BAB 40
Buat yang baca, jangan lupa pijit dulu bintangnya yahhh
***
Semuanya berkumpul.
Ani, Angel, Dave, Denis, Thomas, dan si kecil Ilma yang sudah lebih baik dari sebelumnya—sekarang dia sudah terlihat normal kembali, perlahan-lahan ingatannya akan kejadian naas yang menimpanya mungkin sedikit demi sedikit dia lupakan.
"Ada yang ingin kamu katakan?" tanya Thomas sarkas pada Dave yang sejak tadi bertingkah aneh.
Bagaimana tidak? Dave si konyol dan aneh itu sejak tadi menatapnya dengan intens, setiap gerakan apapun yang Thomas lakukan pasti tidak lupus dari pandangan Dave. Tidak hanya itu, lebih ajaibnya Dave selalu mengikuti kemanapun kakinya melangkah. Ke dapur, ruang makan, keluar untuk mengambil makanan yang mereka pesan, sampai ke kamar mandi.
Dave yang sedang menopang dagu dengan kedua tangannya menggeleng sambil tersenyum lebar.
Ani juga yang ada disamping Dave tampak tidak nyaman dengan Dave yang bersikap di atas batas normal itu.
"Awww..." Dave langsung melotot sesaat setelah Ani memukul kepalanya dengan bantal kursi. "Kenapa sih?"
"Seharusnya aku yang tanyakan itu sama kamu, sejak tadi kamu tidak berhenti memelototi Thomas. Jangan bilang kamu gay sekarang."
Dave tertawa sumbang. "Jangan bercanda. Dave si tampan ini tidak mungkin gay. Buktinya aku masih menjadi pacar Angel sampai sekarang."
Dave mengedipkan sebelah matanya pada Angel yang duduk berseberangan dengannya. "Benarkan, yang?"
Angel hanya tersenyum miris melihat kekasihnya yang lagi-lagi bertingkah sangat aneh.
"Siapa tahu 'kan? Karena kita gak bisa lihat isi hati seseorang, bisa aja di dalamnya dia gak...nor mal." ucap Ani sambil lalu.
Perkataan Ani langsung mendapat balasan lemparan batal kursi pada punggungnya.
"Aku keluar sebentar." ujar Denis sambil beranjak berdiri. Beberapa detik yang lalu dia melihat ponselnya dengan kening berkerut.
"Katakan." Thomas melipat tangannya di depan dada. Raut wajahnya terlihat tidak nyaman.
"Apa?" tanya Dave seperti orang bodoh.
"Kenapa kamu terus lihat aku dari tadi?"
Lagi-lagi Dave tersenyum lebar. "Ya, cuma..."
"Cuma?" Thomas menunggu kelanjutan perkataan Dave.
"Aku hanya mewakili perasaan senang karena kamu sudah bisa pulang dari rumah sakit. Wah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kamu sampai tewas secara mengnaskan waktu itu."
"Syukurlah, Tuhan masih melindungi aku." timpal Thomas.
"Iya. Syukur sekali." timpal Angel asal yang sejak tadi merasa seperti kambing conge diantara mereka berdua seusai Ani dan Denis memilih untuk sibuk pada urusannya masing-masing.
"Kamu benar, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kamu tewas. Siapa yang akan menyelesaikan semua masalah ini." Dave menumpuk kedua tangannya di depan dada. "Kasus Riyanti, pembunuhan bertanda itu, kasus Ilma, clue-clue aneh itu. Dengan hanya mengandalkan kita berempat saja tidak cukup, kami butuh seseorang yang sangat mendukung."
Thomas langsung mencebik. Mengira Dave benar-benar senang dengan kepulangannya. Nyatanya...
Dave memang Dave, orang paling aneh dan ajaib serta idiot yang ada di muka bumi ini.
"Kenapa kalian datang bersamaan?" tanya Dave pada Denis dan Ani yang datang dari arah yang sama secara bersamaan. Matanya menyipit curiga.
Ani langsung menyuruh Dave geser menggunakan kakinya. "Sembunyikan mata hinamu itu, David!"
"Jangan bilang...kalian?" sepertinya Angel juga tidak ingin ketinggalan untuk menggoda dua orang itu.
"Kita apa?" timpal Denis sewot.
"Kita?" Angel tertawa keras. "Kata itu udah jelasin semuanya. Wah,..." Angel bertepuk tangan.
