BAB 46

hai hai udah up aja lagi hahaha

biasa nih kalau lagi rajin, ya rajin amat


jangan lupa vote sama komen yah walaupun cerita ini gak sebagus ekspetasi

gue masih belajar, bantuin proses belajar gue yaaaa

***

Perjalanan terasa sangat panjang, seperti berkendara ke ujung dunia yang entah dimana itu berada. Merasa bahwa perjalanan ini tidak berujung. Hal itu membuat Dave semakin tersiksa. Ia ingin segera sampai akan tetapi jalanan yang luar biasa bagus—kebalikannya—sekali...membuat Dave harus meredam rasa khawatirnya.

Mereka berdua sempat ke kantor polisi untuk melaporkan hilangnya Angel. Akan tetapi prosesnya begitu sulit apalagi Angel belum menghilang 1 x 24 jam. Polisi baru akan memproses besok setelah Angel dinyatakan menghilang satu hari satu malam. Kenapa prosedur harus serumit itu? Bagaimana jika...

Dave segera menepis kemungkinan terburuk yang terpikirkan olehnya. Angel baik-baik saja, dia sudah berjanji akan pulang.

Lalu Dave merasa menyesal sempat membuat keributan di kantor polisi tadi. Menyuruh mereka untuk mencari Angel hari ini juga. Seharusnya Dave tidak bertindak bodoh seperti tadi. Bagaimana jika polisi mengabaikan laporannya karena sikap buruknya tadi? Semoga saja tidak.

"Fokus saja menyetir." tegur Ani yang melihat mimic wajah Dave semakin tak karuan tiap detiknya. "Dia akan baik-baik saja."

Dave sebisa mungkin bersikap tenang dan berpikir seperti apa yang Ani katakan. Akan tetapi perkataan Ani ia dengar begitu saja tanpa satu huruf pun bersarang di kepalanya. Memikirkan bahwa sekarang Angel berada di luar sana, entah apa yang terjadi padanya, bersama dia sekarang, dan bagaimana keadaannya, membuat Dave tidak bisa bersikap tenang.

Tiga jam kemudian mereka sampai di ujung jalan. Dave memarkir mobilnya di samping mobil Denis.

Pria yang merasa bersalah itu—Denis—tengah duduk sambil memeluk kedua lututnya di samping mobilnya. Ia hampir tidak kelihatan karena langit yang sudah menghitam dan tidak ada pencahayaan sedikitpun di sini. Wajahnya sudah tidak karuan. Baju dan kulitnya kotor. Juga ada beberapa luka lecet dan lebam di tubuhnya. Yang paling menonjol adalah luka yang menganga mengeluarkan darah segar di dahinya.

Dave turun dari mobilnya dan langsung menarik kerah baju Denis, menyandarkan adiknya pada body mobil. Denis terlihat pasrah, dia menunduk menghindari tatapan Dave.

Ani mendekat dan menyentuh pundak Dave.

"Ingat janjimu yang tadi." bisik Ani.

Baru setelah itu Dave melepaskan kerah baju Denis secara perlahan. Ia berbalik memunggungi Denis, napasnya memburu karena marah. Namun, mengingat janjinya pada Ani sebelumnya membuat dia harus mati-matian menahan amarahnya walaupun saat ini tangannya sudah mengepal sangat kuat siap untuk dipukulkan pada Denis yang akhirnya menghantam sebuah pohon.

Dave memukul pohon itu beberapa kali sampai-sampai tangannya berdarah. Tak puas ia juga menendang pohon itu lalu berteriak frustasi.

"Maafkan aku." ujar Denis.

Dave berbalik, napasnya masih memburu. "Jelaskan apa yang terjadi."

Denis menjelaskan saat ia dan Angel sampai di sini yang ternyata daerah ini adalah bekas tempat tinggal Angel dulu. Lalu pada pengusiran pemerintah yang katanya akan membangun pabrik senjata yang sampai sekarang tidak pernah terlaksana. Sampai mereka menemukan rumah Pak Salam, orang terakhir yang tinggal di daerah ini yang ternyata sudah meninggal dunia.

