TERBAKAR API CEMBURU

WARNING!

Ali duduk di balkon kamarnya, dia menatap lurus ke depan. Sudah hampir satu bulan dia mencari Prilly, namun hasilnya nihil. Semua anak buahnya pun tak ada yang dapat menemukan keberadaan Prilly.

"Daddy?" panggil Angel berjalan mendekati Ali.

Ali menoleh ke belakang, lantas dia mengajak Angel masuk ke kamar, karena udara malam ini cukup dingin. Ali mengangkat tubuh mungil Angel agar berbaring di tempat tidurnya, lalu dia ikut berbaring mendekap Angel.

"Daddy?" panggil Angel di dalam dekapan Ali.

"Iya," sahut Ali sangat lembut.

"Apa benar, Auntie Lovely akan menjadi mommynya Angel?" tanya Angel yang belum bisa menerima keputusan Ali dan Lovely untuk menikah.

Ali menghela napas dalam, bagaimana dia akan menjelaskan ini semua kepada Angel? Dia belum mengerti. Ali mengelus rambut Angel sangat lembut.

"Iya, Auntie Lovely akan menjadi mommy Angel," jawab Ali ragu menusuk ulu hati Angel.

Angel memeluk Ali sangat erat dan menenggelamkan wajahnya di dada Ali. "Angel, kangen sama Mommy," lirihnya menyayat hati Ali.

Ali mencium pucuk kepala Angel, semakin hari batinnya makin tersiksa dengan keadaan ini.

"Maafkan Daddy Sayang, memang keputusan Daddy bukanlah hal yang kamu harapkan. Tapi, Daddy sudah terlanjur janji dengan adik mendiang mommy kamu, dan sampai saat ini Daddy belum bisa menemukan Mommy Prilly. Seandainya saat ini dia ada, mungkin ...," batin Ali terus mengelus kepala Angel hingga putri kecilnya itu terlelap.

Ali membalikkan tubuh Angel, agar dia dapat melihat wajah putrinya yang tak seperti dulu saat Prilly yang merawatnya. Tersirat beban dan tekanan batin di dalam dadanya. Tak terasa air mata mengalir dari mata Ali.

"Kenapa kamu siksa kami seperti ini? Untuk apa kamu hadir di kehidupan kami, jika kamu meninggalkan luka? Dimana kamu sekarang, Prilly?" gumam Ali sambil membelai kepala Angel pelan.

***

Di dalam ballroom yang di desain sangat mewah dan elegan memancarkan sebuah kebahagian untuk beberapa orang. Banyak orang berlalu lalang, bercengkrama membicarakan bisnis hingga permasalahan pribadi. Nuansa putih dan biru menjadi warna yang selaras di pesta pernikahan itu. Sepasang pengantin tersenyum menjamu para undangan.

"Ali, ke sana yuk!" ajak Lovely menggandeng tangan Ali mesra.

Hampir semua pasang mata melihat kemesraan yang Lovely dan Ali umbar. Meskipun begitu, Ali menjalani ini semua dengan setengah hati. Tak terpancar kebahagiaan sedikitpun dari raut wajah Ali, meskipun Lovely selalu memperkenalkan teman-temannya dan mengajak Ali mendekati rekan bisnisnya, yang kebanyakan sudah mengenal Ali.

Ketika semua orang sibuk dan asyik dengan obrolannya masing-masing, sepasang anak manusia masuk di ballroom, hingga menjadi pusat perhatian. Mereka tampak selaras mengenakan gaun dan jas berwarna merah, warna yang mencolok dan menantang. Wajah gadis itu terangkat ke atas, berjalan anggun dengan menebar senyum yang begitu menawan. Mereka mendekati sang pengantin untuk mengucapkan selamat.

"Hei orang pe'a! Kurang ajar lo, ngelancangin gue! Lo pikir gue happy lo giniin!" caci maki Prilly kepada sahabat baiknya.

Gladis hanya menyengir kuda, menggandeng tangan sang suami yang baru saja sah di mata agama dan negara.

"Gue kan udah bilang sama lo, waktu lo mau berangkat ke London. Tapi lo tanggapannya nggak serius," ujar Gladis tanpa melepas lengan suaminya.

