🌫 Kelihatan Ramai, tapi Aku Sendirian

Chapter 22
Kelihatan Ramai, Tapi Aku Sendirian

* * *

Untuk pertama kalinya, dia kesulitan menegak ludahnya sendiri. Bahkan, terdengar jelas suara ‘glup’ dari dirinya. Kedua tangannya berada di samping kiri kanan tubuhnya, sepasang manik kembarnya melihat sekitar dengan tatapan waspada. As she should actually.

Hatinya tidak tenang selama dia memasuki lebih dalam gedung sekolah. Tatapan orang lain yang biasanya hangat menjadi datar dan penuh ancaman ditujukan kepadanya. Dia melihat Isha berjalan di sebelah lorong lainnya dengan tangan yang mendekap di depan dadanya.

Jujur, perasaannya semakin tidak karuan.

“Akh!” pekiknya ketika sesuatu yang basah kearahnya dengan hitungan detik.

Matanya yang terpejam rapat karena sinyal bahaya itu membuka dan melihat kondisinya begitu mengenaskan. Kemeja putihnya kebasahan, beruntung tidak tembus pandang karena tebalnya kain. Roknya setengah kebasahan. Rambut dan wajahnya basah seperti sehabis mandi.

“Hihihi.”

Di tengah kekacauan seperti ini, dia bisa mendengar suara kekehan dari orang-orang. Suara yang terdengar familiar. Namun, bukan.

Tidak ada yang mendekatinya, inisiatif dirinya langsung berbalik arah dan mengarah ke toilet yang kosong. Setelah mengambil pakaian olahraganya dari dalam tas sekolah.

Di sana tadi sangat ramai, banyak orang yang berlalu lalang di sana. Semua tawa dan pembicaraan hangat semuanya terdengar jelas di indera pendengaranya. Namun, Angel Joanne Anandra … sendirian.

Angel tidak bisa tertawa karena guyonan murid-murid itu.

Angel merasa tersingkirkan dengan telak.

Telapak tangannya terbuka untuk mengeringkan wajahnya karena air tumpahan Isha, meskipun tidak akan berhasil sama sekali. Rambutnya yang terikat setengah kebasahan dan membuatnya menjadi lepek, tidak sedap dipandang mata.

“Hah …,” desahan pasrah terdengar memenuhi bilik toilet kosong itu sejenak, sebelum gadis itu mengganti seragamnya menjadi baju olahraga yang kering dan layak pakai. Dia akan menjelaskan sesimpel mungkin supaya para guru tidak menaruh curiga padanya.

Sudah tiga jam pelajaran terlewati dan sekarang kelas lagi-lagi bisa dikaitkan dengan ribut. Angel tanpa melihat sekitar, berusaha tuli sembari membereskan meja belajarnya.

“Lucas! Tutup jendelanya, bodoh. Gue nggak mau macam kemarin, habis kelas penuh sama daun,” teriak Aeri yang daritadi terlihat bersitegang dengan ketua kelas mereka yang tertawa konyol.

“Emangnya lo yang piket hari ini? Lo, kan, Sabtu, Ri.”

“Tapi, meja gue jadi korbannya. Tutup jendela, cepat! Kalau gue tahu lo lupa, lo tahu apa yang bakalan gue lakuin.”

Angel tidak tahu lagi apa yang terdengar, tungkai kakinya melangkah keluar dari kelas dan bergabung di lapangan basket yang telah dipenuhi oleh beberapa teman sekelasnya yang telah selesai terlebih dahulu sekarang menunggu mereka.

Seperti … Johan yang sibuk bermain basket sendirian di sebelah kanan lapangan. Rasanya sedikit tidak rela melihat laki-laki itu seperti ini, biasanya dia juga ikut bermain untuk membuang waktu menunggu Lucas dan lainnya ke bawah untuk memulai jam pelajaran.

Namun, dia tidak bisa berbuat seperti yang diinginkan. Alih-alih seperti itu, gadis itu selejoran di atas lapangan dengan maniknya yang tidak lepas dari Johan. Pikirannya melayang, tidak mungkin pemuda itu melihatnya di koridor tadi pagi, kan? Tetangganya itu sudah pasti sampai di kelas.

Dia masih mencemaskan sesuatu, berharap kalau Johan tidak akan bertindak di luar batasannya.

"Anak-anak, ayo, kumpul di lapangan, buat barisan."

Angel langsung bangkit, menepuk celana olahraganya yang sedikit kotor karena duduk di lapangan, mengambil barisan paling belakang.

"Hari ini, kita hanya melakukan pemanasan. Ujian tetap dilanjutkan hari ini, setengah lapangan boleh digunakan untuk bermain, permainannya bola panas. Gantian mainnya dengan teman-teman. Jangan sampai ada terluka seperti di kelas lain yang Bapak ajari," kata guru laki-laki di depan yang telah rapi dengan pakaian olahraganya dengan peluit dikalungkan di leher.

"Lucas, kamu ke depan. Pimpin teman-temanmu pemanasan."

Sesi pemanasan yang mengambil waktu enam menit itu cukup meriah, diisi oleh beberapa anak yang mengomel karena tidak sabar untuk duduk-duduk daripada menggerakkan badan mereka. Ada yang bicara sambil melakukan arahan dari ketua kelas.