"Rumah itu tampak aneh. Makam dua orang di samping rumahnya terlihat tidak baru lagi tapi sangat terawat begitu juga dengan rumah itu. Lalu aku menuju dapur dan Angel memeriksa di ruang depan. Aku melihat ada arang yang masih baru." Denis menghela napas. "Semuanya terasa begitu cepat, setelah terdengar pecahan aku ke ruang depan dan tidak menemukan Angel. Itu kurang dari satu menit tapi Angel sudah tidak ada. Juga tidak ada suara teriakan. Aku mencarinya, ke hutan. Aku berusaha keras mencarinya tapi aku tidak mendapatkan apapun."

Dave tidak bersuara. Seharusnya mereka tidak kaget kalau pada akhirnya akan terjadi sesuatu pada salah satu dari mereka. Mengingat sejak awal mereka mendapat beberapa peringatan. Sejak mereka terlibat dengan masalah ini mereka memang sudah tidak aman. Di mulai dari mayat karyawan pabrik kimia, wartawan itu, yang terjadi pada Salwa, Bambang, dan mungkin masih banyak lagi yang sudan menjadi korban. Dan apa sekarang Angel yang akan mengalami hal itu?

"Jangan berpikiran macam-macam. Saat ini kita harus berpikir positif. Angel pasti baik-baik saja." ucap Ani berharap apa yang ia ucapkan memberikan sedikit motivasi pada Dave.

Ani beralih pada Denis. "Kamu terluka." Ia membimbing Denis menuju mobil yang sebelumnya ia dan Dave kendarai. Mendudukan Dave di jok kemudi lalu ia mengambil kotak P3K dari jok belakang.

"Maafkan aku." Ujar Denis saat Ani sedang menuangkan alkohol pada kapas.

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kamu tidak salah."

Denis tersenyum.

"Kamu masih ingat rumah itu? Mungkin ada yang bisa kita jadikan petunjuk." ucap Dave.

Denis menghela napas. Sejujurnya saat ini Denis lebih senang Dave menghajarnya habis-habisan daripada bersikap seperti itu sekarang. Karena ia memang pantas dijahar, lalai menjaga pacar saudaranya sendiri.

"Aku memang sangat marah." Ujar Dave seolah tahu apa yang sedang Denis pikirkan saat itu. "Tapi aku menahannya. Angel tidak akan suka hal itu."

Lima belas menit kemudian setelah Ani selesai mengobati luka di wajah Denis mereka bertiga pun pergi ke rumah kosong itu. Rumah orang terakhir yang tinggal di daerah ini yang sekarang sudah berbaring dengan nyaman di bawah tanah di samping rumahnya sendiri.

Tidak ada yang spesial dari rumah ini. Seperti yang Denis katakan rumah ini terlihat bersih dan rapi seperti tidak pernah di tinggalkan. Dave menyentuh permukaan meja. Tidak ada debu sama sekali. Bahkan vas bunga dari tanah liat yang diberi cat hijau berpadu putih lengkap dengan bunga plastik pun ada di atas mejanya. Rumah ini seperti berpenghuni. Atau mungkin ada seseorang yang membersihkannya. Tidak mungkin roh pemilik rumah yang terkubur di samping rumah inilah yang membersihkannya. Pasti ada orang lain.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Ani. Ia kembali dari kamar tempat dimana terakhir kali Denis melihat Angel. Membawa sebuah buku dengan sampul using dari sana. "Tidak ada yang aneh dari rumah ini. Mungkin anak dari pemilik rumah ini yang membersihkannya."

"Anak pemilik rumah ini?" tanya Denis.

Ani menunjuk foto yang berjejer di samping televisi tabung. Beberapa adalah wajah seorang pria muda dan sisanya adalah foto dua pria dewasa dengan satu perempuan. Dua orangtua dan satu lagi pasti anaknya. Itu terlihat dari gurat wajah yang membedakan usia.

Entah kenapa Denis merasa tidak asing melihat wajah anak dari pemili rumah ini. Apa ia pernah melihatnya? Dimana?

"Mungkin anak dia masih hidup dan sering datang ke sini."

Dave memandang Denis lalu menghela napas. Itu masuk akal sekali. Detik berikutnya perhatian Dave teralihkan pada buku using di tangan Ani. "Dari mana kamu mendapatkan itu?"

