TAKUT KEHILANGANMU
Udah ada peringatan kemarin kan? Jadi waspada saat membaca😬🙅
***
Segala bujuk rayuan maut telah Prilly kerahkan agar Ali dapat ikut mereka jalan-jalan hari Minggu ini. Akhir pekan menjadi waktu yang pas untuk melonggarkan otot-otot karena beberapa hari sudah bekerja. Pada akhirnya, Prilly dan Angel dapat membawa Ali ke sebuah mall terkenal di kota besar tersebut.
"Daddy, ayo!" Angel menarik-narik tangan Ali, untuk masuk ke area bermain.
Prilly yang sudah lebih dulu membeli tiket, menunggu mereka untuk ikut mengantri.
"Iyaaaaa," jawab Ali lesu karena dia sebenarnya kurang menyukai tempat seperti ini.
Dulu, sebelum ada Prilly, saat Angel mengajaknya ke tempat ini, Ali meminta Bi Inah dan Pak Men menemaninya, sedangkan dia memilih duduk menunggu di kursi tunggu.
"Kenapa?" tanya Prilly menyenggol lengan Ali yang lemas.
"Harus ya aku ikut?" kata Ali mendengus sebal.
"Ya harus dong, baca itu!" Prilly menunjuk ke sebuah papan besi yang terdapat tulisan peringatan di sana. "Segala macam permainan, di bawah pengawasan orang tua. Jadi, Angel nggak boleh main sendiri," jelas Prilly.
Ali hanya dapat pasrah, jika sudah seperti ini, saat dua wanita berbeda generasi itu merajuk dan sudah menggila, Ali hanya dapat menuruti permintaan mereka. Prilly dan Angel sangat antusias saat bermain ice skating, sedangkan Ali tetap memperhatikan mereka dari pinggiran area ice skating.
"Apa seperti ini, kalau seandainya kamu masih ada? Kita bermain di sini bersama dan tertawa bahagia, bersama?" gumam Ali mengingat Lovia. "Aku kira Prilly dan kamu memiliki ikatan darah, namun ternyata, kalian beda darah dan berbeda latar belakang keluarga." Ali menghela napas kecewa mengingat hasil anak buahnya yang sebulan belakangan ini melacak asal usul Prilly.
"Daddyyyyyyy, ayo sini!" panggil Angel dari tengah area permainan ice skating.
Ali meluncurkan kakinya dengan sepatu skating, tak butuh waktu lama, kini dia berada di depan Prilly dan Angel. Prilly memegangi dua tangan Angel, karena takut Angel tak dapat menyeimbangkan tubuhnya.
"Mommy, habis ini kita mandi bola ya? Terus Angel juga pengen seperti itu," tunjuk Angel pada sebuah permainan panjat dinding khusus untuk anak-anak.
"Iya Sayang, habis ini kita ke sana," kata Prilly lembut.
Ali memperhatikan Prilly yang sedang membenarkan ikatan rambut Angel. Rindunya kepada Lovia sedikit terbasuh saat melihat wajah Prilly. Entah sampai kapan, bayang-bayang Lovia akan pergi dari benak Ali. Namun, saat dekat dengan Prilly, Ali merasa nyaman dan tenang.
"Big Bos." Prilly melambaikan tangannya di depan wajah Ali. "Hai ... Big Bos!" sentak Prilly menyadarkan Ali dari lamunannya.
"Ada apa sih, teriak-teriak begitu," gerutu Ali.
"Habisnya diajak bicara, kamu malah melamun. Ngelamunin apaan sih? Kerjaan?" tuduh Prilly menatap Ali tak suka.
"Ya, aku sedang kepikiran proyek baru bersama perusahaannya Miss Viola. Dia malam ini mengajakku makan malam di hotel tempat dia menginap," kata Ali entah sadar atau tidak, kini dia semakin terbuka dengan Prilly.
"Terus, kamu mau datang?" tanya Prilly sedikit merasa tak rela jika sampai Ali menghadiri undangan tersebut.
"Menurut kamu?" tanya Ali.
"Ya, kalau penting silakan," sahut Prilly memalingkan wajahnya mengawasi Angel yang sudah meluncur bersama teman barunya, yang baru saja ia kenal di tempat ini.
Ali menangkap ketidaksukaan Prilly dari raut wajahnya dan cara dia menjawab. "Ya sudah, nanti malam aku akan datang."
Ali menyusul Angel dan meninggalkan Prilly begitu saja. Entah mengapa hati Prilly seperti ada yang mencubit saat Ali mengatakan itu. Prilly menghela napasnya, lantas menyusul Ali dan Angel.
Puas dengan permainan yang ada di tempat ini, Ali dan Prilly mengajak Angel pergi ke sebuah taman. Di sana Angel bebas bermain sepatu roda, meluncur ke sana ke mari dibawah pengawasan Ali dan Prilly.
