TETAPLAH DI SINI
Maaf sebelumnya, sebenarnya cerita ini sudah terkonsep matang, dan sudah selesai pengetikannya. Hanya kurang pengetikkan ENDING saja. Jika masih banyak permintaan begini dan begitu, maaf, saya tidak bisa kabulkan. Jadi, nikmati saja update yang saya usahakan dapat setiap hari. Mohon pengertiannya, karena saya juga sebagai pembaca di wattpad, saya tahu rasanya menunggu, maka dari itu saya selalu usahakan setiap hari update. Tapi, jika kalian masih banyak protes, mohon maaf, jangan salahkan, kalau saya jadi malas update. Hihihih😂😂😂😂
Terima kasih.
*****
Sejak pulang dari kantor, Ali tak keluar dari kamar. Mungkin dia tidur, pikir Prilly. Tapi, ini sudah hampir Magrib, biasanya dia sudah rapi memaakai sarung dan pecis, mengajak Angel salat berjamaah. Prilly yang merasa khawatir lantas memberanikan diri membuka kamar yang cukup luas tersebut. Hampir 3 bulan tinggal di rumah ini, namun baru kali ini Prilly masuk ke kamar Ali.
"Big Bos," panggil Prilly mengendap-endap masuk dan mendekati tempat tidur ya super size.
Ali meringkuk di bawah bed cover merah maroon dan tempat tidurnya terlihat terisi seseorang. Prilly membuka bed cover tersebut, melihat Ali menggigil dan wajahnya pucat.
"Big Bos?" seru Prilly terkejut.
Prilly menyentuh dahinya, suhu badannya sangat tinggi. Prilly berlari ke kamarnya mengambil handuk kecil, lalu masuk ke kamar Ali lagi. Dia mengambil air hangat dari kamar mandi Ali, dan basahi handuk kecilnya, lalu Prilly meletakkan handuk itu di kening Ali.
"Kenapa nggak bilang kalau sakit?" gertak Prilly meski di dalam hatinya merasa khawatir.
"Tolong, kali ini aja, jangan cerewet dan bawel. Kepalaku pusing dengernya," ujar Ali semakin membuat Prilly sebel namun juga khawatir dengan keadaannya.
"Ke dokter yuk!" ajak Prilly duduk di tepi ranjang.
"Udah punya dokter," kata Ali sedikit membuka matanya.
"Mana?" tanya Prilly mencari-cari.
Ali menggeser kepalanya di pangkuan Prilly dan memeluk pinggangnya. "Kamu dokter aku." Hati Prilly menghangat, demi menjaga image, Prilly menutupi senyumannya dengan mengulum bibir.
"Daddyyyyy," panggil Angel membuka pintu kamarnya.
Ali langsung menggeser kepalanya kembali bertumpu di atas bantal. Tak mungkin kan, dia memamerkan kemesraan di depan anak bawah umur? Angel mendekati Prilly dan melihat dahi Ali terkompres kain basah.
"Daddy sakit ya?" tanya Angel sedih sambil memegang tangan Ali yang terasa panas. Ali hanya tersenyum mengelus kepala Angel.
Angel naik ke tempat tidur, dibantu oleh Prilly. Dia langsung berbaring di sebelah kanan Ali dan memeluknya sayang.
"Daddy cepat sembuh ya, Angel sayaaaaaaaaang sama Daddy," doa Angel mengecup kening Ali.
"Makasih Sayang," balas Ali mengelus kepala Angel yang bersandar di bahunya.
Angel begitu sedih melihat Ali seperti itu, bibirnya mengerucut ke depan dan tak ingin jauh dari Ali.
"Aku buatin teh ya," tawar Prilly ingin beranjak pergi.
"Jangan pergi, tetaplah di sini. Biar pelayan yang membawakan ke sini nanti," kata Ali menahan tangan Prilly.
"Kalau nggak diminta mana tahu," gerutu Prilly.
Ali menggapai telepon rumah yang ada di atas nakas, dia menelpon seseorang.
"Bi Inah, tolong bawakan saya teh hangat. Terima kasih."
Prilly tercengang menatap Ali bingung. Ternyata, ini rahasia dia. Betah seharian di kamar, Prilly pikir Ali kuat tak makan minum seharian, ternyata oh ternyata, Ali selalu meminta pelayannya mengantar apa yang dia butuhkan ke dalam kamarnya.
"Sini." Ali sedikit menggeser tubuhnya, dan dia menepuk kasur, memberikan ruang untuk Prilly.
"Buat apa?" tanya Prilly polos tak mengerti dengan permintaan Ali itu.
"Berbaring di sini, sama aku dan Angel," jelas Ali membuat Prilly melotot kepadanya.
"Apaan sih, jangan macam-macam," tolak Prilly melirik Angel yang bermain sendiri di samping Ali.
