BAB 21

Baca ya semoga suka :)

Vote dulu ya sebelum baca :*

~Playlist: 2PM Changmin & Jin Woon - Can't I Love You~


***

Angel menghela napas. "Aku akan keluar jika kamu sedang ingin sendiri."

Ini Rosa

Ditatapnya Rosa yang masih berbaring membelakanginya. Rosa bergeming. Sama sekali tidak merespon apa yang ia ucapkan.

"Dia kenapa?" tanya Ani yang entah sejak kapan berdiri di depan pintu. Mengintip ke dalam melihat Rosa dengan keheranan.

Angel mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahu."

"Apa ada sesuatu yang aneh dari dia? Apa menurut kamu dia ada hubungannya dengan semua ini? Seperti yang Denis katakan."

"Entahlah."

Lagi-lagi Angel menggeleng. Membuat Ani yang menanyainya akhirnya menyerah. Melangkah beriringan bersama Angel menuju kantin. Jam makan siang memang sudah lewat, ia harap masih ada beberapa makanan yang bisa mereka makan disana.

Drrrrt...drrrttt...

Ponsel Angel yang berada di saku jubah putihnya bergetar. Awalnya Angel mengira itu hanya pesan, akan tetapi getaran itu tidak berhenti.

"Hallo, Denis." sapa Angel pada Denis yang berada di ujung sana.

"Kamu di mana?!" tanya Denis sedikit rusuh dari ujung sana. Tidak hanya itu ia juga mendengar napas Denis yang terengah-engah.

Keningnya bekerut dalam. Dadanya tiba-tiba disesaki sesuatu yang tidak jelas. Seperti sebuah firasat buruk.

Ia melihat seorang pria misterius mendorong kursi roda dengan seseorang yang ditutupi wajahnya di atasnya. Angel tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria misterius itu. Pria itu memakai topi, masker, dan baju serba hitam. Angel merasa curiga, sama halnya dengan Ani.

Sampai...

"Bambang melarikan diri dari penjara." ujar Denis.

Tiba-tiba ia mendengar suara keributan di belakangnya. Secara bersamaan Ani dan Angel menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat beberapa petugas keamanan berlarian ke sana kemari.

"Angel, ada apa? Hallo," tanya Denis khawatir dari ujung sana.

"Ada apa?" tanya Ani setelah ia berhasil menghentikan salah satu petugas keamanan.

"Rosa diculik." petugas keamanan itu menghela napasnya sejenak. "Seseorang membawanya."

"Rosa diculik. Nanti aku hubungi lagi." Angel memutuskan sambungan telepon sepihak. Setelah mendengar apa yang Denis dan petugas keamanan itu katakan padanya dan Ani, ia sudah bisa menebak bahwa Bambang ada hubungannya dengan keributan yang terjadi saat ini.

Segera Angel berlari ke arah terakhir kali ia melihat pria misterius—yang mungkin saja Bambang yang melarikan diri dari penjara—membawa seseorang di atas kursi roda.

"Ikuti Dokter Angel." perintah Ani pada petugas keamanan itu.

Ani pun berlari mengejar Angel bersama dengan petugas keamanan itu.

Angel berlari sekencang mungkin, berharap orang yang ia lihat setengah menit yang lalu itu belum terlalu jauh. Akan tetapi sampai sejauh ini ia belum juga mendapati pria misterius yang tadi ia lihat.

Baru saja ia keluar dari tangga darurat dan mendapati lorong kosong nan gelap di hadapannya. Sempat terdiam beberapa detik untuk menarik napas dan meredakan rasa lelahnya. Ani dan petugas keamanan pun tiba di sampingnya.

"Kamu melihatnya?" tanya Ani lalu membungkuk untuk meredakan kelelahannya.

Angel menggeleng pelan. Terlihat kecewa. "Aku yakin tadi aku melihatnya ke arah sini."

Ani bangkit lalu menepuk pundak Angel. "Aku tadi juga melihatnya."

Pucuk dicinta, ulam pun tiba.

Mereka melihat pria misterius lewat di ujung lorong masih mendorong kursi roda. Langkah kaki pria itu terlihat tenang-tenang saja. Pria di ujung lorong itu menoleh dan menyunggingkan senyum yang tidak bisa diartikan.

Saat pria itu menghilang dari pandangan, mereka segera berlari mengejar jejak pria misterius itu.

Awalnya pria misterius itu melangkah dengan tenangnya. Menyadari Angel, Ani, dan seorang petugas keamanan mengejarnya, pria itu pun mempercepat langkahnya. Pria itu berbelok cepat.

***

"Kita ke rumah sakit." putus Denis yang sedang mengendarai mobil. Tiba-tiba menghentikan mobilnya. Membuatnya seketika dihujani oleh klackson dari pengendara di belakangnya yang protes karena ulahnya.