"Ngeles aja lo, kayak bajaj. Terus, gue sekarang harus bagaimana? Lo tega sama gue Dis. Lo, biarin gue jones sendiri," sanggah Prilly tak menerima keputusan sahabat baiknya itu yang sudah lebih dulu menikah.

"Nasib lo, jadi jones sejati," ejek Gladis, di sambut kekehan dari Tengku dan suaminya. "Eh iya, kok kalian bisa barengan sih? Mana bini lo?" tanya Gladis mengintimidasi Tengku yang sedari tadi memeluk pinggang Prilly.

Melihat hal itu, entah sadar atau tidak oleh Prilly, mata Ali memanas dan hatinya bergemuruh panas. Ingin rasanya dia menarik tangan pria itu dari pinggang Prilly dan menghajarnya habis.

"Nih bini gue," seru Tengku semakin erat memeluk pinggang Prilly.

"OH NO!!!" pekik Gladis shock, langsung membekap mulutnya sendiri, hingga beberapa orang menoleh padanya.

Tengku dan Prilly tertawa, melihat wajah Gladis yang terkejut, hingga kedua bola matanya ingin terlepas dari tempatnya.

"Percaya???" tanya Tengku mengerling penuh arti.

Gladis menggelengkan kepalanya, tak mempercayai ucapan Tengku tadi. "Gue nggak percaya!!!!"

"Ya udah, kalau nggak percaya. Nggak rugi juga kita, kalau lo nggak percaya," seru Tengku lantas mengajak Prilly turun dari pelaminan.

"Eh dasar orang gila kalian!" cerca Gladis hanya ditanggapi juluran lidah oleh Prilly.

Prilly dan Tengku ikut bergabung dengan para undangan yang lainnya, diantara mereka ada Ali dan Lovely. Prilly bersikap biasa saja, seolah dia tak merasa rapuh, meski sesungguhnya hatinya kini sedang rapuh.

"Hai Mister Tengku, selamat atas pernikahannya. Maafkan saya tidak bisa hadir ke London, karena harus mengejar bisnis," ucap seseorang yang menyapa Tengku akrab dan menjabat tangannya.

Menikah? Kata itu yang ditangkap langsung oleh Ali. Lovely tersenyum miring saat tatapan matanya dan Prilly bertemu. Sedangkan Ali, masih tampak terkejut dengan ucapan selamat, yang orang tadi ucapkan kepada Tengku. Apakah menghilangnya Prilly selama ini karena dia sudah menikah? Pikir Ali. Prilly mengajak Tengku mendekati Lovely dan Ali.

"Selamat malam Mister Ali," sapa Prilly bersikap seolah menyapa rekan bisnisnya.

Lovely langsung mengeratkan tangannya posesif di lengan Ali, seolah dari tatapan matanya berbicara kepada Prilly, 'dia milikku'. Prilly hanya tersenyum menyembunyikan sesak di dalam dadanya.

"Selamat malam Miss ...." Ucapan Ali terpotong.

"Angel," sahut Prilly cepat.

Ali tak mengerti, mengapa sikap Prilly sekarang berubah. Dia merasa, Prilly seakan tak pernah mengenal dan tak pernah terjadi sesuatu diantara mereka.

"Tengku, kenalin, ini Mister Ali. Dia adalah kolega Papa dan anak perusahaannya sekarang bekerja sama dengan perusahaan Papa," ucap Prilly memperkenalkan Ali kepada Tengku.

"Hallo, senang berkenalan dengan pebisnis hebat seperti Anda," puji Tengku sambil mengulurkan tangannya untuk berjabatan dengan Ali.

"Terima kasih," ucap Ali menahan pedih di hatinya, bersikap professional menyambut uluran tangan Tengku.

Ali menjabat tangan Tengku sangat erat, seakan dia menandakan, bahaya siap menghadang.

"Hai, kenalkan, Lovely, CA-LON- IS-TRI Mister Ali," seru Lovely menjabat tangan Tengku, usai Ali melepaskannya dan sengaja menekan kata 'calon istri', agar Prilly mendengarnya lebih jelas.

