BAB 42
Gak bosen buat ngingetin hhe
pencet dulu bintangnya ya.. ramein juga kolom komentarnya
happy reading
enjoy guys walaupun ceritanya makin ngawur, sekali lagi gue bilang maklumin karena ini pengalaman pertama gue nulis cerita action misteri kayak gini :) peluk cium untukmu :*
:D
***
"Bebaskan aku." suara pelan nan lemah itu membuat Thomas yang sedang mengelap pistolnya itu menoleh.
Menatap perempuan lemah, ringkih, dan sangat pucat di atas tempat tidur. Bercak noda tampak dimana-mana membuat sepray yang dulunya putih itu berubah menjadi coklat. Ranjang kayu itu sudah sangat rapuh, diguncangkan sedikit saja pasti akan membuatnya roboh. Butiran-butiran kayu—orang Sunda menyebutnya tai toko—membuncah dari beberapa titik ranjang. Membuatnya keropos, mungkin tak butuh waktu lama sampai roboh sendiri. Satu tahun, satu bulan, satu minggu,... besok pun bisa jadi ranjang tua itu sudah roboh.
Dan di atas ranjang tua itulah perempuan lemah itu terbaring selama beberapa hari. Tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak bisa bangun. Bahkan menggerakan tangannya pun dia tidak bisa. Seperti lumpuh padahal tidak. Perempuan itu terlalu lemah sehingga tidak bisa melakukan hal-hal remeh-temeh yang biasanya gampang untuk dilakukan.
Dia adalah Rosa, perempuan yang dulu sangat cantik dengan rambut hitam sepinggang yang sekarang hanya meninggalkan beberapa helai yang menutupi kepalanya yang botak. Bola matanya yang bersinar dan ceria sekarang redup. Wajahnya yang selalu tampak merona karena make-up tipis sekarang putih, pias, seperti mayat. Cahaya kehidupan dan harapannya sudah hilang. Itu sudah pasti.
Dan Thomas adalah orang yang memiliki andil sangat besar membuat hidup perempuan perebut hatinya itu berantakan. Terlampau berantakan sehingga mustahil untuk diperbaiki lagi. Mustahil mengembalikan kehidupan normal yang sudah terenggut darinya.
Thomas yang melakukannya. Orang brengsek itu adalah dirinya.
Sekarang... pantaskah ia masih memiliki perasaan tulus itu untuk perempuan yang sudah ia hancurkan kehidupannya itu?
Ia tahu ia tidak pantas untuk mencintai Rosa. Tapi, ia berpura-pura tidak tahu akan hal itu. Terus-terusan dia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia masih pantas untuk membahagiakan Rosa.
Ia berpura-pura tidak tahu.
"Aku mohon." lirihnya kemudian mengedipkan matanya dengan sangat lambat.
Betapa memilukannya ia melihat keadaan Rosa saat ini.
"Aku mencintaimu." Ucap Thomas lalu berjalan mendekati Rosa, duduk di tepian ranjangnya dan menggenggam tangan perempuan yang sudah kehilangan kehangatannya itu. Dingin.
Tangannya yang lemah mencoba untuk melepaskan genggaman tangan Thomas. "Biarkan aku pergi."
"Aku tidak bisa." Thomas menarik tangan Rosa dan mengecup punggungnya. Tak peduli bahwa tangan itu tak lagi hangat, bahkan mungkin tak bisa merasakan kecupannya. Tak peduli juga dengan Rosa yang tidak mau menerima perlakuannya saking bencinya. Ia memang pantas untuk dibenci.
Hal yang paling Thomas benci setelah membuat kehidupan Rosa berantakan dengan membawanya kepada mereka dulu adalah mengembalikan lagi dia kepada mereka setelah ia bisa bersama dengan Rosa seperti saat ini. Setelah ia menghancurkan hidup Rosa sekarang yang ingin ia lakukan adalah menjaganya dari mereka yang pasti belum menyerah untuk menemukan Rosa sampai sekarang.
"Mereka akan menemukanmu. Dan aku tidak mau mereka sampai menemukanmu lagi."
"Biar saja mereka menemukanku. Aku lebih baik mati disana bersama yang lainnya daripada harus mati disini dalam kesendirian. Itu mengerikan." Rosa terkekeh, "Lucu memang, sebelumnya aku mencoba kabur dari sana dengan susah payah dan sekarang setelah aku keluar, aku ingin kembali kesana. Orang yang hampir mati memang selalu membingungkan."