Dave dan Thomas terlempar ke depan. Kepala Dave hampir saja menjadi korban, hampir membentur dashboard jika saja tangannya tidak repleks berpegangan. Sementara itu Thomas yang duduk di belakang lebih cepat menahan ke jok di depannya sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang hampir menjadi korban.

Mereka akan ke penjara untuk meminta keterangan dari sipir mengenai kaburnya Bambang dari penjara.

"What the f*ck!" umpat Dave sambil memeriksa kepalanya yang hampir saja bocor itu. "Kamu hampir membuat kepalaku yang berharga ini bocor!"

"Apa?" tanya Thomas dengan nada suara lebih tenang.

"Kita ke rumah sakit." ulang Denis menatap Thomas dan Dave secara bergantian.

"Tapi, kenapa?" Thomas tidak mengerti kenapa Denis tiba-tiba merubah rencana.

"Begini..." Denis tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. Tentang Rosa, pasien Angel yang ia curigai punya suatu hubungan dengan kekacauan yang terjadi selama beberapa bulan ini.

"Aku mencurigai salah satu pasien Angel punya hubungan dengan semua ini. Dan,...aku baru saja mendengar bahwa dia di culik beberapa menit yang lalu. Bambang mungkin ada di sana." terang Denis. Detik berikutnya Dave dan Thomas tidak menolak sama sekali saat Denis melajukan mobilnya menuju rumah sakit.

***

"Cut!" teriak seorang sutradara yang duduk di belakang monitor.

Ketika si pemeran utama—Kara Bintang—menghampirinya, ia berdiri sambil tersenyum lebar. "Hebat! Hebat!" pujinya sambil mengacungkan dua jempolnya.

Kara membungkuk sopan. "Terimakasih." ucapnya, senyum pria tampan itu pun mengembang.

Manager Kara berlari dari arah lain sambil membawa sebotol ari mineral. Ia menoleh dan tersenyum sambil menerima minuman yang diberikan managernya itu.

"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Kara setelah meneguk minuman yang diberikan managernya sampai tersisa setengahnya lagi. Di belakangnya mangernya berjalan mengikutinya menuju kursi empuk yang khusus disediakan untuknya.

Manager tersebut membungkuk dan membisikan sesuatu pada Kara yang sudah mengambil posisi duduk di kursinya itu. Seketika itu juga terjadi perubahan pada wajah pria tampan itu. Itu tidak berlangsung lama karena setelahnya wajahnya kembali tersenyum ramah pada lawan mainnya yang lewat di hadapannya itu.

Setelah lima belas menit istirahat. Sang sutradara itu kembali menyerukan bahwa syuting adegan selanjutnya akan dilaksanakan.

Setelah melepas mantelnya, Kara pun berjalan menuju sebuah mobil boks.

"Siap?" tanya sutradara pada Kara melalui toa yang selalu ia bawa itu

Kara yang sudah berdiri di atas mobil boks itu mengacungkan jempolnya pertanda ia sudah siap dengan posisinya.

"Action!" teriak sutradara itu.

Mobil boks itu pun melaju dengan Kara berada di atasnya. Melawan angin dan kecepatan mobil boks itu Kara mencoba berjalan di atasnya. Di depannya ada mobil mewah yang membawa lawan mainnya.

Kara melakukan adegan berbahaya di mana ia harus melompat dari mobil boks itu ke atas mobil mewah itu untuk menyelamatkan pasangannya dari para mafia yang menculiknya. Mobil boks itu memang berjalan pelan, akan tetapi untuk memperbagus aktingnya Kara bersikap seolah-olah ia sedang menyeimbangkan langkahnya di atasnya.

Setelah dirasa cukup, seseorang di depan sana mengangkat bendera merah pertanda Kara harus melompat dari mobil boks ke atas mobil. Dengan sekali lompatan Kara sudah berhasil berdiri di atas mobil mewah itu. Tubuhnya menempel pada bagian atas mobil dengan kedua tangan berpegangan pada sisi-sisinya.

Adegan itu terlihat sangat baik pada awalnya. Akan tetapi saat Kara mencoba berdiri, kebetulan sekali mobil mewah itu melewati tikungan sehingga Kara yang kurang keseimbangannya itu tergelincir. Pria itu terjatuh, sempat berguling-guling di atas aspal sebelum berhenti karena tertajan pohon di pinggir jalan.

Semua crew langsung panik melihat sang pemeran utama jatuh itu. Kara yang masih belum bergerak dari posisinya seketika mengundang kekhawatiran dari semua orang.

"Panggil ambulance!!" teriak sutradara. Suaranya sangat keras, lebih keras dari saat ia menggunakan toa.