Meski dadanya sakit dan bergemuruh, Prilly tetap tenang. Tangannya yang berada di lengan Tengku, mencengkeram kuat, untuk menahan emosinya. Tengku merasakan sakit di lengannya, namun untuk menjaga image, dia menahannya. Meski di dalam hati dia mengerutuki Prilly cacian dan sumpah serapah.

"Ah iya, sebaiknya kita duduk di meja sana. Bagaimana jika kita makan bersama hidangan yang sudah disediakan?" ajak Prilly menunjuk sebuah meja makan, yang memang khusus disediakan untuk menikmati jamuan.

"Oh iya, lebih baik begitu," sahut Lovely geram menahan rasa cemburunya karena Ali sedari tadi menatap Prilly intens.

Apa lagi, sekarang Prilly memakai gaun yang cukup terbuka. Belahan dadanya yang rendah dan bagian punggungnya terekspose, memamerkan punggungnya yang putih, mulus dan bersih. Rambutnya sengaja ia gulung ke atas, memamerkan leher jenjangnya. Ali selalu menarik napasnya dalam, saat membayangkan lekuk tubuh yang hampir saja dia cicipi.

"Mari," ujar Tengku mempersilakan Ali dan Lovely berjalan lebih dulu.

Ketika Ali dan Lovely sudah berjalan di depan mereka, Tengku berbisik, "sakit Prilly, tangan gue ... lo cengkeraman kuat banget, gila!"

"Ssssst, bawel lo! Gerah gue lihat wajah nenek lampir itu. Gue kira, Ali bakalan ngajakin gadis kecil gue," seru Prilly kecewa, ternyata Ali tak mengajak Angel.

Satu hari sebelum acara ini, Gladis baru menghubungi Prilly. Dia menceritakan semuanya kepada Prilly, tentang Ali yang selalu menanyakan kabar dan keberadaannya. Gladis juga yang mengatakan, jika Ali adalah salah satu yang dia undang di pernikahannya. Ini kesempatan Prilly untuk mengetahui dan menguji keseriusan Ali, dengan bantuan Tengku.

"Silakan duduk Angel," ujar Tengku di buat semanis mungkin, sambil menarikkan kursi untuk Prilly.

"Terima kasih," ucap Prilly.

Pandangan Ali terus saja tertuju kepada Prilly, sampai-sampai Prilly merasa risih oleh tatapan Ali. Namun, Prilly tetap bersikap biasa saja, menutupi perasaannya yang campur aduk.

"Tengku, aku mau ke toilet dulu," pamit Prilly yang semakin risih oleh tatapan haus Ali.

"Sendiri berani kan? Apa perlu aku temani?" tawar Tengku sok perhatian.

"Nggak perlu, aku bisa sendiri," jawab Prilly dibuat semanis mungkin, padahal rasanya ingin sekali dia menimpuk kepala Tengku dengan tangannya.

Prilly melenggang anggun menjauhi meja makan itu. Ali masih terus memperhatikan langkah Prilly hingga dia menghilang di balik tembok. Deringan handphone Ali, mengusik pandangannya pada malaikat yang sudah memporak-porandakan hidup, hati dan pikirannya itu.

"Maaf, saya menerima telepon dulu," izin Ali beranjak dari duduknya.

"Iya, silakan," ujar Tengku mempersilakan.

Tengku membuka handphone-nya, dia menyibukkan diri dengan mengecek pekerjaannya, membiarkan Lovely bad mood menunggu. Ali sedikit menjauh dari jangkauan berisik ruangan tersebut, lantas dia mengangkat telepon yang tak lain dari rumah.

"Baiklah, tunggu saya pulang," ucapan terakhir Ali kepada seseorang di seberang sana.

Saat Ali ingin membalikkan badan, dia teringat sesuatu. Dia melihat meja yang tadi ditempatinya, Prilly belum kembali. Tak ingin membuang waktunya, Ali mencari keberadaan Prilly. Dia menunggu di depan toilet wanita, dengan sabar dia terus menunggu, hingga salah satu pintu toilet terbuka. Ali melihat Prilly yang keluar. Tanpa basa-basi Ali menarik tangan Prilly.

