TAK TAHU DIRI
Dugem, suatu kegiatan yang hura-hura, menghamburkan banyak uang dan ajang bersenang-senang. Aroma alkohol menyeruak di kelab itu, asap rokok mengebul dan tarian liar mengentak seiring lagu hip hop yang diputar oleh DJ.
"Angel, pulang yuk!" ajak Gladis, teman dekat wanita berparas cantik, kulit putih, badan langsing yang kini sedang berjingkrak di lantai dansa.
Gadis yang di sapa 'Angel' itu sangat menikmati dunia malam. Angel sudah mabuk berat, tetapi tubuhnya masih asyik meliuk-liuk menikmati musik yang sedang diputar seorang DJ tampan, idola para wanita. Kegiatan ini sering mereka lakukan saat weekend, hanya untuk melepas penat karena seminggu full mereka harus bekerja menguras otak dan tenaga.
"Sebentar lagi, cuiy! Tanggung nih!" Angel meneenggak satu sloki jack daniels.
Jack Daniel's adalah merek wiski masam Tennessee, sekaligus menjadi
brand Amerika terlaris di dunia. Minuman ini diproduksi di Lynchburg, Tennessee, oleh Jack Daniel Distillery.
"Gila lo, udah ah!" Gladis menangkis sloki Angel setelah dia meneenggaknya. "Lo udah mabuk berat, begok!" umpat Gladis memapah Angel yang sudah teler keluar dari kelab.
Angel merancau tak jelas, seraya berjalan gontai dengan bantuan Gladis yang memapahnya susah payah. Sampai di tempat parkir, Angel memuntahkan isi perutnya, hanya mengeluarkan cairan saja.
"Gue antar lo pulang, ya?" Gladis menawari Angel karena merasa tak tega melihat teman baiknya menyetir sendiri dalam kondisi seperti itu.
"Enggak usah, lo langsung pulang aja! Gue bisa sendiri," tolak Angel menggerayangi tas kecilnya untuk mencari kunci mobil.
"Serius lo?" Gladis memastikan.
"Iya! Serius!" jawab Angel, lantas dia membuka pintu mobilnya sambil sempoyongan.
"Ya udah deh, terserah lo! Kalau gitu, gue pulang duluan, ya?" Gladis berjalan mendekati mobilnya yang terparkir tak jauh dari mobil Angel. Tubuhnya sedikit terhuyung, kepalanya sangat berat dan pusing karena dia sudah menghabiskan wiski beberapa sloki.
Angel melambaikan tangan lemas—sebagai tanda perpisahan mereka—mengiringi kepergian Gladis yang menjauhi mobilnya. Pandangannya mengabur, sesekali dia mengucek mata dan mengejap, agar pandangan dapat lebih jelas. Kepala yang terasa sangat berat, ingin rasanya dia segera sampai di apartemen dan meletakkan tubuhnya di tempat tidur yang empuk dan nyaman.
"Sampai apartemen, gue pokoknya langsung mau tidur!" rancau Angel susah payah memasukkan kuncinya, setelah mesin menyala, dia segera meninggalkan Gladis dan keluar dari area kelab.
Dia menancap gasnya dengan kecepatan tinggi. Di jalan raya yang lengang, mobil yang dikendarainya berjalan tidak stabil. Pandangannya sesekali mengabur. Namun, dia tetap memaksakan diri.
"Eh, buset, ada apaan, ya?" Angel terkejut mendengar benturan keras yang terjadi di depannya.
Angel keluar dari mobil, lantas dia mengecek bemper depannya yang penyok. "Lah, kenapa penyok mobil gue?" Dia bingung, sambil memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.
Seorang pria paruh baya keluar dari mobil depannya, berpakaian rapi; stelan baju serba hitam dan potongan rambut rapi, tertata klimis.
"Eh, Mbak, Anda punya mata enggak sih?" sergah pria tersebut.
Angel tersentak. "Bapak, bicara sama saya?" tanya Angel polos, menunjuk dirinya sendiri.
"Ya-iyalah, sama siapa lagi? Di sini adanya cuma saya sama Anda," sahut pria tersebut dengan logat Jawa medok.