Lima belas menit kemudian ambulance pun datang.

***

Denis memarkir mobilnya asal di depan rumah sakit. Segera mereka bertiga—Denis, Dave, dan Thomas—keluar dari dalamnya. Langkah mereka cepat, rusuh.

Masih dengan kecepatan langkah kakinya yang lebih mirip seperti sedang berlari itu Denis merogoh ponsel dari saku celananya. Tak butuh banyak waktu, Angel sudah mengangkatnya.

"Dimana dia?" tanya Denis.

Dave memberikan isyarat supaya mereka bertiga berpencar. Ketiganya pun serempak mengangguk menyetujui. Dave kea rah kanan, Denis, ke kiri, dan Thomas ke depan.

Masih dengan ponsel yang menempel di telinganya ia berusaha untuk tidak kehilangan komunikasi dengan Angel yang juga sedang mengejar orang mecurigakan itu.

"Di turun melalui tangga darurat." ujar Angel dari ujung sana.

"Oke." Denis pun bergegas menuju pintu tangga darurat. Letaknya tak jauh dari lift khusus dokter. Setelah itu Denis memutuskan panggilannya.

Bersamaan dengan hal itu Dave dan Thomas sampai di sana. Mereka bertiga saling berpandangan penuh arti.

"Dia di sana!" teriak Ani yang muncul dari arah yang berlawanan. Menunjuk pria dengan setelan serba hitam sambil mendorong kursi roda menuju pintu keluar.

Segera mereka berlari untuk menghadang pria itu kabur. Sama halnya dengan Angel yang baru saja keluar dari pintu tangga darurat.

Mereka berhasil menghadang pria itu. Dave yang tidak sabaran langsung membuka kain yang menutupi seseorang yang duduk di atasnya. Senyumnya sempat mengembang penuh kemenangan. Akan tetapi senyum itu kembali pudar tatkala ia melihat seseorang yang duduk di atasnya bukanlah seseorang yang ia maksud.

Seketika orang-orang berkerumun. Tampak beberapa orang mengambil gambar sesuka hati mereka. Tak banyak juga yang memekik kaget melihat sang bintang yang sedang naik daun berada di lobi rumah sakit.

"Kara." gumam Angel tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Yang ada di atas kursi roda itu bukan Rosa. Bahkan jenis kelamin mereka pun beda. Bukan, bukan gadis depresi yang ada di sana. Melainkan seorang bintang yang sedang berada di puncak kariernya, Kara Bintang. Siapa yang tidak tahu pria tampan yang satu ini? Dan pantas saja jika kehadirannya di lobi rumah sakit seperti ini langsung mengundang orang-orang berkerumun melihatnya.

"Kamu!" Dave memekik. Dilepaskannya masker yang menutupi wajah si pendorong kursi roda.

"Apa kalian bisa menjelaskan apa yang terjadi di sini?" geram pria yang baru saja dilepaskan maskernya itu. Menatap Dave dengan tatapan kesal. Merebut masker hitamnya dari tangan Dave secara paksa.

"Maaf kami salah orang." ucap Angel dengan malu. Menatap Kara yang duduk dengan tenanya di atas kursi roda.

"Tidak apa-apa." jawab Kara disertai senyumannya. Tangannya meraih selimut yang terjatuh di samping kursi rodanya.

Ani menatap Kara dengan penuh rasa bersalah. "Maaf karena kita,..."

"Tidak usah dipikirkan. Ini hanya masalah kecil." Kara beralih menatap Angel. "Sampai bertemu lagi."

Senyum di wajah Kara saat menatap Angel sangat kentara namun tidak bisa diartikan. Membuat Angel bingung. Ia diam di tempatnya.

"Sialan!" umpat Dave sambil menendang angin.

"Bambang ditemukan tewas." umum Thomas yang baru saja kembali seusai menjawab telepon.

Bukan main kagetnya mereka mendengar pengumuman itu. Berarti selama setengah jam ini mereka sebenarnya tidak mengejar Bambang sama sekali. Dan hilangnya Rosa pun tidak ada hubunganya dengan Bambang. Kenapa mereka bisa bertindak segegabah ini?

"Kita sudah membuat kesalahan." ucap Denis. Tatapan matanya mengarah pada Kara dan managernya yang semakin menjauh.

Angel menatap ekspresi wajah Denis. Ia mengerti apa yang Denis maksud. Bahwa mereka sudah membongkar identitas mereka secara tidak sengaja. Ini buruk.

***

Gimana part ini?

Menurut kalian siapa yang culik Rosa?

Bambang atau siapa? Sementara Bambang baru aja meninggal.


Jangan lupa Vote dan Komennya ya para readers


Ig: iistazkiati

Im your _Besti

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top