BAB 19

***

Penyanyi bersuara emas Kara Bintang mulai melebarkan sayapnya ke dunia perfilman. Film perdananya yang berjudul “Kamuflase” sedang digarapnya sejak satu minggu yang lalu dengan lawan main Fay Feronica. Film yang diangkat dari novel karya Iis Tazkiati N yang disutradarai oleh Tina Sutiani itu sukses mendapat banyak dukungan dari banyak kalangan. Film ini kabarnya akan menyapa para pemirsa sekalian bulan September tahun ini.

KARA BINTANG

Kemudian suara di layar televisi itu digantikan dengan wajah oriental Kara Bintang bersama dengan Fay Feronica. Angel yang sedang istirahat shiftnya itu menghembuskan napasnya. Kara Bintang adalah artis yang sangat digemari banyak kalangan saat ini. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai dewasa. Semua lagu-lagunya laris dipasaran, konser yang diadakannya selalu penuh penonton, serta kehidupan sehari-harinya selalu menjadi sorotan. Terakhir Kara mendapat penghargaan sebagai penyanyi pria terbaik diajang bergengsi di Thiland. Mengalahkan Afgan yang sudah mengudara lebih dulu darinya.

“Wah… Kara Bintang!!” seru Ani saat melihat televisi.

“Gimana pasien kamu hari ini?” tanya Angel sambil menggeser posisi duduknya. Memberi tempat pada Ani.

“Yah…gitu. Belum ada perkembangan. Aku bosan mengatakan pada keluarganya bahwa keadaannya semakin baik.” Ani mengangkat bahu. “Tapi, mau bagaimana lagi,”

Angel menepuk bahu Ani. “Jangan dipikirkan. Terkadang kita memang harus berbohong demi kebaikan. Bukan berari kita orang jahat ‘kan?”

Ani bertepuk tangan. “Wah! Bijak!”

Angel nyengir memperlihatkan jajaran giginya. “Aku lapar.” ucapnya sambil memegangi perutnya.

“Pantas saja kamu tiba-tiba sok Mario Teguh seperti itu.” Ani bangkit lalu  mengamit lengan Angel. “Ayo! Aku traktir sesuatu.”

***

“Suster tahu, di sana banyak perempuan seperti aku. Kamu harus menolongnya!” desak wanita depresi itu pada suster yang sedang menyuapinya makan siang.

“Mereka juga sama menderitanya seperti aku. Mereka juga sedang berjuang melawan penyakitnya. Mereka sangat menderita di sana. Kamu harus menolong mereka!” kali ini wanita itu memegangi lengan suster itu dan menggoyang-goyangkannya. Membuat bubur di mangkuk tumpah kesana kemari.

Suster itu tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan wanita ini. Dia meringis meringis prihatin. Wanita ini memang sudah lebih baik sekarang. Tidak sehisteris dulu saat dibawa ke rumah sakit ini. Suster ini kesal karena sejak tadi wanita ini terus mendesaknya untuk menolong “perempuan-perempuan” yang katanya sangat menderita itu.

Perempuan-perempuan siapa?

“Apa yang kamu maksud sebenarnya?” suster itu menepis tangan wanita itu. Mulai kesal dengan sikap abnormal wanita ini. Menyimpan mangkuk bubur di meja kecil samping tempat tidur setengah membantingnya.

“Mereka! Mereka butuh pertolonganmu. Perempuan-perempuan itu sangat membutuhkan kamu.”

Tepat sebelum suster itu kalap Angel datang. Meringis melihat keadaan suster itu. Sangat kesal, pasti.  Siapa juga yang tidak akan kesal.

“Kamu istirahat saja.” ucap Angel pada suster itu.

Angel mendekat ke ranjang dan duduk di tepiannya setelah suster itu keluar dari ruangan.

“Doker percaya ‘kan kalau di luar sana ada yang membutuhkan bantuan?” tanya wanita itu.

Angel mengerutkan keningnya. Mau tidak mau ia mengangguk. Mengambil mangkuk bubur sambil menatap wanita itu dengan senyum diwajahnya.

“Dokter harus menolong mereka. Mereka ada di suatu tempat.”

Angel menghela napas. Menghadapi pasien seperti ini memang membutuhkan kesabaran ekstra.

“Mungkin aku harus tahu cerita tentang mereka dulu. Kamu mau menceritakkannya ‘kan?”

Wanita itu menangguk mantap.

“Kamu bisa cerita setelah menghabiskan ini.” Angel mengangkat tinggi-tinggi mangkuk bubur di tangannya.