"Makan yuk?" ajak Ali setelah melihat arlojinya.
"Yuk!" Prilly mendekati Angel dan menghentikan permainannya.
"Aaaaah Mommy," rajuk Angel yang tak mau menyudahi permainannya, saat Prilly melepas hlem pelindung kepala dan beberapa pelindung yang menempel di siku dan lututnya.
"Waktunya makan siang Sayang, kita harus kasih makan cacing-cacing yang sudah kelaparan di dalam perut." Prilly melepas sepatu roda Angel dan dengan sigap Pak Men membawakan sepatu Angel untuk dipasangkan di kakinya.
"Pak Men, tolong bawa sepatu roda Angel ke mobil, setelah itu Pak Men susul kami di restoran itu ya?" tunjuk Ali pada sebuah restoran yang tak jauh dari taman tersebut.
"Siap Bos," jawab Pak Men, lalu berlari ke tempat parkiran.
Mereka memilih berjalan kaki untuk menuju ke restoran tersebut. Saat melewati beberapa badut dengan ceria Prilly mengabadikan gambar Angel saat menggoda badut-badut tersebut.
"Sudah yok, kita makan dulu!" ajak Prilly menggandeng tangan Angel.
Mereka berjalan mengikuti Ali dari belakang. Saat mereka ingin masuk ke dalam restoran, tiba-tiba Angel menghentikan langkahnya.
"Ada apa Angel?" tanya Prilly langsung melihat ke bawah, takut jika Angel menginjak sesuatu.
Ali yang tadinya berjalan di depan mereka, memutar tubuhnya. "Ada apa?" tanya Ali.
"Daddy, mau itu!" tunjuk Angel pada seorang pedagang balon.
"Nanti aja ya? Setelah kita makan," bujuk Ali untuk menundanya.
"Nggak mau," rengek Angel yang hampir berjongkok jika Prilly tak langsung menggendongnya.
"Baiklah, kita beli sekarang," kata Prilly sambil menggendong Angel, berniat mendekati penjual balon tadi.
Beginilah perbedaan Ali dan Prilly saat memanjakan Angel. Hati Prilly lebih sensitif dan tak tega jika melihat Angel bersedih. Namun, jika Ali, dia lebih tegas.
Ali menahan lengan Prilly. "Nanti aja, setelah kita makan," seru Ali.
"Tapi nanti keburu pergi tukang balonnya," bantah Prilly.
"Nggak bakalan dia pergi. Kalau yang itu pergi, ya kita cari penjual balon yang lainnya." Ali masih saja menahan lengan Prilly.
Prilly mendengus sebal saat Ali seperti itu, dia sangat menyebalkan baginya. Ali mengambil Angel dari gendongan Prilly lalu menarik tangan Prilly masuk ke dalam restoran sambil memberikan pengertian kepada Angel, jika Ali akan membelikan balon itu setelah mereka selesai makan. Walau hatinya kecewa, Angel hanya dapat menurut saja.
Saat Angel menikmati makan sorenya, Prilly begitu asyik memperhatikannya. Ada rasa takut menyeruak di dalam dadanya.
"Gue nggak bisa bayangin, bagaimana nanti kalau anak ini tahu kalau gue bukan nyokap kandungnya. Pasti hatinya akan sangat hancur," batin Prilly. "Gue juga nggak bisa bayangin, kalau nanti kontrak gue habis, pasti gue sama anak ini nggak bisa lagi begini," imbuhnya dalam hati.
Ali melihat Prilly yang begitu lekat menatap Angel, hingga makanannya dihiraukan. Semburat sedih dari wajah Prilly tak dapat tertutupi.
"Kenapa nggak di makan? Nggak suka?" tanya Ali menyadarkan Prilly.
"Suka kok, ngapain dipilih, kalau nggak suka." Prilly segera menyantap makanan yang sudah dia pesan tadi.
Namun matanya tak pernah lepas menatap Angel yang begitu menggemaskan dan sayang jika sampai terlepas dari hidupnya.
"Mommy, Angel boleh pesan es krim?" tanya Angel, karena biasanya setelah makan, dia selalu meminta es krim.
"Oh iya, belum pesan ya tadi." Prilly memanggil seorang pelayan dan memesankan es krim kesukaan Angel.
Angel begitu sangat menyukai es krim, seperti Prilly yang juga hobi makan es krim. Ali masih saja sibuk dengan pekerjaannya, dimanapun dia duduk, dia selalu menyempatkan mengecek email yang masuk di handphone-nya. Jika tak mengingat Ali adalah bosnya, ingin rasanya Prilly merebut handphone itu dan membuangnya ke tong sampah. Biar sekalian Ali tidak bisa mengecek pekerjaan, karena Prilly sangat sebal jika saat bersantai seperti ini, Ali masih saja memikirkan pekerjaannya.