Dave langsung berdiri sambil berkacak pinggang. "Denis, sebagai kakak yang harus jadi panutanmu. Bukankah aku pernah bilang kalau aku tidak setuju kalau kamu sama dia." Dave menunjuk hidung Ani.
"Aku sama Ani, memangnya ada apa?" Denis menyangkal. Namun, senyum di wajahnya tidak bisa disembunyikan. Jangan lupakan bahwa Denis adalah spesies yang lebih aneh dari Dave, pria dengan intensitas tersenyum yang hanya beberapa persen dalam setahun.
Dan sekarang Denis sedang berusaha menahan senyumnya.
"Aku sudah pernah bilang. Aku akan langsung setuju kamu menjalin hubungan dengan siapapun, asalkan jangan Angel karena dia hanya untukku dan Ani." Dave melirik sekilas pada Ani yang sedang menatapnya dengan dada naik turun menahan emosi.
"Buka matamu Denis, apa yang bisa kamu lihat dari dia? Wajahnya biasa saja bahkan cantikan bebek buruk rupa dari pada dia, tubuhnya...aku tidak yakin, dia tidak berbentuk sama sekali, suka ngorok, kejam, aku tidak bisa membayangkan bagaimana nanti anak-anakmu kalau harus mempunyai ibu seperti dia."
"Apa!" Ani langsung berdiri dan menjambak rambut Dave. "Wajahku bagaimana? Kamu lebih busuk dari bunga bangkai David! Dan tubuhku seperti apa?"
"Angel! Tolong aku." Dave mencoba meraih seseorang untuk menolongnya. Nyatanya, baik itu Denis yang sebelumnya di hadapannya pun, Angel, Thomas, dan Ilma, mereka semua meringsut ke sudut lain menghindari dua orang itu sambil tertawa-tawa.
"Jangan minta tolong kepada siapapun!" Ani memperingkatkan. "Akan aku tunjukan bagaimana nanti aku mendidik anak kurang ajar seperti kamu, David!"
"Angel! Ah!! Tolong! Sakit Ani! Ani! Hey!!"
***
"Sakit?" tanya Ani dengan senyum miring menghiasa wajahnya. Menatap Dave yang sedang dibebat tangannya oleh Angel di sofa yang berlainan.
"Masih tanya lagi."
"Makanya, sudah tahu Ani seperti apa kamu masih mau ribut dengan dia." ucap Denis dengan tangan terlipat di depan dada.
"Memangnya aku seperti apa?" Ani langsung sewot. Sensitif sekali dia saat ada orang yang menyinggung sikap buruknya.
Denis mengangkat kedua bahunya. "Kamu bisa menilai sendiri."
"Kalian pernah bilang menemukan DNA orang lain di mayat Riyanti?" ujar Thomas tiba-tiba membahas hal lain.
"Dari mana kamu tahu?" Angel yang sedang membebat lengan Dave terhenti dan menatap Thomas semakin curiga.
Tiba-tiba saja ponsel Thomas berbunyi. Seketika saja wajahnya berubah menjadi tidak terbaca. Tanpa mengatakan apa-apa Thomas menghindari mereka untuk mengangkat telepon.
Angel langsung memberikan kode pada Denis .
Seketika Denis mengeluarkan ponselnya dan meletakkannya di atas meja.
"Jangan mengatakan apa-apa?" itu suara orang lain, dengan suara yang sengaja disamarkan sehingga tidak bisa diketahui gendernya.
Tanpa sepengetahuan Thomas, Denis berhasil meretas ponsel Thomas. Angel dan Dave sudah mengatakan keanehan yang mereka temui di rumah sakit saat tengah malam Ryan datang menemui Thomas. Mereka seperti orang jahat. Terus bersikap baik di hadapannya padahal sebenarnya mereka sedang bersiap-siap merancang senjata untuk menjatuhkannya.
***
FLASHBACK ON
"Siapa tahu 'kan? Karena kita gak bisa lihat isi hati seseorang, bisa aja di dalamnya dia gak...nor mal." ucap Ani sambil lalu.
Ani melirik sekilas pada Angel yang menatapnya dengan pandangan penuh arti. Angel mengarahkan pandangnya sekilas pada belakang tubuh Thomas dan menunjuk saku belakang celana pria itu. Ani yang mengerti, seperti sudah terbiasa melakukannya, tanpa menimbulkan kecurigaan ia mengambil ponsel Thomas dengan sekali hentakkan. Kakinya mulai melangkah keluar saat bantak kursi yang Dave lempar mendarat pada punggungnya.
