BAB 22
Puter playlist dimulmed yaaa...
Vote sebelum baca, ok?
Happy reading! :)
***
Pria berseragam perawat itu mendorong kursi roda. Seorang perempuan dengan kepala dibebat perban duduk di atasnya. Wajah pria itu ditutupi masker biru muda. Langkahnya sangat tenang. Sesekali pria itu membenarkan letak selimut yang melorot untuk menutupi tubuh wanita itu. Merogoh kunci mobil dari saku celananya. Menekan tombol pembuka pintu.
Pria itu membuka pintu belakang lalu menyingkapkan selimut yang menutupi tubuh wanita itu. Mengangkat tubuhnya secara perlahan ke dalam mobil. Membaringkannya di jok belakang.
Setelah berada di belakang kemudi pria itu membuka masker yang menutupi wajahnya dan menyimpannya di jok samping. Tangannya membetulkan letak kaca yang menggantung. Mengintip wanita yang pingsan di jok belakang. Sudut bibirnya tersungging misterius.
"Ini Bambang. Rosa ada bersamaku." ucapnya singkat pada seseorang yang berada di ujung sana.
Setelah mematikan sambungan telepon, pria itu menghidupkan mesin mobil. Pergi dari basement rumah sakit secepat kilat dengan Rosa di belakangnya.
***
Denis berlari keluar dari lift disusul Dave, Angel, dan Ani di belakangnya. Mereka baru saja turun ke basement rumah sakit. Bersamaan dengan hal itu sebuah mobil hitam melaju kencang dari arah berlawanan. Dave yang hampir terserempet menyumpahi pengemudi mobil itu sambil berlari mengejar karena kesal.
Dari kejauhan Denis melihat sebuah kursi roda teronggok begitu saja di salah satu sudut basement. Menyadari ada yang tidak beres dengan mobil yang masih Dave kejar itu, ia segera berlari menyusul kakaknya.
"Terus kejar mobil itu!!" teriak Denis. Rambutnya yang sedikit gondrong berkibar-kibar.
Baik Denis maupun Dave sama-sama berusaha memacu kecepatannya. Tetapi sia-sia. Sampai kapanpun manusia tidak akan pernah bisa mengalahkan mesin. Tidak akan terjadi, kecuali dalam film fantasy. Akhirnya saat mobil itu semakin dekat dengan pintu keluar basement dua pria itu tidak mampu lagi mengejarnya. Mobil itu terlalu cepat untuk mereka kejar dengan cara berlari. Apalagi setelah keluar dari basement kecepatan mobil itu menjadi dua kali lipat dari sebelumnya membuat persentase kemungkinan mereka bisa mengejarnya semakin sedikit bahkan nol persen.
Itu adalah hal paling konyol yang pernah terjadi.
Denis menghentikan lajunya di samping Dave yang tengah membungkuk memegangi kedua lututnya.
"Kita kehilangan dia." Dave memandang saudara kembarnya. Tangannya lalu menyeka keringat yang bercucuran di wajahnya. "Sia-sia saja aku mengeluarkan keringatku yang berharga ini." dengusnya.
Denis melirik sebal Dave. "Kamu masih bisa memikirkan dirimu sendiri disaat seperti ini? Wah..." ejek Denis kemudian berbalik untuk menghampiri Angel dan Ani yang berdiri dekat kursi roda itu.
Keningnya berkerut, keheranan melihat Angel yang sedang berlutut di sampingnya. Terlihat kecewa sekali. Di tangannya ada sebuah lollipop berpita pink.
"Ini milik Rosa." gumam Angel. Tubuhnya terlihat sangat lemas sekali.
Detik berikutnya Angel mendongak untuk melihat satu persatu temannya. "Seharunya aku menjaganya dengan baik." perempuan itu menunduk. "Ini semua salahku."
"Berhenti menyalahkan dirimu." Dave berjongkok di hadapan Angel.
"Jika saja aku lebih waspada dan lebih menjaga dia,... mungkin kejadian ini tidak akak terjadi. Seharusnya aku bisa lebih memegang janjiku."
"Sudahlah." Dave menarik Angel ke dalam dekapannya. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri."
Perempuan itu pun menenggelamkan kepalanya pada dada Dave. Saat diri sendiri tidak bisa menahan rasa sedih, dada orang lainlah yang bisa meredakannya. Dan selama itu, Dave yang selalu menjadi sandaran bagi Angel disaat dia bersedih.