"Enam, Tujuh, Delapan! Sudah, Pak," lapor Lucas yang melihat kearah guru penjasnya.

"Dari nomor urut lima belas sampai delapan belas, kita akan ujian sekarang. Sedangkan lainnya, silakan bermain. Lucas, ajak temanmu mengambil peralatannya di gudang."

"Jo! Ayo, temani gue ke gudang!" teriak Lucas kepada laki-laki yang melambaikan tangannya.

“Nggak bisa. Gue kena prakteknya sekarang. Lupa lo, gue nomor enam belas?”

Anak adam yang diberi tanggung jawab besar itu hanya membulatkan bibirnya tanpa suara. Lalu, berbalik, tersenyum menyeringai ketika melihat mangsanya di depan mata. “Lo saja sini, temani gue ke gudang belakang,” serunya langsung menarik pergelangan tangan yang bebas tengah bercengkrama dengan lainnya.

“Eh? Buset, dah! Gue ogah, ya, ke belakang. Ajak yang lain!” teriak Aeri heboh. Namun, tidak ada satupun yang berniat menolong gadis malang itu. Karena, siapa yang mau berjalan begitu jauh ke belakang hanya untuk peralatan yang digunakan kurang dari tiga jam?

“Lo aja, lo strong woman. Pasti bisalah, bantuin gue ambil bolanya.”

“Karepmu,” balas bendahara tersebut yang pasrah ditarik-tarik bagaikan kambing. Angel hanya tersenyum tipis melihat interaksi tersebut, Lucas dan Aeri memang seperti itu sejak kelas sepuluh. Mereka itu sering bertengkar seperti ini.

“Gel, mau ikutan main? Kita kurang satu pemain,” kata Gista yang menarik atensinya. Ketika melihat para perempuan kelasnya sejenak, Angel mengangguk kepalanya. Dua belas dari mereka berpencar dan dibagi dua kelompok.

Sialnya dia hari ini adalah … dia harus menjauhi bola panas tersebut.

* * *

Berbeda dengan Angel yang telah turun ke setengah lapangan, Johan berdiri bersandar pada tiang ring basket, tangannya mendekap di depan dada. Namun, maniknya tidak lepas dari Angel yang terus-menerus menghindar di dalam permainan. Tes ujiannya telah selesai lima menit yang lalu, sepertinya tidak begitu bagus kali ini.

“Tumben lo di sini, biasanya sudah ngawas teman lo dari dekat.”

Johan memutar bola matanya jengah, tanpa melihat kearah pembicara dia berkata, “Bukan urusan lo.”

“Lo yakin berdiri di sini doang? Itu Angel jadi mangsa mulu,” balas Zyan yang mendesis ngeri ketika salah satu gadis yang berdiri di luar garis melempar bola kearah Angel dengan kekuatan kuat. “Seperti ada dendam anjir,” sambungnya yang sedikit lega ketika gadis tersebut berhasil mengelak diri.

Tetangga Angel mengangguk mantap, “Yakin. Malah gue tanya, lo ngapain ke sini? Nggak takut kepergok guru BK?”

“Kan lagi kosong,” kata pemuda kelas sosial itu dengan mudah. Dua laki-laki yang berdiri di sudut lapangan itu terus melihat permainan perempuan itu. Johan menyipitkan matanya tidak suka kearah Isha yang menjadi orang memegang bola tersebut.

Seakan pikirannya bisa terbaca, Johan berdecak kesal. Berbeda dengan satunya, manik gelap Zyan itu terbelalak kaget.

“Apa-apaan itu! Wah, mainnya curang,” desis Zyan ketika melihat Angel langsung terpental menyamping karena bola tersebut lempar ke pipinya.

“Shit! Nggak lo tolongin?” tanya Zyan yang melihat ke samping, hatinya menyumpahserapahi Johan yang bergeming di sampingnya. Tungkainya langsung lari ke tempat kejadian, menerobos kerumunan yang mengelilingi Angel.

Leher gadis itu langsung diselip lengannya, sebelah tangannya menepuk pipi gadis tersebut, “Gel! Gel! Sadar, yang.”

“Bawa ke UKS, Zyan. Pipinya merah gitu,” kata guru tersebut.

Tidak peduli dengan tatapan yang berpusat pada mereka, Zyan menyelip sebelah tangannya ke lipatan lutut. Tungkainya berjalan secepat mungkin sampai ke UKS sesuai perintah pengajar tersebut. Dia langsung memanggil siswa yang berjaga di UKS untuk mengobati Angel.

Biasanya lo selalu bilang ke yang lain untuk jaga diri, sekarang lo yang ingkar kata lo sendiri. Gue harus gimana biar lo paham dengan sikap gue selama ini?

“Lucas, kamu ikut mereka ke UKS.”

“Siap, Pak. Bareng Aeri, ya, Pak?”

“Nggak ada bareng Aeri. Sendiri ke sana, nanti heboh lagi UKS.”

* * *

To Be Continue

* * *

Okay, done

Good night, Sky mau berkencan dulu dengan soal statistika nomor terakhir.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top