BAB 15


Lanjut dari yang sebelumnya. Happy reading guys!



***


"Sama Dave? Kamu dimana?" tanya Angel pada Denis yang berada diujung sana.


"Iya. Aku ada di rumah sakit." jawab Denis dari ujung sana.


Langkah  Angel tiba-tiba saja berhenti. Keningnya berkerut samar, untuk apa Denis berada di rumah sakit. "Rumah sakit mana?" tanya Angel, tanpa sadar ia memutar tubuhnya siapa tahu ia melihat Denis atau Dave.


Terdengar Dave terkekeh dari speaker ponselnya. "Jangan mencari-cari aku seperti itu aku tidak ada di rumah sakit itu." kata Denis, selalu saja pi.


"Dari mana kamu tahu aku nyari kamu?" tanya Angel keheranan.


"Yah... hanya menebak saja." jawab Denis enteng.


"Kamu, mmm... atau Dave gak sakit apa-apa 'kan?" tanya Angel.


Bodoh, ia tidak boleh menunjukkan rasa khawatirnya pada Denis.


"Gak, aku atau Dave gak ada yang sakit."


Angel menghembuskan nafasnya lega. Tapi, untuk apa Denis dan Dave ada disana?


"Kamu pasti dengar kalau narapidana itu meninggal tadi pagi. Saat ini aku dan Dave sedang bersama dengan istri dan anaknya."


"Apa ada masalah disana?" tanya Angel.


"Yah, sedikit." Denis menghela napas. "Entah kenapa istri dari narapidana itu tidak diizinkan untuk melihat mayat suaminya."


"Itu tidak benar? Setahuku tidak ada peraturan seperti itu." bantah Angel cepat.


"Aku juga berpikiran seperti itu."


Tanpa sadar Angel sudah berada di depan kamar rawat VVIP. Tempat pasien barunya dirawat. Yap, pasien perempuan yang menderita kanker dan depresi secara bersamaan. Yang diserahkan Dokter Fahmi padanya.


"Denis, maaf. Aku harus bekerja sekarang." ucap Angel sambil menatap pintu ruang VVIP di hadapannya. "Nanti aku telpon lagi."


Setelah mematikan sambungan telponnya dengan Denis, ia pun memasuki kamar VVIP.


Prang.


Angel kaget dengan benda yang hampir saja mengenai tubuhnya itu. Sebuah vas bunga cantik yang sekarang sudah berubah menjadi pecahan-pecahan yang berserakan di samping tubuh Angel. Hampir mengenai keningnya.


"KELUAR!!" teriak wanita yang baru saja melemparkan vas bunga yang hampir mengenai Angel itu.


Angel tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri. Menatap wanita yang lumayan muda yang terbalutkan perban di seluruh wajahnya. Wanita yang baru saja menjerit menyuruh Angel keluar.


"Jangan melihatku!" teriak wanita itu sambil melemparkan batal yang sebelumnya menjadi sandaran punggungnya pada Angel.


Angel berhasil menangkap bantal itu. Tidak mengerti situasi yang terjadi saat ini. Tentang kenapa wanita itu seperti ini.  Tentang alasan ia berada di kamar ini sekarang. Dan tentang wanita itu yang saat ini menjadi tanggung jawabnya sebagai dokter.


Kesan pertama yang buruk. Namun, Angel berusaha untuk tersenyum dan mendekati wanita itu sambil membawa bantal yang baru saja dilemparkan wanita itu padanya.


"Jangan takut." Angel mendekatinya perlahan-lahan. Kening Angel mengernyit saat wanita itu hendak meraih gelas air mineral dari atas meja. "Aku tidak akan menyakitimu."


Setelah Angel mengatakan hal itu, perlahan tangan wanita itu melemas. Tatapan matanya masih tajam seperti sebelumnya.


"Aku takut dia datang." ujar wanita itu. Matanya menatap ke sekitar dengan waspada.


Ada apa dengan wanita ini? Angel membatin.