"Angel, minta Mommy buat bobo meluk Daddy dong. Daddy kan sakit, kalau dipeluk kamu sama Mommy pasti cepet sembuh," bujuk Ali menyeringai jahil kepada Prilly.
Dengan polosnya, Angel menuruti permintaan Ali. Angel meminta Prilly berbaring di sisi kiri daddynya, sedangkan Angel berbaring di sisi kanannya. Ali tersenyum puas, karena kini ada dua malaikat yang berada dalam pelukkannya.
"Modus!" cerca Prilly mencebikkan bibirnya.
"Nggak papa, kalau aku nggak sakit, kamu juga jarang-jarang begini," sahut Ali mengelus rambut Prilly dengan tangan kirinya, yang digunakan Prilly sebagai bantalan.
"Mommy, kalau Daddy sudah sembuh, nanti kita jalan-jalan ya?" pinta Angel mulai merajuk.
"Iya, tapi tunggu Daddy sampai benar-benar sembuh, baru kita pergi," sahut Prilly nyaman mendapat elusan manja tangan Ali di kepalanya.
"Kita main ke kebun buah yang ada banyak stroberinya ya Mom?" pinta Angel lagi.
"Iya, tunggu hari libur ya," sahut Prilly penuh kesabaran sambil mencari posisi nyaman, menenggelamkan wajahnya di sela-sela ketiak Ali.
Meskipun tak mandi dan dalam keadaan sakit, tapi Ali tetap saja wangi. Ali mengelus kepala dua wanita di dekapannya, perasaannya kini lebih baik dan tenang. Tak butuh waktu lama Prilly maupun Angel tertidur karena elusan lembut tangan Ali. Ketukan pintu mengusik, karena tak ingin membangunkan kedua malaikatnya, Ali menghiraukannya. Ali melepas Angel dari dekapannya, dan memposisikan tidurnya agar lebih nyaman di sampingnya. Ali mencium kening Angel dan menyelimuti tubuhnya sebatas dada. Tak mau menyia-nyiakan waktu, Ali mempergunakan situasi ini sebaik mungkin. Dia mengelus pipi Prilly lembut hingga mata indah itu terbuka. Prilly melihat wajah Ali sudah tepat berada di depan wajahnya.
"Kenapa bangun?" tanya Ali berbisik seksi di telinga Prilly sambil menghembuskan napasnya yang terasa hangat di belakang telinga Prilly. Darah Prilly seketika berdesir hingga tubuhnya merinding. Tangan Ali yang terbebas dari bantalan kepala Prilly, sudah melingkar indah di pinggang ramping itu, mengunci erat agar Prilly tak lepas darinya.
"Kamu mau ngapain? Jangan macam-macam," seru Prilly mendorong tubuh Ali, namun sia-sia, meski dalam keadaan sakit kekuatan Ali lebih besar darinya.
Ali membekap mulut Prilly. "Tenanglah, Angel sudah tidur, kalau kamu berisik, nanti dia terbangun." Ali sedikit membuka tubuhnya, memperlihatkan Angel yang sudah meringkuk memeluk guling empuk milik Ali.
Perlahan Ali melepaskan tangannya dari mulut Prilly dan dengan cepat mengunci tubuh sitalnya lagi.
"Big Bos, apa yang mau kamu lakukan. Jangan seperti ini," kilah Prilly sedikit memberontak dengan suara berbisik.
"Aku nggak mau ngapa-ngapain, tenanglah. Cukup aku ingin memelukmu. Berhenti bergerak, atau kamu akan membangunkan macan yang sudah tertidur dua tahun!" gertak Ali langsung membuat Prilly menghentikan gerakan tubuhnya.
Ali tersenyum penuh kemenangan, dia langsung semakin mendekatkan tubuh Prilly padanya. Dan menenggelamkan wajahnya di sela-sela leher Prilly. Napas Ali yang hangat otomatis memejamkan mata Prilly.
"Kamu sudah rencana mau menikah?" tanya Ali sedikit berbisik di sela-sela leher Prilly. Aroma lavender yang Prilly pakai, membuat Ali mabuk kepayang.
"Maunya sih, tapi belum dilamar juga sampai sekarang," kata Prilly entah sadar atau tidak membuat Ali tersenyum.
"Kenapa?" lanjutnya bertanya.
"Nggak tahu, udah pacaran lama, LDR-an, tapi tetep aja dia belum nunjukin keseriusannya," jawab Prilly tak sadar telah mengecewakan hati big bosnya. Hati Ali sedikit sakit karena dari ungkapan Prilly tadi, sudah jelas, jika ternyata dia sudah memiliki kekasih.
"Usia kamu berapa sih?" tanya Ali yang sebenarnya dia sudah mengetahui latar belakang Prilly. Namun, Ali ingin lebih yakin dari mulut sumbernya langsung.