"Cailaaaaah, Bapak ini buta, ya? Jelas gue punya mata. Nih mata gue!" Angel melebarkan matanya dengan jari dan mengarahkan tepat di depan wajah pria tadi.
Bau alkohol sangat menyengat dari mulut Angel. Hingga pria tadi menutup hidungnya. "Owalah, Mbak, Mbak, Anda itu mabuk to? Makanya, matanya jelalatan!"
Angel hanya tertawa lepas dan tak menyadari kesalahan yang baru saja dia perbuat.
"Pak Men, kenapa lama sekali sih?" tanya pria tampan, bertubuh kekar, dengan setelah jas necis, sepatu hitam yang masih mengkilap, turun dari mobil menghampiri pria yang dipanggil 'Pak Men' tadi.
"Ini loh Bos, mbaknya ... ternyata mabok," jelas Pak Men menunjuk Angel yang sudah lemas bersandar di samping mobilnya.
Pria tadi menghela napas dalam, lalu dia mendekati Angel dan menyibak rambut panjangnya, yang menutupi wajah ayu nan manis itu. Pria tadi terkejut, melihat paras yang tak asing baginya.
"Lovia?" lirihnya mengingat wajah seseorang yang sudah merenggut hati dan pikirannya selama ini.
Angel menepis kasar tangan pria tadi, yang masih memegangi rambutnya. Tatapan sayu Angel kepada pria tadi, semakin lama mengabur dan ....
Hueeeeek
Angel mengeluarkan isi perutnya di tubuh pria tadi. Hingga Angel tak sadarkan diri.
***
Pagi hari ini, langit berawan kelabu menghiasi atap kota metropolitan. Berbagai aktivitas telah dilakukan di luar sana, meski langit sedikit mendung, tak menyurutkan semangat para orang-orang yang ingin merajut asa demi masa depan. Bos besar pemilik rumah bak istana itu menuruni tangga, menenteng tas kerjanya, sudah rapi memakai busana kerjanya yang selalu necis. Rambut tertata klimis, tersisir ke belakang, dan wajah tegas sebagai pria dewasa. Dia duduk di ruang makan, sembari membaca surat kabar dan menikmati secangkir kopi, menunggu putri semata wayangnya.
"Non Angeeeelll!" Teriakan keras setiap pagi sudah biasa bos besar itu dengar.
"Selamat pagi Tuan Ali," sapa sang pelayan yang menyiapkan sarapan untuk bos besarnya.
Bos besar yang disapa 'Tuan Ali' itu, hanya menganggukkan kepala. Pelayan tadi membungkukkan badannya penuh hormat, lantas ia pergi meninggalkan Ali sendiri di ruang makan.
"Non Angel, aduuuuuh ... jangan lari-lari. Bibi capek, Non," seru wanita paruh baya yang bernapas tersengal, setelah mengejar gadis kecil yang cantik dan manis karena berlari menghampiri Ali ke ruang makan.
"Angeeeeeel ...." panggil Ali lembut, menatapnya tajam namun tersirat perhatian yang mendalam.
Gadis manis itu menutup mulutnya dan tertawa kecil menyadari teguran sang ayah.
"Maaf Daddy," sahut gadis kecil itu lucu, lalu ia duduk di sebelah Ali.
"Jangan seperti itu lagi ya? Bi Inah sudah tak muda lagi. Kalau suruh mengimbangi gerakan kamu, Bi Inah sudah enggak kuat Angel," jelas Ali memperingatkan putrinya.
"Iya, Daddy," jawab Angel mengerti, dengan pemahaman anak kecil seusianya. "Maaf ya Bi," ucap Angel tulus kepada Bi Inah yang kini sudah berdiri di sebelahnya.
Bi Inah tersenyum, "Iya Non, enggak apa-apa. Cuma kalau suruh lari-lari ngejar Non Angel, jujur saja, Bibi sudah enggak kuat. Maklum, Bibi sudah tua Non," tukas Bi Inah membuat Angel terkekeh kecil sambil menutupi mulutnya, membuat dia semakin terlihat sangat menggemaskan.