"Dia?" tanya Angel sambil meletakkan bantal ke belakang tubuh wanita itu.


"Dia pasti akan datang untuk menyakitiku." Ucap wanita itu lagi. Memeluk lututnya sendiri. Terlihat sangat ketakutan.


Angel memegangi pundak wanita itu. Wanita yang mungkin seumuran dengannya. Tubuhnya sangat dingin. Wajahnya pun sangat pucat. Rambut panjangnya juga terlihat sangat berantakkan. Lebih daripada itu wanita ini sangat lemah. Angel bisa melihat semua itu.


"Dia? Siapa yang kamu maksud?" tanya Angel.


Wanita itu menatap Angel. Tatapan matanya masih telihat sangat waspada. Tingkah lakunya seperti orang gila. Akan tetapi, Angel yakin wanita ini tidak gila, wanita ini bisa saja mengalami sebuah trauma yang membuatnya sangat terpukul sehingga membuatnya seperti sekarang ini. Angel berusaha untuk memahami kondisinya. Memahami wanita ini dan menjadi temannya.


"Dia...dia...laki-laki jahat itu." tatapan mata wanita itu menyebar kesegala penjuru kamarnya. Terlihat sangat ketakutan.


Angel yang juga sebagai seorang wanita berusaha untuk memahami apa yang dirasakan wanita ini. Angel memeluk wanita ini dari samping, berusaha untuk menenangkan wanita ini.


"Dia pasti akan datang lagi kesini dan menyakitiku." kata wanita ini.


Angel yang tidak mengerti apa yang dikatakan oleh wanita ini hanya bisa memeluk erat wanita ini tanpa mengatakan sepatah katapun.


***


"Minumlah." Denis menyerahkan secangkit teh yang masih mengepulkan asap tipis-tipis pada istri narapidana itu. Yang belakangan diketahui bernama Salwa dan Ilma nama putrinya.


Salwa masih saja menangis walaupun beberapa jam yang lalu. Denis dan Dave sudah membawa Salwa dan putrinya ke apartement milik Dave di daerah yang tidak terlalu jauh dari rumah sakit itu.


Dave dan Denis berusaha untuk tidak banyak membahas tentang narapidana itu. Sekarang bukan itu fokus utamanya. Sekarang mereka berdua hanya harus membuat Salwa dan Ilma untuk tenang terlebih dahulu. Setelah itu mereka akan menanyakan tentang narapidana itu pada Salwa. Karena pasti Salwa yang lebih mengetahui seperti apa suaminya selama ini.


"Tenangkan dirimu. Temanku Thomas sedang mengurusnya. Aku yakin sebentar lagi kamu dan Ilma akan bisa melihat suamimu. Percayalah pada kami berdua." ujar Denis.


"Minum saja itu, kamu akan merasa lebih tenang setelahnya." Dave menimpali.


"Terimakasih." ucap Salwa sambil meminum teh yang Denis berikan padanya dengan hati-hati. Salwa sedikit lebih tenang sekarang.


Bel pintu berbunyi. Membuat semua yang ada di ruangan itu menoleh secara serempak pada pintu masuk.


"Biar aku yang buka." kata Denis membuat Dave yang hendak melangkah terhenti dan duduk kembali di samping Ilma.


"Angel." Denis melihat Angel berdiri di depan pintu dengan rambut kucir kuda acak-acakannya. Membuat Angel terlihat sangat manis saat ini. Dan tanpa sadar Denis tersenyum melihatnya.


"Wanita itu ada disini?" tanya Angel sambil mengintip kea rah dalam.


Senyum Denis lenyap seketika. Bergantikan dengan wajah serius seperti sebelumnya. "Dia ada di dalam."


"Bagaimana? Apakah dia sudah baikan sekarang?"


"Ya. Dia tidak sehisteris tadi. Dia sekarang sedikit lebih tenang."


"Boleh aku masuk?" tanya Angel.


Menyadari bahwa dirinya dan Angel masih berada di depan pintu, Denis pun meminggirkan tubuhnya memberi jalan untuk Angel.