Wanita itu pun menurut. Tak sampai 5 menit bubur dalam mangkuk itu sudah habis. Sekarang Angel menyodorkan air putih pada wanita itu.

“Sekarang kamu bisa menceritakan tentang apapun, tentang mereka padaku.”

Wanita itu pun bercerita. Hanya sedikit yang ia mengerti, perempuan-perempuan sepertinya, ruangan sempit, tikus, bau busuk, mayat, diteliti, mati. Apa yang diceritakan wanita ini sama sekali tidak ia mengerti. Wanita ini terus saja mengulang-ngulang kalimat yang sama bahwa Angel harus menolong  mereka, bahwa mereka sangat menderita.

“Aku melarikan diri. Aku takut mereka akan datang.” wanita menatap sekeliling dengan waspada.

Angel menyentuh bahu wanita ini. “Tenang mereka tidak akan datang. Aku tidak akan membiarkan mereka datang.”

“Dokter percaya ‘kan apa yang aku katakan?” tanya wanita itu penuh harap.
Sempat terdiam sejenak. “Baik mmm…aku tidak tahu apa yang terjadi. Situasi gawat seperti apa yang kamu mmm…maksud. Yang aku tahu sekarang bahwa kamu sedang dirawat di rumah sakit ini dan aku doktermu. Aku akan memastikan bahwa tidak akan ada yang bisa menyakiti kamu selama kamu ada di sini.”

Tiba-tiba wanita itu menunjuk bunga mawar pada pot di dekat jendela.

Kening Angel berkerut samar. “Mawar?” tanyanya tak yakin. “Ada apa dengan mawar.”

“Itu bunga mawar,…ros. Namaku Rosa.”

***

“Nyonya sudah pulang?” tanya Bambang pada Ijah yang menyambutnya di depan pintu. Berjalan melewati wanita kurus kering itu sambil melonggarkan dasinya.

“Belum tuan.” jawab Ijah sambil berjalan mengekori Bambang tak lupa dengan tubuh membungkuk.

“Kemana dia?” Bambang membalikkan tubuhnya menatap asisten rumah tangganya.

“Belanja tuan.” jawab Ijah sambil menunduk.

“Yasudah. Siapkan air hangat untukku.”

“Baik tuan.” Ijah pun berlalu dari hadapan majikannya menuju dapur untuk memasakkan air panas.

Bambang menyampirkan jasnya pada sandaran salah satu kursi di meja makan. Langkahnya tidak berhenti. Berbelok ke kiri sebelum akhirnya ia berhadapan dengan pintu kayu berukuran sedang dengan gaya klasik. Didorongnya pintu itu menggunakan bahunya.

Seketika aroma kuat menyeruah indra penciumannya. Berdiri dengan bangga menatap rak-rak anggurnya. Menghampiri salah satu rak lalu mengambil satu botol yang langsung ia buka menggunakan sebuah alat yang selalu ada di sana.

Bambang meminum langsung anggur yang baru saja diambilnya itu. Sebelah tangannya yang bebas menarik sebuah tuas di sisi rak anggur. Dinding di sampingnya berderit. Terbuka sekitat 15 senti.

Ternyata di dalam dinding yang terbuka itu ada sebuah ruangan rahasia. Ruangan yang hanya dirinya saja yang tahu. Di hadapannya terdapat tumpukan uang membentuk kubus. Sebelah tangannya menelusuri permukaan uang lalu mengambil satu gepok dan menghirupnya seperti menghirup parfum kenamaan.

“Aku masih sangat menyukai bau ini.”

Bambang lalu duduk bersandar ke dinding menghadap uang itu. Tertawa puas. Merasa bangga dengan apa yang dimilikinya. Sampai ia mengantuk, mengantuk, lalu tertidur.

Tiba-tiba…

Brakk.

Bambang terbangun dari tidurnya. Kaget bukan main dirinya melihat beberapa polisi berdiri di hadapannya. Belum sempat ia melarikan diri. Salah seorang polisi sudah memborgolnya.

“Anda kami tangkap atas tuduhan penggelapan uang.”

Bambang tampak pasrah dibawa oleh para polisi itu.

***

Maaf gue ngaretnya gak ketulungan hahah
Sebenernya ini cerita action perdana gue. Biasanya gue nulis cerita romance atau teenlit. Tantangan baru buat gue hahah harus muter otak lebih keras sama pake hati lebih peka dari biasanya hhe
Jangan lupa vomentnya yaa....

Ig: iistazkiati

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top