"Taraaaaaaaaa, pesanan sudah dataaaaaaang," seru Prilly mengambilkan es krim yang unik, karena melon sebagai media penyajiannya.
Tanpa diperintah, Angel langsung menyantap es krim tersebut. Ali memperhatikan Angel dan Prilly yang berebut untuk menghabiskan es krim itu berdua. Ali tersenyum saat Prilly berhasil menggoda Angel, dengan menyendokkan es krim dan buah melon penuh di sedoknya. Prilly tertawa saat Angel merengek dan pura-pura menangis.
"Ayo, habiskan!" perintah Ali memasukkan handphone-nya di saku dan berdiri untuk membayar.
Lelah seharian menemani Angel bermain, Prilly membuatkan Ali teh. Dia mengantarkan ke ruang tengah, karena Ali sedang meluruskan kakinya di sana.
"Ini tehnya." Prilly meletakkan tehnya di meja depan Ali duduk.
"Angel di mana?" tanya Ali mengambil cangkir tersebut dan meniupnya, perlahan sedikit demi sedikit dia menyeruput.
"Di kamar," jawab Prilly tak acuh. "Aku lihat dia dulu ya," kata Prilly langsung berlari naik ke lantai dua.
Prilly membuka pintu kamar Angel perlahan, dia melihat gadis kecilnya sedang tengkurap di tempat tidur sambil menonton televisi.
"Angel, kok belum tidur?" tanya Prilly menghampiri.
"Mommy." Angel membalikkan tubuhnya, menyambut kedatangan Prilly.
Prilly merangkak ke tempat tidur dan ikut tengkurap seperti yang Angel lakukan tadi. Saat Ali melewati kamar Angel yang pintunya terbuka lebar, dengan sangat jelas matanya menangkap paha mulus milik Prilly. Daster yang Prilly pakai naik ke atas, saat dia tengkurap seperti itu.
"Astogfirullohhaladzim," ucap Ali lalu masuk ke dalam kamarnya.
Prilly yang mendengar pintu baru saja tertutup hanya menoleh sekilas, dia tahu jika itu adalah Ali. Dia tak mengacuhkannya, lantas dia melanjutkan menemani Angel menonton kartun kesukaannya.
"Pril," panggil Ali dari pintu kamarnya.
Prilly beranjak dari tempat tidur Angel, lalu menghampiri Ali.
"Iya," sahut Prilly berdiri di ambang pintu kamar Angel.
"Kamu sama Angel ganti baju ya? Kita hadiri makan malam Miss Viona," perintah Ali.
Saat Ali ingin menutup pintu kamarnya, Prilly mencegahnya, "Big Bos." Ali mengurungkan niatnya, "kasihan Angel, seharian sudah bermain. Dia butuh istirahat."
"Ya sudah." Ali langsung menutup pintunya.
Prilly tak mengerti dengan sikap Ali yang kadang baik dan kadang membingungkan baginya. Prilly kembali menemani Angel.
Tengah malam, Prilly terbangun dari tidurnya, kebiasaan Prilly jika Angel sudah tidur adalah turun ke bawah untuk menikmati minuman mahalnya. Ali mengizinkan kebiasaan Prilly, asalkan, tak membuat Prilly sampai mabok. Prilly menuju ke meja bar, disanalah, dia menyimpan koleksi minumannya. Dia mengambil gelas dan membuka botol scotch whiskey Dewars White Label, minuman sejenis wiski yang berasal dari Skotlandia, bertaraf reguler. Perlahan Prilly menikmatinya sendiri.
"Bangun jam berapa kamu?" tanya Ali yang baru saja datang berniat mengambil air minum.
"Barusan," jawab Prilly menenggak sedikit minuman yang terbuat dari biji Barley 40% dan Grain 60%, serta aromanya sedikit berbau asap.
Ali duduk di samping Prilly, memutar botol wiski itu. Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa?" tanya Prilly heran karena Ali tersenyum sendiri melihat botol minuman mahalnya.
"Sejak kapan suka minum beginian?" tanya Ali tak sengaja melihat ke bawah, ternyata Prilly mengangkat satu kakinya bertumpu pada besi meja bar dan pahanya sedikit terbuka, sehingga daster yang dia pakai tersibak.
Susah payah Ali menahan gelora yang lama tertidur, Ali sibuk menghela napas dalam agar gelora itu tetap terkontrol.
"Sejak aku kuliah di Jerman dan Belanda," jawab Ali tak heran lagi.
"Oh, lulusan luar negeri," sahut Ali memainkan botol wiski itu, karena sibuk mengalihkan pandangannya dari paha mulus Prilly.
"Ya, mau menemani minum?" tanya Prilly menawari Ali sambil dia menuangkan lagi wiskinya dalam gelasnya.