Denis yang melihat kejadian itu berbalik dan melangkah menjauh tanpa mengatakan sepatah kata pun. Membuat Ani yang melihatnya merasa prihatin.
Ani memang tidak terlalu berpengalaman dalam hal berpacaran atau menjalin hubungan dengan seorang pria, hubungan yang lebih dari pertemanan. Akan tetapi, Ani mengerti situasinya. Denis cemburu. Terlihat jelas sekali.
Ani mendesah. Kenapa temannya—Angel—itu tidak bisa bersikap tegas dalam memilih salah satu dari dua pria itu? Bukannya terus membuat dua bersaudara itu terombang-ambing dalam ketidakjelasan hubungan mereka.
"Thom," ucap Ani pelan saat melihat pria bertubuh tinggi itu berlari menghampiri mereka.
"Hey, ada apa? Apa yang terjadi disini?" tanya Thomas tampak kebingungan.
Ani menatap Angel yang masih menangis dalam pelukan Dave. Kemudian mengangkat kedua bahunya penuh arti.
"Kita kehilangan Rosa." ujar Ani kemudian menatap Denis yang melangkah semakin menjauh.
"Maaf aku harus mengatakan ini,..." ucap Thomas.
Angel yang sedang menangis dalam pelukan Dave merenggangkan pelukannya. Merasa tertarik dengan apa yang akan Thomas katakan pada mereka. Sama halnya dengan Dave dan Ani yang langsung memasang telinganya. Begitu pun dengan Denis yang ternyata sudah menghentikan langkahnya.
"Apa?" tanya Dave jengkel. Kenapa Thomas harus menginterupsi disaat yang tidak tepat seperti ini?
"Bambang meninggal."
***
Segera setelah mereka mendengar kabar kematian Bambang mereka bergegas menuju lokasi kejadian. Kecuali Angel dan Ani yang harus menunggu kedatangan mayat Bambang di rumah sakit.
Mayat Bambang ditemukan di dalam bagasi mobil hitam yang terparkir di basement salah satu hotel ternama. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah sakit sehingga dalam waktu lima menit saja mereka sudah sampai di sana. Sudah banyak sekali polisi yang datang. Tak hanya itu wartawan dan para warga yang penasaran dengan apa yang terjadi berkerumun di belakang garis polisi.
Tak jauh dari sana seorang saksi yang menemukan tubuh Bambang sedang dimintai keterangan oleh polisi.
Saksi itu, yang merupakan seorang wanita sosialita itu mengatakan bahwa tadi saat dia akan memasuki mobil, pintu mobilnya tidak bisa dibuka karena mobil yang ada di sampingnya parkir telalu dekat dengan mobilnya. Wanita itu sempat marah-marah dan menendang-nendang mobil itu berharap alarm anti pencurian mobil itu berbunyi sehingga pemilik mobil datang. Akan tetapi dia malah melihat sebuah jari yang tejepit di bagasi. Wanita itu lalu berteriak keras membuat pengendara yang hendak memarkirkan mobilnya menghampirinya.
"Ah, aku takut sekali. Aku tidak yakin akan bisa tidur nanti malam." ucap wanita itu sambil menutupi wajahnya. Sepertinya kejadian saat melihat mayat Bambang sangat membayanginya.
"Tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa padamu." polisi yang sedang menginterogasi wanita itu mencoba menengangkan.
"Kamu yakin tidak akan ada yang terjadi? Tidak akan ada hantu 'kan?" wanita itu semakin melantur.
"Di dunia ini tidak ada yang namanya hantu, miss." ujar Dave yang datang bersama dengan Thomas dengan paying transparan di tangannya.
"Thomas, aku baru saja mau memberitahumu." ujar polisi itu. Dia lalu mengisyaratkan pada bawahannya yang lain untuk mengamankan wanita itu.
"Apakah ada yang serius?" tanya Thomas.
"Ada kesamaan dengan kasus sebelumnya." ujar polisi itu. Menatap Thomas dan Dave secara bergantian.
"Sama? Apa maksudnya? Sama dengan apa?" tanya Dave tidak mengerti.
Tak lama Denis datang menghampiri mereka. "Maaf aku terlambat."