"Hai, apa yang Anda lakukan! Lepaskan saya! Tolong jangan seperti ini!" seru Prilly memukul-mukul lengan Ali yang menariknya keluar dari gedung tersebut.

Ali menghiraukan Prilly yang terus memberontak, dia terus menarik tangan Prilly hingga di tempat parkir. Ali membuka pintu mobil dan mendorong Prilly agar masuk ke dalam mobilnya. Setelah Prilly masuk, barulah dia ikut masuk.

"Jalan Pak Men!" perintah Ali kepada Pak Men yang sedari tadi memang sedang menunggu Ali dan Lovely.

Ali menutup pembatas antara jok depan dan jok belakang. Tak lupa ia juga menutup semua gorden di dalam mobil tersebut.

"Mau apa Anda?" sergah Prilly menyilangkan tangannya di depan dada.

"Mau menghamili kamu, biar hanya aku yang bisa memilikimu," ujar Ali menatap Prilly tajam.

Prilly semakin takut melihat wajah bingas Ali yang kini tepat di depan wajahnya. Ali mematikan lampu di dalam mobil tersebut dan tangannya mulai membelai wajah Prilly.

"Apa yang kamu lakukan, membuatku tersiksa," ucap Ali pelan tepat di depan wajah Prilly, sehingga Prilly dapat merasakan deru napasnya.

"Jangan macam-macam, kalau tidak ... aku akan berteriak!" gertak Prilly memejamkan matanya takut dan memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Berteriaklah Sayang, nggak akan mungkin orang di luar sana mendengar, karena mobil ini kedap suara. Kamu mendesah sekeras apapun, hanya kita yang menikmatinya."

Dengan gerakan cepat, kini tubuh Prilly sudah berada di pangkuannya. Ali mengunci tubuh sital itu dengan kedua tangannya.

"Tolong, lepaskan saya," mohon Prilly yang masih tetap memejamkan matanya, tak berani menatap Ali.

"Siapa pria tadi?" tanya Ali berbisik di telinga Prilly.

Tak hanya berbisik, Ali juga menggigit kecil daun telinga Prilly, hingga tubuh Prilly merinding dan seakan banyak semut yang menjalari tubuhnya. Prilly tak menjawab pertanyaan Ali, dia tetap membungkam mulutnya rapat.

"Apa kamu ingin, aku melakukan lebih, biar kamu menjawab pertanyaanku?" ujar Ali mengelus paha Prilly lembut karena gaun yang Prilly kenakan sudah tersibak sampai lututnya.

"Aaah ... please, jangan lakukan itu," desahnya lancang.

"Apa? Jangan lakukan? Tapi bagaimana kalau tubuh kita menginginkan itu terjadi?" kata Ali semakin membuat Prilly tak berdaya di atas pangkuannya.

Prilly tak berani bergerak sedikitpun, karena bokongnya sudah terganjal sesuatu yang keras dan bengkak. Jika Prilly sedikit bergerak, entah apa jadinya dia nanti.

"Aku sangat merindukanmu, dari mana saja kamu? Aku mencarimu," seru Ali marah, namun bercampur rindu, nafsu dan berahi.

Ali mendekap Prilly, mengarahkan kepala Prilly agar mendengarkan detak jantungnya yang berdegub sangat cepat.

"Aku sudah bilang kan ... sama kamu, jangan pergi, tunggulah aku, sampai, urusanku dengan Lovely selesai." Ali terus mengusap tubuh Prilly dengan tangannya yang nakal. "Kamu dengar detak jantungku? Saat kamu pergi dan aku tidak menemukanmu, detakkan itu hampir berhenti. Tidak cuma aku, Angel pun lebih merasa sakit dan tersiksa." Mendengar Ali menyebut 'Angel', Prilly mendongak menatap wajah Ali di kegelapan ruang mobil tersebut.

"Angel?" lirih Prilly yang sudah sangat merindukannya.

"Iya, dia sangat merindukanmu," ucap Ali sambil menarik dagu Prilly pelan dan mengarahkan bibirnya untuk menyentuh bibir Prilly.

