BAB 4


***

Srtt... Srt...

Suara langkah kaki terseret-seret mengisi keheningan malam. Lorong sempit antar gedung itu hanya dicahayai lampu 5 watt yang temaram dan berkedip-kedip. Angin berhembus, sebuah kertas yang entah dari mana datangnya terbang tertiup angin sampai akhirnya jatuh tepat disamping kaki seorang pria berjubah hitam dengan topi hitam bertengger di atas kepalanya. Tidak bisa dilihat dengan jelas wajah laki-laki itu. Hanya bibirnya saja yang terlihat tersenyum secara perlahan membuahkan sebuah senyuman yang amat misterius. Tidak terlihat senang, tidak juga terlihat sedih, tanpa emosi sama sekali.

Kemudian laki-laki itu membungkuk untuk memungut kertas yang berada disamping kakinya itu. Sebuah surat kabar.

Dahinya mengernyit untuk beberapa saat sebelum akhirnya terlihat datar kembali. Ia membaca di dalam hatinya bacaan yang tercetak tebal di halaman paling depan surat kabar itu. "PEMBUNUHAN BURUH DENGAN PEMBUNUHAN IBU MUDA 5 TAHUN LALU"

Tidak jelas bagaimana raut muka laki-laki itu saat membaca judul yang tercetak tebal itu. Sekarang laki-laki itu melipat surat kabar itu menjadi lipatan yang asal sebelum melemparkannya kesatu sudut tergelap disana. Kemudian laki-laki itu melanjutkan kembali langkah kakinya. Menembus kegelapan lorong sempit itu sebelum akhirnya menghilang di kegelapan.

***

Udara malam ini terasa dingin sekali sampai-sampai Angel harus merapatkan kedua ujung jaketnya. Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ia menunggu di pinggir jalan menunggu taxi datang. Sekiranya sudah ada tiga taxi yang lewat di depannya. Namun tidak ada satupun yang mau berhenti saat ia mengisyaratkannya untuk berhenti. Yah... siapapun pasti sudah tidak mau bekerja lagi saat sudah larut malam seperti ini. Sama seperti dirinya yang sudah sangat ingin sekali berbaring di atas tempat tidur dan berimajinasi di dalam mimpinya.

Ada satu lagi yang akan lewat. Dan Angel berharap taxi itu akan bersedia untuk mengantarnya pulang. Semoga saja.

"Oh Shit! Sialan!" umpat Angel keras-keras saat taxi itu menghiraukan isyaratnya. Belum puas ia mengumpat taxi itu, udara dingin sudah lebih dulu merayap sehingga ia harus berhenti dan lebih memperdulikan dirinya sendiri yang kedinginan.

"Apa aku kembali saja ke rumah sakit?" tanyanya pada dirinya sendiri. Akan tetapi saat ia mengingat bahwa ia bekerja di ruang mayat, ia menarik kembali ucapannya karena tidak mau menghabiskan malamnya bersama dengan para mayat yang sebagian sudah membusuk itu.

"Dave." Gumamnya pelan sambil merogoh ponselnya yang berada di dalam saku jaketnya.

Baru dua kali nada sambung yang ia dengar di telinganya. Sebuah mobil sudah lebih dulu berhenti di hadapannya. Mobil yang jelas-jelas sangat ia kenali. Kemudian pemilik mobil itu membuka kaca mobilnya.

"Menghubungiku?" tanyanya dengan senyum miring sambil menunjukkan layar ponselnya pada Angel.

'Istriku' itu nama yang Angel lihat di layar ponsel Dave. Ah, laki-laki ini rupanya bersungguh-sungguh dengan ucapannya dengan mengatakan bahwa dia sudah menganggap Angel sebagai istrinya.

Angel mendecih cukup keras. Tapi akhirnya ia memasuki mobil Dave juga. "Kenapa belum jalan juga?" tanya Angel heran melihat Dave yang sepertinya mencari-cari sesuatu, seseorang, atau apapun itu. Yang jelas Dave terlihat mengerutkan keningnya seperti melihat sesuatu yang mencurigakan. "Apakah ada sesuatu?" tanya Angel heran sambil melihat kearah yang sama dengan tatapan Dave.

"Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku seperti melihat seseorang berdiri disana." Dave menunjuk sela-sela antara dua bangunan tinggi berjarak beberapa meter dari rumah sakit. "Tapi sepertinya aku salah melihat." Tak lama mobil yang dikendarai Dave itu sudah melaju dengan kecepatan standar di jalanan aspal bersama dengan mobil-mobil yang lainnya.

"Bagaimana pekerjaan kamu hari ini? menyenangkan? Atau..."

"Mungkin sangat menyenangkan untuk ukuran pria yang suka bermalas-malasan sepertimu." Potong Angel.

Dave mengangguk-angguk. "Oke! Maaf, karena aku menyembunyikan tentang hal ini padamu."

"Menyembunyikan?" tanya Angel cukup penasarang sampai-sampai keningnya berkerut samar saat menatap Dave. "Menyembunyikan apa maksudmu?"

"Menyembunyikan fakta bahwa sekarang aku sudah bekerja."

Untuk sejenak keheningan terasa sangat akrab bagi mereka berdua. Untuk Dave, ia sedang menantikan reaksi apa yang akan Angel berikan setelah mendengar pengakuannya bahwa sekarang ia sudah bekerja. Sementara itu Angel menatapnya dengan tatapan datar. Sama sekali tidak mempercayai apa yang dikatakan Dave padanya. Angel cukup mengenal Dave luar dan dalam, dan ia tahu bahwa Dave bukan tipe pria yang suka menghabiskan waktunya untuk bekerja pada orang lain. Dan sekarang pria itu mengatakan padanya bahwa sekarang ia berkerja.

Ah, itu sungguh membuatnya tertawa terbahak-bahak.

Dave yang melihatnya tertawa hanya bisa mengernyitkan keningnya sambil bertanya, "Kenapa? Ada yang salah?"

Seketika tawa Angel mereda. Tatapan dinginnya menyorot langsung pada Dave. "Jangan bercanda. Kamu fikir aku akan percaya saat kamu mengatakan bahwa sekarang kamu sudah bekerja? Aku kenal kamu, Dave. Cukup tahu kalau kamu bukan tipe orang yang suka menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer atau mengerjakan sesuatu yang ribet dan membutuhkan keuletan. Itu bukan kamu. Dan barusan kamu bilang kalau sekarang kamu bekerja.... Jangan bercanda."

"Memangnya siapa disini yang bercanda? Kalau kamu tidak percaya tanyakan saja pada Ani. Dia tahu dimana aku bekerja sekarang."

"Ani?" gumam Angel.

Kemudian ia merogoh ponselnya yang berada di saku jaketnya. Mengotak-atiknya sejenak sebelum akhirnya terdengar suara berat seorang perempuan dari ujung sana. Angel bisa menebak bahwa Ani sudah tertidur pulas di rumahnya saat.

"Iya Angel." Sahut Ani dari ujung sana dengan nada paraunya. "Apakah ada masalah?" tanyanya.

"Oh, tidak...tidak ada. Aku hanya ingin bertanya sesuatu hal padamu." Ucap Angel sambil melirik Dave yang sedang fokus menyetir disampingnya.

"Soal apa? Percepatlah." Pinta Ani dari ujung sana.

"Ini soal Dave."

"Oh, maaf aku belum memberitahukannya padamu."

Mendengar apa yang dikatakan Ani membuat keningnya berkerut samar. Ia menatap Dave yang sedang menatapnya dengan tatapan yang terlihat sangat menyebalkan.

"Maaf karena tadi aku terburu-buru pulang sebelum mengatakan hal ini padamu."

Angel semakin dibuat penasaran dengan apa yang Ani dan Dave rahasiakan darinya. Diam-diam Angel melirik Dace yang sedang menyetir sambil senyum-senyum sendiri itu.

"Kau tahu 'kan selama ini Dave sering membantu kita menyelesaikan masalah-masalah kita di lab. Yah, bisa dikatakan Dave sangat membantu dalam hal itu. Otaknya yang seperti yang sering kamu ceritakan, terbilang sangat jenius untuk seorang penipu ulung sepertinya. Bisa aku akui dia lebih jenius daripada kita."

"Langsung ke intinya saja." kata Angel lalu menghembuskan nafasnya.