"Iya Bi, maaf ya. Makasih sudah membantu Angel pagi ini," ucap Ali karena setiap pagi Bi Inah lah yang selalu membantu Angel menyiapkan keperluan sebelum dia berangkat ke sekolah.
Tumbuh tanpa seorang ibu, membuat Angel harus mandiri di usianya yang masih dini. Hanya bantuan seorang pelayan di rumah, yang ia dapatkan kala sedang membutuhkan pertolongan.
"Iya Tuan, sama-sama," balas Bi Inah membungkukkan tubuhnya karena menghormati Ali sebagai majikannya. Lantas, Bi Inah pun pergi ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya yang lain.
Angel memakan sarapannya, sepotong roti tawar yang diolesi selai coklat kesukaannya, sudah cukup mengisi perut kecilnya setiap pagi.
"Angel, pagi ini Daddy ada pertemuan dengan rekan kerja. Jadi, Angel berangkat ke sekolah diantar sama Pak Men, enggak apa-apa kan?" tanya Ali mengelus kepala Angel lembut, berusaha memberi pengertian kepada sang anak.
"Enggak apa-apa Dad, oh iya ... besok ada acara di sekolahan Angel. Daddy bisa datang kan?" pinta Angel penuh dengan harapan.
Ali tersenyum sangat manis dan mengelus pipi Angel sangat lembut. "Pasti Daddy akan datang."
Walaupun Ali sibuk dengan pekerjaannya, namun jika menyangkut buah hatinya, ia akan meninggalkan dan memilih untuk menemani malaikat kecilnya itu. Bagi Ali, Angel adalah mutiara hatinya. Angel adalah separuh jiwanya, jika sampai Angel terluka, maka Ali akan lebih merasa kesakitan.
Saat Ali dan Angel menikmati sarapannya, sembari bercerita kecil, seorang wanita yang hanya terbalut hem putih kedodoran, panjang di atas lutut, hingga mengekspose kulit pahanya yang putih dan mulus tanpa cacat, menuru tangga. Dia menguap sambil menutupi mulutnya, matanya masih setengah terpejam hingga ia belum menyadari keberadaannya saat ini.
"Mommy?" desis Angel mengejutkan Ali.
Ali meletakan sendok dan garpunya, lantas ia menoleh ke belakang, melihat wanita tadi semakin berjalan mendekatinya. Susah payah ia menelan makanannya saat melihat paha mulus dan body ramping wanita itu.
"Oh Tuhan," ucap Ali menyadarkan dirinya, sebelum kepalanya terasa pusing karena melihat kemolekan tubuh wanita tadi.
"Mommyyyyy." Angel berlari kecil menghampiri wanita itu dan langsung memeluknya.
Wanita yang dipanggil Angel 'Mommy' itu, lantas membuka matanya lebar-lebar. Betapa terkejutnya dia saat tangan mungil memeluk kakinya yang jenjang.
"Wouw ... Mommy?" desah Angel yang semalam tak sadarkan diri dan terpaksa Ali dan Pak Men bawa pulang ke rumah, karena mereka tak tahu tempat tinggal Angel.
Angel dewasa meregangkan pelukan Angel kecil di kakinya, lantas ia berlutut menyamakan tingginya dengan Angel kecil. "Hai gadis kecil, siapa nama kamu?" tanya Angel dewasa tersenyum manis menyapa Angel kecil.
Angel kecil merasa kecewa, ternyata wanita yang ia kira mommynya tak mengenali dirinya. Angel kecil melepaskan diri, dari Angel dewasa, lalu ia berlari kepada Ali dan memeluk sang daddy.
"Daddy," lirih Angel kecil parau memeluk tubuh Ali yang masih duduk di tempatnya.
Ali mengangkat tubuh mungil Angel kecil agar duduk di pangkuannya. Dia memeluk dan mengelus rambut lurus Angel kecil penuh kasih sayang. Angel dewasa, yang tadinya berlutut, kini kembali berdiri dan melihat sekelilingnya. Matanya menangkap sebuah foto wanita yang wajahnya sangat mirip dengannya. Hanya, wajah wanita itu terkesan lebih dewasa dan sangat anggun, rambutnya pun pirang dan ikal.
