bisa melihat karena terlalu takut untuk membuka mata. Indra penciumannya menghirup aroma obat-obatan yang begitu menyengat.

"Usahamu bagus sekali untuk terus berpura-pura seperti itu." ucapan sarkas itu berasal dari seorang perempuan yang entah berdiri dimana namun suaranya menggema di seluruh ruangan.

"Aku heran kenapa Kara membawamu kemari?" lanjut perempuan itu.

Perempuan itu mendekat. "Sebelumnya dia tidak pernah seagresif ini saat menculik seseorang." Dia menghela napas lalu berbisik di samping telinga Angel. "Aku cemburu."

"Ngomong-ngomong mau sampai kapan kamu pura-pura seperti itu? Atau kamu mau aku benar-benar membuat kamu tidur. Tidur selamanya." Perempuan itu menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi bagian lehernya.

Tunggu, Angel pernah melihat adegan seperti ini. Sesegera mungkin ia membuka mata dan mendorong perempuan itu sampai terjungkal.

Perempuan berjubah putih yang sebelumnya hendak menyuntikan sesuatu ke tubuhnya terjungkal. Menabrak rak berisi alat peracik obat khas laboratorium sampai jatuh berantakan.

Angel dengan cepat mengambil pensil dari meja dan mengacungkannya sebagai alat pertahanan diri. Perempuan berambut sebahu itu bangkit, terkikik geli dengan tangan memegangi jarum suntik berisi cairan yang entah apa itu.

"Kara tidak pernah seperti ini sebelumnya? Sebulan yang lalu dia bilang akan berhenti berburu. Tapi tiba-tiba dia bilang ingin menangkap seseorang. Bukan untuk dijadikan seperti yang lainnya tapi membantunya." perempuan itu menarik napas. Tampak jelas sekali bahwa dia sedang marah, marah besar. Entah apa kesahalan Angel sampai perempuan yang bahkan tidak dikenalnya ini sangat membencinya.

"Selama ini hanya aku yang berada di samping Kara. Lalu dia datang membawamu kemarin. Membuat aku berpikir,..." Perempuan itu menyungging senyum sinis. "Ahhh... sepertinya dia adalah sainganku."

"Aku sudah menduga. Kara mencurigakan. Tapi aku tidak menyangka ada perempuan bodoh yang menurut padanya seperti ini." Angel mendecih. "Sepatu butut memang pantas berpasangan dengan sepatu butut lagi. Begitupun dengan kamu dan Kara. Memang pasangan yang serasi. Sama-sama iblis!"

"Apa!!" mata perempuan itu membulat berlari kearahnya lalu mencekik lehernya. "Katakan sekali lagi atau aku akan membunuhmu saat ini juga."

"Kamu pikir aku takut. Hanya orang-orang yang punya banyak kesalahan saja yang takut dengan kematian, Shandy." Angel menyeringai.

Perlahan cekikan perempuan yang sejak tadi dia tahu bernama Shandy itu mengendur sampai akhirnya terlepas dengan sendirinya.

Shandy menatapnya bingung seolah bertanya dari mana Angel mengetahui namanya.

"Kakakmu pernah menunjukan fotomu padaku." jelas Angel. "Tadi aku memang sempat tidak mengenalimu. Gadis lugu yang ada di foto keluarga itu sangat berbeda dengan yang berada di hadapanku."

Ya. Dulu Thomas pernah menunjukan foto Shandy—adiknya pada Angel dan yang lainnya.

Dulu, saat Thomas mengira bahwa Shandy sudah meninggal.

"Melihat kamu yang seperti ini membuat aku merasa kasihan pada Thomas. Mati-matian dia melakuan hal yang di luar keinginannya hanya untuk melindungi kamu dan apa yang kamu lakukan disini... orangtuamu pasti akan menangis darah mengetahui putrinya menjadi iblis seperti ini."

"Diam jalang!!" Shandy mengamuk dan mencekik kembali leher Angel. Mendorong tubuhnya sampai terjatuh kelantai dengan Shandy di atas tubuhnya.

Angel meronta berusaha melepaskan diri. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya Angel berusaha mendorong tubuh Shandy, memukul kepalanya dan bagian tubuh lainnya dengan membabi-buta. Namun, perempuan yang sedang dikuasai amarahnya ini seakan tidak terpengaruh, tidak merasakan efek pukulan Angel sama sekali.

Ia sudah kehabisan napas. Wajahnya memerah. Dan mungkin takdirnya sudah sampai disini. Namun, ia masih berusaha sekuat tenaga. Tidak sudi rasanya jika ia mati di tempat ini dan oleh perempuan ini.