"Dua puluh lima, udah mateng sih buat menikah. Tapi yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang ke rumah untuk melamar," jawab Prilly terselip perasaan kecewa atas sikap pria yang sudah ia tunggu bertahun-tahun lamanya.
"Kalau ada om-om yang lebih duluan melamar, apa kamu akan menerimanya?"
Jleb!
Menusuk sampai ke ulu hati Prilly, perkataan Ali tadi sungguh tak terduga. Prilly membuka matanya, lantas menoleh melihat wajah Ali yang tepat di depannya, wajah mereka sangat dekat, hingga Prilly dapat merasakan deru napas Ali yang sepertinya sedang menahan sesuatu.
"Om-om?" tanya Prilly tak mengerti atas ucapan Ali tadi.
"Usiaku sama kamu ternyata terpaut sangat jauh. Kamu baru 25, sedangkan aku, sudah 36 hampir 37 bulan besok. Selisihnya 10 tahun lebih. Pantas jadi om kamu," ujar Ali tanpa membuka matanya namun tetap saja tanggannya tak mau melepaskan pinggang Prilly.
"Hah?! Serius?!" pekik Prilly membekap mulutnya sendiri saat mata Ali terbuka dan mengisyaratkan agar tak berisik. Prilly hanya menyengir, memamerkan barisan giginya yang rapi. "Maaf, aku shock, wajah dan usia tak sesuai," kilah Prilly.
"Emang kenapa?" tanya Ali menyisihkan anak rambut Prilly yang menutupi keningnya.
"Habis wajah si Om kayak usia masih 30-an, ternyata lebih tua umurnya," cerca Prilly antara jujur atau menghina kah?
Ali mencubit pinggang Prilly kecil, hingga dia kembali memekik dan membekap mulutnya sendiri.
"Aw, sakit Om. Ampun," mohon Prilly disusul kekehan kecil.
"Jangan panggil aku itu lagi, atau aku akan melakukan lebih," ancam Ali membuat Prilly bergidik ngeri namun dia juga semakin ingin tertawa keras.
"Udah tua, jangan sering marah-marah. Takutnya tekanan darah naik, bisa kena serangan jantung, matinya cepet," ujar Prilly sambil merajuk memainkan kaus Ali.
"Kamu nyumpahin aku cepet mati ya?" tanya Ali ngambek.
"Nggak kok, aku kan cuma mengingatkan," sangkal Prilly masih saja jarinya berani mengelus dada kekar Ali. "Kalau kamu usia 36, terus waktu nikah udah berumur dong?" tanya Prilly mulai penasaran dengan masa lalu Ali.
Ali menghela napas dalam, jika mengingat masa lalunya dengan Lovia, itu berarti dia membuka gerbang kesedihannya lagi. Namun demi kejujurannya kepada Prilly, ia sanggup menahannya.
"Iya, aku sama Lovia pacaran sudah sangat lama. Lovia wanita yang benar-benar sabar dan setia," seru Ali memulai ceritanya, namun entah mengapa hati Prilly seperti ada yang menyodok dan terasa sakit. Tapi, demi mendapat jawaban atas penasannya pada mommynya Angel, dia harus bisa menahannya.
"Dulu kita teman baik saat masih duduk di bangku SMA, melanjutkan kuliah S1 di negara yang sama. Berawal dari saling jauh dari orangtua dan butuh perhatian itulah, kami berkomitmen untuk saling menjaga hati. Pasang surut hubungan kita lalui, sampai kita selesai S1 aku bekerja 2 tahun di perusahaan Daddy sedangkan Lovia bekerja di London. Aku ingin melanjutkan S2, akhirnya aku menyusulnya ke London, kita di sana bersama 1 tahun. Namun karena perusahaan papanya sedikit ada masalah, akhirnya Lovia dipindahkan ke Indonesia. Kita pun LDR-an lagi." Ali menatap wajah Prilly yang serius mendengar cerita masa lalunya.
"Terus? Kamu nggak selingkuh lama LDR-an gitu?" tanya Prilly semakin penasaran.
"Pantangan untuk aku menyakiti hati seorang wanita. Jika aku sudah memiliki satu komitmen, ya ... itu akan selalu aku pertahankan," jawab Ali menyentuh perasaan Prilly. Dia bangga dengan pria yang berpegang teguh dengan satu komitmen.
"Terus setelah kamu lulus S2 langsung nikahi Lovia?" desak Prilly yang semakin penasaran meski hatinya tersakiti.