"Oke, oke maaf karena aku malah terdengar seperti sedang mengarang sebuah novel. Jadi intinya aku merekomendasikan Dave kepada kepala untuk bekerja bersama kita, dan kepala menyetujuinya."

"Apa?" Angel benar-benar terkejut. Namun belum sempat ia bertanya lebih lanjut lagi Ani yang berada di rumahnya sudah buru-buru menutup teleponnya dengan alasan ibunya yang saat ini sedang berasa di apartemennya itu memanggilnya.

"Ani..Ani...Hallo..." terlambat karena Ani sudah menutup teleponnya 10 detik yang lalu. "Oh, shit. Kenapa dia buru-buru menutupnya, dasar." Umpat Angel sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya dengan gerakan kasar.

"Benar 'kan aku sudah bekerja?" tanya Dave dengan nada meledek.

"Yah. Kamu bekerja." Jawab Angel. "Tapi kenapa harus di tempat yang sama dengan tempatku bekerja. Apakah tidak ada tempat lain selain di tempatku?"

"Simple, karena Ani dan kepala rumah sakit yang menawariku."

"Tapi 'kan kamu bisa menolak."

"Aku bisa apa kalau kepala rumah sakit yang langsung memintaku untuk bekerja disana."

"Tetap saja, kamu 'kan bisa menggunakan berbagai alasan untuk menolak. Misalnya mengatakan bahwa kamu sudah bekerja di tempat lain."

"Aku tidak suka berbohong."

"Tidak suka berbohong pantatmu. Lalu kamu menipu banyak orang dan memeras mereka itu bukan berbohong."

"Eeettt, membodohi dengan membohongi itu beda yah."

"Yah terserah kamu saja lah. Sampai kapanpun aku tidak akan menang kalau berdebat denganmu." Angel lebih memilih mengalah saja walaupun ia sendiri tahu bahwa ia belum puas untuk melenyapkan emosinya. Dan kenapa pria ini selalu saja mempunyai cara untuk menyulut emosinya. Merubah moodnya yang sejak tadi pagi baik.

"Hah..." Angel menghembuskan nafasnya. "Dan kenapa pula kamu selalu mengikutiku kemana-mana?"

"Karena aku tidak bisa jauh dari kamu. Bukankah sudah ratusan kali aku mengatakan hal itu padamu." Jawab Dave disertai cengirannya.

"Yah, terserahlah." Kata Angel tidak mau berdebat apapun lagi dengan Dave. Mengarahkan pandangan matanya jalanan disampingnya.

"Aku lapar." Ujar Dave melirik Angel yang sibuk mengamati jalanan di malam hari di samping tubuhnya. "Mau makan apa."

"Apa saja. Asal jangan makanan cina."

***

Tengah malam, saat kesunyian sudah merajai. Lampu-lampu di perkotaan pun sebagian dimatikan. Jalanan mulai berkabut meskipun masih agak ramai. Toko-toko di pinggir jalan tutup dan gelap. Suasana sangat damai, tidak sesibuk saat siang hari. Angel sedang bermimpi sesuatu yang aneh dan tidak masuk akal saat ponselnya yang berada dibawah bantalnya berdering.

Angel terbangun seketika. Lalu dengan mata yang masih terpejam dan ingatan yang belum terkumpul sepenuhnya ia mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan yang entah dari siapa itu.

"Angel disini." Ucap Angel.

"Ini Dimas, bangunlah ada masalah di rumah sakit."

Seketika itu juga Angel langsung terbangun dan berlari keluar dari kamarnya. "Masalah apa yang kamu maksud?" tanya Angel sambil membangunkan Dave yang tidur di ruang tamu apartemennya.

"Datanglah dulu kesini." Ucap Dimas dari ujung sana.

"Baiklah. Aku akan sampai disana 20 menit lagi."

Bip. Panggilan pun terputus. "Dave bangunlah ada masalah di rumah sakit aku harus kesana sekarang."

"Aku masih ngantuk, Njel." Dave membalikkan tubuhnya membelakangi Angel.

"Oke, kalau gitu kamu bisa pulang ke apartemenmu 'kan sekarang?"

Seketika Dave langsung terbangun setelah mendengar ancaman darinya. "Oke. Secepat yang kamu mau."

***


Vote sama komentar dari kalian selalu saya harapkan :)

No Darkreaders!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top