Ani ingin sekali mengamuk sekarang karena lemparan Dave, tapi ada hal yang lebih penting dari mengamuk saat ini.
Tak lama setelah ia berada di luar, ia segera mengirim pesan pada Denis.
"Dia tidak curiga?" tanya Ani.
Denis menggeleng. "Dave dan Angel pasti bisa menahan dia untuk tidak ingat ponselnya sekarang."
"Itu bagus." Ani sekarang bisa menghembuskan napasnya dengan lega. "Lakukan sekarang."
Denis mengambil ponsel Thomas dari Ani dan mulai menginstal sesuatu pada ponsel Thomas dengan cara menambatkan koneksi hostpot dari ponselnya. Ani yang berada di samping Denis diam-diam melihat ke dalam untuk memastikan keadaan.
"Masih lama?" tanyanya sambil melihat Thomas yang kelihatan jengkel dengan tingkah Dave.
"Sebentar lagi? Di dalam bagaimana?"
"Seperti biasa? Kakakmu itu membuat Thomas jengkel dengan keanehannya."
"Selesai." ucap Denis.
"Kamu bisa mengembalikannya?" Denis menyerahkan ponsel Thomas pada Ani.
Ani menatapnya ragu. "Aku mungkin bisa mengambilnya dengan mudah, tapi aku tidak yakin bisa mengembalikannya tanpa menimbulkan kecurigaan dari dia."
"Kalau begitu...," dahi Denis berkerut samar, pria ini sedang berpikir. "Buat keributan."
"Apa?"
"Bertengkar dengan Dave." Ujar Denis membuat kerutan di kening Ani semakin kentara. "Sementara itu terjadi, aku akan mengembalikan ponselnya ke tempat semula."
Ani menengok ke dalam. "Apa yang harus aku lakukan?"
"Kita masuk saja ke dalam. Dave pasti tahu apa yang harus dia lakukan."
Mereka berdua pun masuk ke dalam apartemen Angel bersamaan. Denis mengangkat ponsel Thomas agak tinggi supaya Dave melihatnya. Tak lupa juga dia memberika kode pada Dave.
"Kenapa kalian datang bersamaan?" tanya Dave pada Denis dan Ani yang datang dari arah yang sama secara bersamaan. Matanya menyipit curiga.
Denis berdecak kagum, keahlihan lain dari Dave kakaknya adalah akting.
FLASHBACK OFF
***
"Aku semakin tidak mengerti." kata Ani.
"Ssstt..." Denis menyuruh untuk diam.
"Kenapa takut? Jangan lupakan kamu sudah membunuh adikku. Itu diluar kesepakatan kita. Itu kan yang pernah kamu katakana, kamu akan membebaskan Shandy kalau aku mau ikut dalam rencanamu. Sekarang jangan salahkan aku kalau aku juga sedang menyusun rencana untuk membongkar apa yang kamu lakukan di balik nama besar dan reputasimu selama ini ke publik. Bisa kamu bayangkan berapa ribu orang yang memujamu berbalik menghujatmu dalam sekejap?"
Orang itu tertawa keras. "Kamu pikir aku takut?"
"Kalau kamu tidak takut, kenapa kamu terus menghubungiku seperti ini? Atau kamu sengaja ingin membuat kita berdua tertangkap?"
"Dimana Rosa?" walaupun suaranya disamarkan, suara dingin penuh intimidasi begitu terasa.
"Aku tidak tahu dia dimana."
"Jangan berpura-pura bodoh, orang-orangku melihat kamu membawanya. Kamu pikir aku tidak akan tahu dimana kamu menyembunyikan dia?"
"Kalau kamu yakin bisa menemukannya kenapa kamu harus repot-repot menanyakannya padaku, Big Bos."
Dia tertawa lagi, "Seseorang ingin berbicara padamu."
"Kak Thomas." Tiba-tiba saja terdengar suara seorang perempuan.
Hening.
"Kak, jangan khawatirkan aku. Bajingan ini harus tertangkap."
Masih hening.
"Kamu dengar 'kan suaranya? Shandy...Adikmu yang cantik itu, masih hidup."
"Shandy" ucap Thomas pelan suaranya bergetar.
"Ya, dia adikmu, Shandy. Yang sebelumnya kamu kira sudah mati." dia tertawa. "Bagaimana? Apakah permainannya semakin menarik?"
"Psiko bajingan!!"
***
Jangan lupa komen eaksss biar gue semangat nulisnya hahah
tapi terserah kalian juga :D
Flower Flo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top