"Belum, aku masih terus mengembangkan bisnis orangtuaku, sama dengannya. Saat kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa kedua orangtuanya, dari situlah aku berpikir untuk selalu menjadi orang satu-satunya tempat dia berlindung dan bersandar. Akhirnya aku menikahinya disaat usia kita yang sudah kelewat batas. Karena usia kita sudah sama-sama mencapai kepala tiga," ujar Ali tersenyum antara malu dan bangga.
"Keburu karatan tuh!" celetuk Prilly.
"Walaupun karatan, tapi hasilnya kan cakep. Tuh!" tunjuk Ali pada Angel yang tidur nyenyak di belakangnya.
"Iya sih, cakep banget malah, jauh sama bapaknya, mendekati wajah emaknya," sungut Prilly terkekeh karena sudah berani menghina bos besarnya. "Terus buat apa kamu bikin rumah sakit? Kan kamu kuliah bukan jurusan kedokteran," tanya Prilly sambil mengikat asal rambutnya hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus.
Prilly kembali berbaring dan kini tak lagi tangan Ali yang dibuat bantalan, melainkan dia tidur di satu bantal yang sama dengan Ali. Ali tetap setia pada posisinya yang miring menghadap ke Prilly dan memunggungi Angel.
"Sejak Lovia tervonis kanker payudara, aku benar-benar kalut dan sudah semua pengobatan dia jalani. Dari negara satu ke negara lainnnya yang katanya bisa mengobati kanker, kita datangi. Tapi akhirnya Tuhan berkehendak lain. Sejak itulah, aku berpikir untuk memiliki rumah sakit yang dapat membantu siapapun yang membutuhkan pengobatan, terutama kanker. Aku merasa prihatin dengan orang yang mengidap penyakit mematikan itu," cerita Ali sedih mengingat perjuangannya dulu bersama Lovia.
"Maaf," ucap Prilly merasa bersalah telah mengungkit masa lalu Ali, sehingga dia merasa sedih.
"Sudahlah, sekarang kamu tahu masa laluku, ceritakan masa lalu kamu," pinta Ali yang ingin mendengar cerita kehidupan Prilly.
"Yaelah dasar si Om aneh! Masa lalu aku tuh, ya ... masa kanak-kanak dan saat masih jadi alay. Eksis ke sana ke sini, biar dikenal banyak orang. Ikut ngegosipin artis yang lagi naik daun dan di sinilah aku sekarang. Pilih dah ... mau aku ceritakan masa yang mana?" tanya Prilly membuat Ali terkekeh.
"Iya ... terserah kamu mau cerita yang mana, saat masih ingusan pun akan aku dengerin," ucap Ali memperhatikan bibir merah Prilly yang sudah dari tadi menggodanya.
"Saat ingusan ...?" Prilly tampak berpikir. "Janganlah, nggak inget. Pas alay-alaynya aja deh. Paling asyik itu saat masa alay, kenapa begitu? Saat buka album lama, kita tuh bisa tertawa geli dan mengingat 'Duh ... saat gue masih alay dulu, imut juga ya?'. Apalagi, masa alay itu nggak akan datang dua kali, di masa itulah, banyak cerita seru saat kita kumpul bareng temen lama. Membahas masa remaja yang tak akan pernah terulang lagi," tukas Prilly antusias meski sedikit berbisik.
Ali hanya tersenyum memperhatikan bibirnya yang sesekali monyong minta Ali lahap seperti malam itu lagi. Ali terus mendengar sekaligus memperhatikan wajah Prilly yang asyik bercerita. Entah keberanian dari mana, tangan Ali yang sedari tadi di perut Prilly turun, tenggelam di balik bed cover. Ali meraba paha Prilly yang ternyata bebas dari pembatas. Ali sudah membayangkan pasti daster yang Prilly pakai sudah naik ke atas.
"Big Bos!" lirih Prilly diiringi desahan kecil karena tangan Ali terus mengusap pahanya.
"Lanjutkan ceritanya, aku mendengarkan," kata Ali sedikit mendesah, yang tak menghentikan elusannya.
Tubuh Prilly merinding dan semua tubuhnya terasa geli. Mata Prilly merem melek seperti orang keenakan. Ali tersenyum saat melihat wajah mupeng Prilly.
"Nikah yuk!"
###########
Gubrak!!!!
Author jatuh, pas lagi ngintip!
Wkwkwkkwkwkwk
Ayo! Aku mau!
Hahahahaha
Itu mah kalau aku yang diajak!!!
Asyeeeeeek, semi gesrek. Ciyeeeee yang mupeng? Wajah omes kalian nggak bisa bohong! Hahahaha
Kalau masih ada yang minta cepet-cepet dinikahin, berarti minta cerita ini berakhir. Karena rencana aku, cerita ini End pas mereka nikah, jadi ... jangan minta-minta nikah mulu. Udah sering bikin cerita yang setelah nikah.😂😂😂
Makasih untuk vote dan komennya ya? Selamat mupeng!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top