"Sudah lama nggak menenggak minuman seperti ini," jawab Ali dibalas senyuman tipis Prilly.
Mustahil bagi Prilly, jika seorang bos besar tak mengkonsumsi minuman seperti ini. Saat menemani kolega atau klien dari luar negeri, pastinya mereka akan menjamu tamunya dengan minuman seperti ini.
"Sudah berapa lama?" tanya Prilly melirik Ali yang menggigit bibir bawahnya seperti menahan sesuatu.
Ali tak menjawab, dia justru berdiri mengambil gelas kosong dan sebotol minuman sejenis rum bacardi light dari lemari samping meja bar. Dia kembali duduk di samping Prilly dan membuka botol tersebut.
"Wow, rum mahal, light rum. Jenis rum di atas gold rum," decak Prilly tersenyum menatap Ali dengan mata berbinar, yang sedang menuang jenis minuman itu ke dalam gelasnya.
"Mau mencoba?" tanya Ali memamerkan miliknya.
"Kenapa tidak bilang kalau menyimpan minuman semahal ini?" seru Prilly tak menolak tawaran Ali.
"Kamu yang nggak pernah menanyakan," jawab Ali sedikit meminum rumnya. "Sudah lama tidak meminumnya, terasa aneh." Ali menjulurkan lidahnya keluar, membuat Prilly terkekeh.
"Memangnya sudah berapa lama break minum ini?" tanya Prilly mengulang pertanyaan yang belum sempat Ali jawab tadi, sambil menunjukkan gelasnya yang sudah berisi rum milik Ali.
"Sejak mommynya Angel meninggal," jawab Ali hanya direspon anggukkan kepala oleh Prilly.
"Terus, kenapa malam ini kamu justru duduk di sini meminum itu lagi?"
"Melihat mu setiap malam selalu menikmati minuman mahal ini, membuat aku ingin membuka botol lagi," seru Ali menatap Prilly lekat.
"Kamu cantik," lirih Ali menyisihkan rambut Prilly ke belakang telinga.
Prilly tersenyum dengan mata sayu, Ali mengelus pipi Prilly lembut hingga membuat mata indahnya terpejam menikmati belaian tangan Ali. Ali meletakkan gelasnya di atas meja bar, lantas dia berdiri di tengah paha Prilly yang terbuka. Pelan namun pasti, Ali menempelkan bibirnya di bibir Prilly. Entah setan apa yang sudah menguasai mereka, namun Ali maupun Prilly tak ada yang menolak ciuman tersebut.
Kenyalnya bibir Ali memabukkan Prilly, lidah Ali mendesak masuk ke dalam rongga mulut Prilly. Ali menyapu habis bibir Prilly, tanpa diminta Prilly pun membalasnya. Tangan Ali mulai menggerliya, dia mengusap lembut paha Prilly, hingga tubuh si empunya merinding dan menuntut lebih untuk dijamah. Prilly mengalungkan tangannya di tengkuk Ali, membuat Ali dengan mudah memperdalam ciuman mereka. Perlahan Ali melepaskan ciumannya, dan mencumbu turun ke leher Prilly. Otomatis Prilly mendongak ke atas memberikan akses lebih luas agar lidah dan bibir Ali bebas mengeksplor lehernya. Prilly mengusap rahang kokoh Ali, saat Ali menghisap lehernya hingga meninggalkan merah di sana. Desahan sexy Prilly menuntut Ali melakukan lebih. Tak hanya diam, tangan Ali yang bebas mengunci tubuh Prilly menggerliya naik mengelus gundukan kenyal, membuat Prilly semakin mabuk kepayang. Prilly terus mendesah terbuai oleh cumbuan yang semakin lama, makin panas dan menuntut lebih dari ini. Bibir ranum dan merah delima milik Prilly membuat Ali semakin gila.
Ali menaikkan cumbuannya pada telinga Prilly, dan menggigit kecil daun telinganya. Tangan Prilly yang bebas memegang rahang Ali, mengelus punggungnya, hingga Ali semakin dalam mencumbui bagian-bagian sensitif Prilly. Ali terus meraba semua bagian yang menjadi kelemahan wanita.
#########
STOOOOOOOOOOPPPPPPP!!!!
OH NOOOOOO!!!!
Otakku mesum kalau dilanjutkan jadi "...." hahahahahahah
Belum halal toyyiban, jadi cukup segitu dulu ya? Sabar, nanti ada waktunya. Hahahaha lol
Biar cepet kelar, jadi cepet ngeluarin cerita baru. Boleh lah ya ceritaku buat referensi, tapi bok yo jangan dijiplak to yo ... yo. Kan jadi malas nulis di WP.😞😖😔
#ngelusdada
Semoga aja cepet dapat hidayah, jadi jangan salahkan saya kalau sewaktu-waktu nggak bikin lagi cerita casting Ali/Prilly/Al.😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top