"Jangan mengatakan hal itu." bantah Thomas tegas. "Kamu tidak akan mati. Tidak akan."
"Jangan membohongi diri sendiri. Kamu sendiri tahu efek dari perbuatan mereka. Cepat atau lambat aku akan mati."
"Tapi,..."
Rosa menatap Thomas dalam-dalam, meyakinkan. "Biarkan aku pergi. Ku mohon."
***
Thomas berjalan dalam keheningan malam. Menelusuri gang gelap sambil memikul karung besar di punggungnya. Bersikap sangat hati-hati. Thomas tahu mereka ada dimana-mana dan ia harus sangat waspada. Mereka tidak boleh menemukan Rosa lagi.
Ia berhenti sejenak. Menatap bayangannya sendiri di dinding sebelah kiri. Bayangan remang-remang dengan gundukan besar di punggungnya. Rosa yang ia bawa di dalam karung. Tidak ada pilihan lain. Jika ia bisa, ia akan membawa Rosa ke kantor polisi atau rumah sakit jauh-jauh hari. Akan tetapi ia tidak bisa. Jangankan membawanya ke sana, membawa Rosa ke rumah yang lebih layak pun ia tidak bisa. Bukannya ia tidak mempercayai kepolisian bisa menjaga keamanan Rosa. Ia hanya tidak yakin, Rosa bisa aman disana. Jumlah mereka telalu banyak. Siapa tahu mereka pun ada disana, salah satu dari polisi-polisi itu. Dan ia pasti tidak akan bisa melakukan apapun jika mereka sampai menemukan Rosa.
Sekarang bukan hanya Rosa yang ia khawatirkan, juga Shandy. Yang ia sendiri tahu sangat terancam disana. Adiknya yang ternyata masih hidup.
Thomas menghela napas. Yang harus ia lakukan sekarang membuat orang lain menemukannya sehingga menimbulkan sedikit keributan. Lebih bagus wartawan mengetahuinya. Maka dari itu sebelum ke sini ia mengirim pesan bertimer kepada salah satu wartawan. Dia adalah wartawan yang sering merecoki di kantor polisi dan menanyakan tentang kasus baru. Dia pasti akan senang jika tahu hal ini.
Di ujung gang gelap ini ia melihat tumpukan sampah. Thomas melirik jam di pergelangan tangannya.
Jam 11.
Itu artinya sekitar sepuluh atau lima belas menit lagi, pegawai rumah makan di dekat sana akan keluar dan membuang sampah.
Dengan perasaan tidak sampai hati, ia menurunkan karung itu dan membukanya supaya menampakkan kepala Rosa. Ia tidak mempercayai hal ini, jika semua orang tahu apa yang ia lakukan beberapa tahun lalu sampai sekarang, ia tidak yakin masih bisa mempertahankan lencana polisinya lagi. Terlalu banyak hal buruk yang ia perbuat.
Sekarang, ia melakukan hal ini. Membuang Rosa, walaupun ia berniat supaya perempuan yang ia cintai bisa lebih aman dari mereka.
Ya, mereka.
Thomas membuka kain penutup wajahnya dan menatap Rosa yang juga menatapnya dengan pandangan lemah yang masih sama. "Maafkan aku melakukan ini." ucapnya sambil menyentuh wajah Rosa.
"Jangan meminta maaf." tangan Rosa balas membelai wajah Thomas. "Kamu melakukan hal yang benar."
"Maafkan aku." Thomas mengecup sejenak bibir Rosa lalu bergegas menjauh dari tempat itu begitu mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.
Thomas berdiri di sudut tergelap saat pria yang menemukan Rosa itu berteriak. Pria itu berlari dari sana untuk memanggil orang-orang. Tak butuh waktu lama, orang-orang berdatangan, dua puluh menit kemudian polisi dan tim medis datang. Tak hanya itu, beberapa wartawan pun datang ke tempat kejadian. Juga wartawan itu, yang dia beritahu.
Thomas menghembuskan napasnya.
Setidaknya sekarang ia sudah berhasil memberikan keamanan pada Rosa. Keributan yang ia harapkan pun nyatanya melebihi apa yang ia inginkan. Setelah wajah Rosa terpampang di televisi dan koran-koran, mereka pasti tidak akan berani mendekatinya.
Seseorang tiba-tiba menarik kerah bajunya membuat dia berbalik dan langsung berhadapan langsung dengan wajah pria yang sedang menyunggingkan senyum miringnya.
"Kamu disini rupanya."
***
Flower flo
nantikan episod berikutnya eakksssszzzz
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top