***


"Angel." Dave yang melihat kedatangan Angel itu pun bangkit dari duduknya dan menghampiri Angel.


"Kamu kelihatan kusut banget? Kenapa mereka mempekerjakan kamu marathon hari ini? Ya ampun, apa yang udah mereka lakukan pada kamu." ujar Dave sambil membelai rambut Angel yang tampak acak-acakan itu.


"Arghh..." Angel menyingkirkan tangan Dave. "Kamu ini kenapa? Urus aja pekerjaan kamu yang hari ini kamu tinggalkan." karena kesal, Angel membentak Dave.


"Kamu tahu 'kan kalau aku tidak pernah berniat meninggalkan pekerjaan. Kamu juga tahu kalau ada urusan yang penting hari ini."


"Yah! Terserah." Angel memutar bola matanya lalu duduk disamping anak kecil yang sepertinya bernama Ilma itu.


Angel tersenyum tipis pada anak perempuan bernama Ilma itu. "Jangan sedih lagi ya." ucap Angel mencoba untuk menenangkan gadis kecil itu. Akan tetapi entah kenapa yang diucapkannya itu malah membuat tangis Ilma semakin keras dari sebelumnya.


Denis yang melihatnya pun meringis sambil menatap Angel yang terlihat kebingungan.


"Apakah sudah ada kabar dari rumah sakit?" tanya Angel mengalihkan. Melupakan Ilma yang barusan ia buat menangis lebih keras dari sebelumnya.


Dave menggeleng pelan. "Kami tidak habis pikir kenapa mereka melarang istrinya untuk melihat jasadnya. Apakah di rumah sakit ada kebijakkan seperti itu?" tanya Dave.


"Setahuku siapapun tidak diperbolehkan untuk melihat jasad seseorang di kamar mayat. Dan kalaupun di rumah sakit itu tidak memperbolehkan... aku tidak tahu kenapa sebabnya."


"Ada yang aneh." gumam Denis.


"Wah, kenapa kamu baru menyadarinya sekarang." ucap Dave dengan nada meledek. "Sejak tadi aku sudah merasa seperti ada yang mereka tutup-tutupi, entah apa itu. Dan... kamu baru menyadarinya sekarang? Wahh..."


"Sudahlah. Kenapa kamu malah bersikap seperti itu?" Angel mendelik sebal ke arah Dave yang seperti biasa selalu bersikap sangat menyebalkan itu.


"Apapun itu, aku akan mencari tahu." tegas Denis sebelum akhirnya menyambar jaketnya lalu keluar dari tempat ini.


Angel menghela napasnya saat melihat kepergian Denis. Kenapa saat Angel baru sampai kesini Denis malah pergi seperti itu?


Tanpa sadar Dave memperhatikan ekspresi wajah Angel yang mendadak berubah menjadi sedih saat Denis pergi. "Apakah kamu menyukainya?" pertanyaan Dave itu meluncur begitu saja.


Membuat Angel menoleh seketika padanya. "Apakah aku harus jujur?"


Dave diam untuk beberapa saat sebelum menenggelamkan punggungnya pada sandaran sofa dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. "Jangan, jangan dijawab."


Angel menghela napas. "Mungkin aku menyukainya." Angel terdiam beberapa saat. "Maaf, karena aku menyukainya."


Tiba-tiba saja Dave bangun dan menggeram. "Argh. Kenapa harus Denis? Tidak bisakah kamu menyukai aku?"


"Maaf." hanya itu yang mampu keluar dari mulut Angel.

Membuat Dave pergi seperti yang dilakukan Denis sebelumnya.


***

Gue selalu berusaha buat tepat waktu walaupun hasilnya masih sama. Jadwal posting gue selalu berantakkan. Gue minta maaf banget yah...

Dimaafin kan?

Yalah! Kalian kan baekk baekk...


JANGAN LUPA VOMENTNYA YA GUYS!! Biar barokah bacanya hahaha


Iis Tazkiati N

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top