Akan tetapi seluruh tenaganya sudah terkuras habis. Ia tidak bisa melakukan apa-apa sebelum seseorang entah siapa itu menarik rambut Shandy dan menjauhkannya dari Angel.

"Sudah aku bilang jangan ganggu dia." ucapan sinis itu terdengar disusul dengan suara hantaman ke lemari besi.

Angel memegangi lehernya. Melihat Shandy yang sebelumnya mencekiknya terkapar dengan badan menelungkup di samping lemari besi setelah orang itu menghempaskannya.

Seseorang berjongkok di hadapannya. Seketika saja senyum manis yang biasa ia lihat di televisi saat ini terlihat amat misterius dan menakutkan.

"Kkk...ka..kara."

"Wellcome to paradise, Angel."

***

Denis bergerak perlahan. Merangkak diantara celah bebatuan. Mengintip keadaan sekitar gubuk itu. Setelah insiden penembak jitu dan hilangnya Ani, penjagaan di sekitar gubuk itu semakin ketat. Jika sebelumnya penjagaan oleh penembak jitu yang bersembunyi entah dimana. Sekarang beberapa orang berbadan besar dilengkapi dengan pistol di masing-masing saku celananya tampak menjaganya.

"Kita tidak akan bisa masuk dengan mudah." ujar Denis setengah putus asa. "Ani mungkin dalam bahaya di dalam sana."

Dave meringis. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa kasihan melihat Denis seperti itu. Jika ia tahu Denis akan sesedih ini saat kehilangan Ani, mungkin sejak dulu ia mencomblangkan mereka berdua. Atau mungkin sejak kemarin-kemarin ia menyeret mereka berdua ke penghulu.

"Kita tidak bisa diam saja. Kita tidak tahu apa yang terjadi pada Angel dan Ani." kali ini giliran Dave yang mengutarakan rasa khawatirnya.

"Aku yakin Angel dan Ani baik-baik saja." ujar Thomas menengangkan kedua saudara itu. "Karena bukan mereka yang Kara inginkan."

Tiga orang yang duduk di hadapan Thomas mengernyitkan alisnya.

Thomas tersenyum miris. "Kara tidak menginginkan Ani dan Angel. Dia menginginkan orang lain."

"Orang lain?" Rosad bertanya penuh penasaran. Nada suaranya sedikit menuntut supaya Thomas mengatakannya saja bukan malah membuat semua orang penasaran seperti ini.

"Sebenarnya dia mengincar Rosa. Dia menginginkan sesuatu yang Rosa miliki. Sebuah rahasia yang harus Rosa jaga sampai mati dan jangan sampai jatuh ke tangan Kara. Karena jika hal itu terjadi,..." Thomas menggeleng-gelengkan kepala. "Kita tidak akan tahu apa yang selanjutnya terjadi dengan Negara ini."

"Maka dari itu aku membuat seolah-olah Rosa dibuang ke tempat pembuangan sampah supaya orang lain menemukannya. Aku juga yang membuat berita tentang Rosa menyebar kemana-mana. Tujuanku hanya satu, supaya Rosa bisa pergi dengan damai bersama banyak orang yang melindunginya. Kara tidak akan pernah berani mendekati Rosa jika wajah Rosa sudah diketahui banyak orang. Dengan ditemukannya Rosa di tempat sampah itu pun pasti membuat banyak orang merasa kasihan padanya dan melindunginya. Jika sampai Rosa tiba-tiba saja mati dengan alasan yang tidak jelas masyarakat pasti akan bertanya-tanya.

Kara memang licik dan pandai menyembunyikan jati dirinya. Bajingan itu memang bisa dengan mudah membunuh Rosa. Tapi, dia tidak akan pernah mengambil resiko untuk mencoreng nama baiknya sendiri di hadapan publik."

Thomas memandang Dave dan Denis bergantian. "Maaf sudah membuat perempuan yang kalian berdua cintai dalam bahaya. Walaupun sebenarnya aku sendiri sangat penasaran alasan Kara membawa mereka berdua sekaligus. Aku yakin Kara tidak akan melukai mereka berdua. Percaya padaku. Asalkan Kara jangan sampai tahu keberadaan Rosa saat ini."

***

Sumpah, udah berapa lama yang gue berkutat di cerita ini wkwk

Saking malesnya gue, cerita ini udah kayak oma oma di lapak gue :D


Gue mau nanya...mmmm....









What we need this love?


Apa banget kan gue hahah wkwkwk 5555


Flower flo

010918

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top