Ani mengangkat bahu tidak tahu. "Aku tahu menyentuh barang orang lain itu tindakan yang tidak dibenarkan. Tapi sejak awal saat kita masuk ke rumah orang juga tindakan illegal. Entah kenapa benda ini seperti menarikku. Penasaran juga kenapa aku mengambilnya."

Ani duduk menyilangkan kakinya diikuti dengan Denis dan Dave di sampingnya. Mereka bertiga membentuk setengah lingkaran dengan buku usang itu sebagai center-nya.

"Ini pasti pemilik rumah waktu masih muda." tebak Denis lalu melihat foto keluarga di samping televisi tabung itu. Wajahnya sama hanya terlihat lebih muda dan bugar dari gambarnya dalam foto keluarga.

Membalik halaman, Ani terpesona dengan bayi kecil telanjang yang sedang tengkurap. Ini pasti anak dari pemilik rumah. Ke halaman berikutnya, foto si anak yang semakin besar. Masa kanak-kanak, masa SMP...

"Bukannya ini Thomas?" Denis menunjuk salah satu orang yang berjajar. Foto ini merupakan foto kelas, bisa ditebak ini pasti di ambil saat acara kelulusan. Diantara sekitar 30 orang atau lebih Denis bisa melihat Thomas dengan jelas walaupun pria itu berdiri deret paling belakang. Memakai kaca mata dan senyum tipis yang canggung.

Dave mengamati lebih detail lagi. Dia lalu tertawa. "Dia pasti akan memaki kita jika dia tahu kita menemukan foto masa lalunya."

Di halaman belakangnya ada foto yang sepertinya zaman SMA anak pemilik rumah. Terlihat jelas dari seragam yang dipakainya. Dalam foto terdapat tujuh orang dengan senyum sumringah, tiga diantaranya merupakan perempuan. Seragam SMA yang mereka kenakan terlihat berantakkan. Entah diambil saat apa yang jelas foto ini terlihat sangat lucu. Mereka saling merangkul dengan bahagia walaupun wajah kucel dan seragam acak-acakan.

"Ini Rosa." Lagi-lagi Denis mengenali salah satu dari perempuan yang ada dalam foto.

Kali ini Ani yang mengamati. Memang benar Rosa. Dia terlihat sangat cantik.

Mereka bertiga saling lempar pandang.

Kenapa tiba-tiba terasa ada yang janggal?

Dengan tergesa Dave membalik halaman saat masa kuliah. Foto awal-awal masa kuliah, saat ospek dengan atribut aneh yang dikenakan.

"Ada lagi yang kamu kenali?" tanya Dave pada Denis. Untuk saat ini Dave merasa bersyukur dengan ingatan tajam yang Denis miliki.

Pria yang ditanya itu mengernyit sejenak sebelum matanya melebar. "Ini Kara Bintang, Thomas, Rosa." Denis menunjuk foto terakhir. Menatap Ani dan Dave secara bergantian. Foto berikutnya adalah foto orang-orang yang sama dengan senyum bahagia di sebuah laboratorium. Mereka semua memakai setelan lab lengkap. Berada di posisi yang berbeda.

Pria itu lalu membuka halaman terakhir. Foto terakhir itu berhasil membuat mereka semua bungkam.

Ani yang terlihat syok melihat foto di halaman terakhir itu tidak bisa berkata apa-apa.

"Ba..bag...bagaimana bisa..."

"Kita tidak mengenal dia tapi foto kita ada padanya." Komentar Dave yang masih tidak percaya menemukan foto mereka berempat—Dave, Denis, Angel, dan Ani—di halaman terakhir album foto itu.

Apa ini artinya?

"Sedang apa kalian di rumahku?" seseorang yang baru saja membuka pintu dengan kasar berdiri dengan murka di ambang pintu. Tubuhnya tinggi menjulang. Rahangnya kokoh dengan jambang tipis di wajahnya. Kaca mata bulat tampak bertengger di hidungnya. Bajunya sedikit berantakan. Sepatu boots yang dia kenakan terlihat kotor oleh lumpur. Padahal di luar tidak hujan.

Melihat sekilas saja mereka bisa mengenali bahwa pria itu adalah anak dari pemilik rumah ini.

***    

gimana nih pada penasaran?


flower flo

060618

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top