Thomas hanya tersenyum sekilas kea rah Denis. Mengangkat garis polisi tinggi-tinggi supaya ia bisa masuk ke dalamnya. Saat Dave akan ikut masuk, pria itu menahannya.
"Si pembunuh kalajengking." ucap polisi itu saat melewati Dave lalu masuk ke dalam area khusus polisi itu.
"Ah, ayolah, apa kalian benar-benar tidak akan membiarkan kami masuk?" teriak Dave memohon. Namun, tidak ada respon sama sekali dari Thomas dan polisi itu.
Di sampingnya Denis melipat kedua tangannya di depan dada. Mencebikkan bibirnya. Tingkah kekanakan saudaranya itu kembali datang.
"Thom! Thomas! Kamu serius membiarkan kami hanya berdiri di sini saja?"
"Jangan mencoba melintas." Denis memperingatkan saat saudara kembarnya itu hendak menerobos garis polisi.
"Ah, kenapa juga kamu harus bersikap semenyebalkan ini."
Dave membuka payungnya lalu berjongkok. Wajahnya acak-acakan karena kesal. Membuat Denis yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala. Orang gila mana yang akan berjongkok dengan payung terbuka di tempat beratap seperti ini?
Akhirnya Dave pun diam setelah Denis memperingatkannya. Dari sini mereka berdua bisa melihat Thomas dan beberapa polisi sedang memeriksa mobil itu. Beberapa pria berseragam khusus—tim forensik—sedang memeriksa apakah ada sidik jari yang tertinggal dengan mengibas-ngibaskan kuas yang sudah diberi bahan khusus. Beberapa langkah dari pria-pria itu seorang polisi memotret apa yang sedang mereka lakukan. Thomas dan polisi tadi berdiri di belakang mobil. Melihat ke dalam bagasi yang terbuka. Beberapa orang tampak menggotong kantung mayat lalu memasukkannya pada ambulance yang terparkir tak jauh. Itu adalah mayat Bambang.
Baik Dave maupun Denis, mereka sama sekali tidak bisa mendengar apa yang diperbincangkan di sana. Yang mereka lihat hanyalah Thomas yang sekali-kali mengangguk saat polisi di sampingnya mengatakan sesuatu padanya. Kening Thomas terlihat berkerut tajam, dia sedang berpikir.
Dua puluh menit kemudian Thomas dan polisi tadi menghampiri mereka. Wajah Thomas masih terlihat seserius tadi.
"Kamu yakin itu orang yang sama?" tanya Thomas pada polisi disampingnya.
Sekarang Dave dan Denis bisa mendengar apa yang dibicarakan dua polisi itu karena jaraknya yang semakin dekat. Dave berdiri dengan payungnya yang masih terbuka. Padahal di luar tidak hujan sama sekali.
"Aku yakin!" ucap polisi itu sangat yakin. Dia lalu menyerahkan sebuah kertas pada Thomas.
"Tanda itu sama dengan tanda pada orang sebelumnya." ujarnya.
Dave segera berhambur mendekati Thomas untuk melihat apa yang diberikan polisi itu.
Itu adalah gambar tanda naga berkepala kalajengking yang mirip dengan tanda yang ada pada mulut pria yang terdampar itu. Anehnya, jika sebelumnya tanda itu ada di dalam mulut. Tanda pada tubuh Bambang berada pada dadanya.
"Boleh aku melihatnya?" ucap Denis yang sejak tadi berdiri dengan tenang.
Thomas pun memberikannya pada Denis.
Dave mendekat lagi pada Denis melihat gambar itu. Tanpa diperintah Dave mengeluarkan ponselnya diam-diam. Denis melihatnya, akan tetapi ia membiarkan saja. Malah bersikap seperti mendukung apa yang Dave lakukan saat saudaranya itu mengambil gambar kertas itu.
"Mungkin ini bisa berguna." gumam Dave sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.
"Awas, jangan sampai terhapus." desis Denis memperingatkan.
"Memangnya aku seceroboh itu." ucap Dave tidak terima sambil berlalu menghampiri Thomas untuk menguping apa yang dibicarakannya dengan polisi itu.
***
Gimana Bab ini menurut kalian?
kalau makin gaje, gue udah tau hehe
udah Voment kan? kalau belum, voment ya
ig: iistazkiati
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top