Saat kedua bibir itu bertemu, Ali mengecupnya kebut dan penuh kasih sayang. Prilly kembali terbuai oleh bibir yang sudah sebulan lebih tak menyentuhnya. Tangan Ali terus mengusap-usap paha Prilly lembut. Ali mulai melumat bibir ranum Prilly. Perlahan, Ali menerobos mulut Prilly dengan lidahnya. Ali sedikit menggigit bibir bawah Prilly, agar mulut Prilly sedikit terbuka, sehingga lidah Ali lebih leluasa meraup dan menjelajah di rongga mulutnya. Desahan Prilly terlepas saat tangan Ali sudah berada di payudaranya yang ternyata sudah bebas dari gaun yang dia pakai.

"Kamu sengaja menggodaku? Hm? Kamu tak memakai bra," bisik Ali penuh nafsu sambil meremas payudara Prilly.

Ali tak membiarkan Prilly menjawab, dia kembali melahap bibir Prilly dan menghisapnya, membuat bibir Prilly terasa tebal.

Tok tok tok

Ketukan kaca menghentikan aksi Ali dan Prilly. Tanpa melepas tangannya yang sudah asyik berada di benda kenyal, Ali menyibak sedikit gorden kaca jendela mobil dengan tangannya yang bebas. Ternyata Pak Men, mengisyaratkan jika mereka sudah sampai di rumah.

"Kita sudah sampai." Ali melepas tangannya dari dada Prilly.

"Sampai mana?" tanya Prilly bingung.

Ali memakaikan jasnya di tubuh Prilly. "Lain kali jangan pakai pakaian seperti ini lagi. Hampir aku memperkosamu di depan orang banyak."

Mata Prilly melotot sempurna, namun Ali justru tersenyum sangat manis. Ali membuka pintu mobil, tanpa menurunkan Prilly dia langsung mengangkat tubuhnya masuk ke dalam rumah.

"Di bawah ada yang ganjel, nggak enak buat jalan," kata Ali sambil menaiki tangga menuju ke kamarnya.

"Apa?" tanya Prilly polos menatap Ali yang tersenyum penuh arti.

"Si jujun," jawab Ali tersenyum malu sambil menggigit bibir bawahnya.

Memahami maksud Ali tadi, Prilly mencubit dada kekar Ali yang tak sengaja justru mengenai putingnya.

"Aw, jangan begitu. Kamu malah bikin tambah tegang si jujun," ujar Ali mulai berani frontal kepada Prilly.

Setelah sampai di lantai dua, Ali melihat Bik Inah baru saja keluar dari kamarnya.

"Malam Tuan," sapa Bik Inah sedikit terkejut melihat Ali membopong Prilly.

Ali hanya mengangguk. "Tolong bukakan pintunya Bik," pinta Ali, "Angel sudah tidur Bik?"

"Sudah Tuan, barusan tidur. Tadi sempat rewel, katanya nggak mau tidur, maunya nunggu Tuan pulang," jelas Bik Inah.

"Ya sudah, makasih ya?" ucap Ali lalu menutup pintu kamarnya dan menguncinya dengan susah payah, karena Prilly masih berada digendongannya.

"Turun kan aku," pinta Prilly mengayunkan kakinya.

"Iya," jawab Ali menurunkan Prilly di tempat tidurnya.

Prilly yang melihat Angel meringkuk sambil memeluk boneka pemberiannya, langsung memeluknya erat. Ali yang melihat itu, hanya tersenyum. Ali tahu, jika Prilly sangat merindukan Angel, seperti Angel yang sangat merindukannya.

"Maafkan Mommy Sayang," ucap Prilly mendekap Angel.

"Jangan keras-keras, nanti dia terbangun," lirik Ali pelan.

Perlahan Prilly melepaskan pelukannya, dia membaringkan lagi tubuh Angel dan menyelimutinya sebatas leher. Prilly mencium seluruh permukaan wajah Angel. Setelah melepas sepatu dan pakaiannya, menyisakan boxer dan kaus dalam putih polos, Ali ikut merangkak ke atas ranjang. Langsung memeluk Prilly dari belakang, melanjutkan tadi yang sempat tertunda.

###########

Oh my god ... panas dingin. Edisi gegana aja aku masih bisa omes. Ya Allah, ampuni Om Ali. Hahahahaha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top