BAB 32

Playlist
Hong seo yong - counting star at night

Hai, bentar lagi tahin baru. Liburan kemana? Apa? Ke sekolah? Sama dong hahah kalender pendidikan sekarang kejam banget yah, gak ngasih waktu buat liburan tahun baru. Tapi gpp lab hhe

Btw part ini gue dedikasikan buat temen sekelas gue, Fatimah

***

"Teman saya menghilang.” ujar gadis SMA ini pada polisi di hadapannya.

Dave yang baru masuk ke dalam kantor polisi mengarahkan perhatiannya pada gadis yang sedang menangis tersedu-sedu itu. Hari sudah malam, kenapa gadis itu belum pulang ke rumahnya?

Dave mencegat salah satu polisi yang ia tahu berada di divisi yang sama dengan temannya. “Thomas ada?”

“Dari tadi siang dia keluar, sampai sekarang dia belum kembali.” jawabnya lalu menguap lebar-lebar. Terlihat kelelahan sekali. Pasti kasus pembunuhan berantai bertanda itu membuat para polisi ini kewalahan, karena yang ia tahu dari Thomas, penyelidikan mereka belum menemukan titik temu sama sekali.

Dave lalu menjatuhkan dirinya pada kursi, di hadapan polisi yang sedang menyeruput kopinya. Sempat menatap Dave dengan pandangan bertanya, lalu kembali mengabaikan Dave.

“Menunggu Thomas.” ujar Dave mengerti tatapan yang diberikan polisi ini.

“Tenangkan dirimu terlebih dahulu, baru kamu akan bisa menjelaskannya.” polisi itu menyodorkan tisu pada gadis SMA itu.

“Siapa namamu?” tanyanya dengan tangan bersiap mengetik di komputernya.

“Zahra.” ucap gadis itu sambil menyeka air matanya.

“Bisa kamu katakan bagaiamana saja ciri-ciri teman kamu yang hilang itu?” ujar polisi itu setelah ia selesai menanyakan data-data pribadi Zahra sebagai pelapor.

Dave tersenyum miring. Polisi itu seperti ogah-ogahan menanggapi laporan dari gadis SMA itu.

“Rambutnya panjang berwarna hitam, bola matanya coklat dan sedikit sipit, hidungnya bangir,…dia pendek.” Zahra menjelaskan temannya Riyanti yang hilang.

“Maaf, bisa kamu jelaskan dengan ciri-ciri yang lebih khususnya. Seperti tinggi badannya, warna kulitnya, atau…”

Zahra berdiri, menaikkan tangannya seperti sedang membandingkan tingginya dengan orang lain. Tangannya berada di samping telinganya. “Tingginya segini, kira-kira 165 senti meter. Kulitnya kuning langsat. Dia mempunyai tanda lahir di leher sebelah kiri. Satu lagi, dia suka berjualan keroket di kelas.”

Polisi itu memutar bola matanya, seperti mengatakan bahwa ia sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dikerjakan orang hilang itu di sekolahnya. “Dimana kalian sebelum dia hilang?”

“Kami di bioskop Mall Kelapa Gading. Di sana sangat ramai sekali karena penayangan film terbaru. Aku pikir dia mengikutiku ternyata setelah aku masuk, dia tidak masuk sama sekali. Aku sudah berkali-kali menghubunginya, tapi dia tidak menjawabnya. Bahkan sekarang handphonenya tidak aktif. Kami tadi memang sempat bertengkar sebentar karena dia bersikeras menerobos masuk ke ruangan artis. Dia bukan tipe pemarah walaupun dia keras kepala. Dia tidak akan marah karena aku mendebatnya, karena kami bertengkar.”

“Apa kamu sudah menghubungi keluarganya? Mungkin saja dia pulang terlebih dahulu.”

Zahra menggeleng. “Dia sedang mempunyai masalah dengan keluarganya, jadi tidak mungkin dia pulang.” Gadis itu menutupi wajahnya. “Apa yang harus aku katakan pada keluarganya? Aku tidak tahu dia dimana? Apa ini salahku? Karena aku mengijinkannya menginap tanpa memberitahu keluarganya? Tolong beritahu aku apa yang harus aku lakukan? Ah,… Riyanti.”

“Masalah keluarga?”

“Dia bertengkar dengan papa dan mamanya, dia melarikan diri ke rumah saya. Apa yang harus aku lakukan?”

Dave menggeser kursinya semakin mendekat. Penasaran sekali dengan apa yang sedang terjadi. Selebihnya, ia bosan karena Thomas belum juga muncul. Maka dari itu dia menguping untuk menutupi rasa bosannya.

Polisi itu tampak sedang berpikir. Bisa dilihat dari kedua alisnya yang saling bertautan.

“Dia memakai pakaian seperti apa sebelum dia menghilang?”

“Dia memakai sweeter abu-abu, jeans putih, sneaker adidas abu-abu, memakai tas yang sama seperti saya.” Zahra mengangkat tinggi-tinggi tas selempang coklat yang dipakainnya. “Kami membelinya di olshop yang sama.”

Polisi itu menyeruput kopinya. “Lebih baik sekarang kamu pulang. Nanti saya akan kabarkan lagi mengenai teman kamu itu.”

“Tapi, Riyanti akan ditemukan ‘kan?” tanya Zahra memastikan. Terlihat putus asa.

Polisi itu tersenyum tipis. “Mungkin ada baiknya kamu sekarang pulang. Nanti akan saya kabari lagi jika sudah mendapat perkembangan. Jangan lupa menghubungi keluarganya, siapa tahu dia sudah berbaikan dengan orang tuanya dan pulang ke rumahnya.”

Gadis bernama Zahra pun menyalami tangan polisi itu sambil membungkuk-bungkuk berterima kasih.

“Ah, menyusahkan sekali.” dengus polisi itu sambil menatap layar komputernya yang berisi data teman gadis itu dan keterangan lainnya.

“Ada apa?” tanya Dave penasaran sambil duduk di hadapan polisi itu. Pandangannya lalu menuju pada gadis pelapor yang sedang melangkah gontai menuju pintu keluar.

“Temannya menghilang.” jawabnya ogah-ogahan.

Dave mengangguk-angguk. “Karena apa?”

“Entahlah, tapi aku yakin dia sudah pulang ke keluarganya.”

“Kenapa kamu bisa sangat yakin dia pulang?”

“Apa  lagi, tadi gadis itu mengatakan sempat bertengkar dengan temannya.”

“Jangan lupakan juga apa yang dikatakan gadis tadi tentang temannya. Bahwa temannya bukan tipe orang pemarah, pertengkaran semacam itu sering kali terjadi.”

Polisi itu memijat pelipisnya  yang terasa pening. “Ah, sudahlah. Kenapa juga kamu mencampuri urusanku?”

Dave mengangkat bahunya. “Tidak tahu.”

***

Makim absurd emang, yuhuuuuu.....

Iis tazkiati n
29 Desember 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top