"Siapa dia?"tanya Angel dewasa menunjuk foto yang tergantung di dinding.
Ali menghela napas dalam, apakah wanita ini tak pernah diajarkan sopan santun sebelumnya? Pikir Ali.
"Itu foto istri saya. Silakan Anda sarapan dulu, dan setelah itu, selesaikan segera urusan Anda di kantor polisi," kata Ali dingin dan datar, lalu berdiri menggendong Angel kecil yang menangis di pelukannya.
Angel dewasa terlihat kebingungan karena mendengar kata 'polisi'. "Eh, tunggu! Ada urusan apa gue sama polisi?" tanya Angel dewasa menahan kepergian Ali.
"Pak Men!!!" pekik Ali keras tanpa menanggapi pertanyaan Angel.
Pak Men pun berlari menghampiri Ali yang sudah berdiri sambil menggendong Angel kecil.
"Iya Bos, siap!" sahutnya cepat setelah berdiri di depan Ali.
"Jelaskan apa yang sudah terjadi semalam kepada Nona ini. Dan nanti, setelah dia sarapan, tolong antar Nona ini ke kantor polisi. Biar saya yang mengantar Angel berangkat sekolah," titah Ali ketus dan dingin.
"Siap Bos!"
Ali melangkahkan kakinya ke luar rumah. Sebagai pengusaha sukses dan duda keren, tak khayal, banyak wanita berusaha mencuri perhatiannya. Namun bagi Ali, hatinya sudah mati terbawa oleh jiwa Lovia yang meninggal beberapa tahun lalu karena kanker payudara, saat usia Angel menginjak 3 tahun. Kini Angel sudah berusia 5 tahun, 2 tahun hidup tanpa Lovia membuat hari-hari Ali hampa dan tak bewarna. Dia dapat bertahan hingga sampai saat ini, karena ada malaikat kecil yang selalu menyinari hidupnya. Angel adalah pelita Ali saat ini, hanya Angel kekuatan cinta terbesarnya.
"Cup cup cup Sayang, sudah ya? Jangan menangis lagi." Ali menepuk-nepuk bokok Angel agar putri semata wayangnya itu dapat berhenti menangis.
Angel masih saja sesenggukan, wajahnya basah dengan air mata, hidung merah dan hatinya sakit.
"Daddy, kenapa Mommy melupakan Angel?" tanya Angel polos menyesakkan dada Ali.
Hingga saat ini, Ali belum dapat bicara jujur tentang apa yang terjadi dengan Lovia. Ali merasa tak tega jika Angel harus menerima kenyataan pahit itu. Untuk saat ini, Ali hanya dapat menutupi kenyataan itu dengan alasan sederhana, hingga waktunya tepat untuk Angel memahami keadaaan ini.
"Mmm ... mungkin Mommy pangkling melihat Angel sekarang sudah besar. Sudah ya? Sekarang, Daddy antar kamu ke sekolah." Ali menurunkan Angel di tempat duduk, sebelahnya mengemudi.
Ia menghela napas lega, namun ada sedikit rasa berat di hatinya. Sampai kapan dia akan berbohong kepada Angel tentang Lovia yang sudah meninggalkan mereka selamanya? Lambat laun, Angel pasti akan mengerti dan memahaminya.
"Apa yang sebenarnya terjadi sama gue?" tanya Angel dewasa kepada Pak Min setelah Ali keluar dari rumah.
"Gini ya mbaknya." Pak Min menarik tangan Angel agar duduk di kursi meja makan. "Semalam itu mbaknya mabok berat, karena Bos Ali baru saja pulang dari menemani teman kerjanya yang dari Jepang sampai larut malam, dan dia juga pengen pulang lebih cepat, akhirnya lewat di jalan Sudirman. Naaaah ... pas sampai di lampu merah, tiba-tiba mobilnya mbaknya nabrak dari belakang," jelas Pak Min panjang lebar.
"Terus mobil gue sekarang di mana?" tanya Angel dewasa panik.
"Mobil mbaknya sekarang di kantor polisi, sekalian mobil bos saya. Semalam karena kita enggak tahu rumah mbaknya di mana, akhirnya kami bawa pulang ke sini," imbuh Pak Min.
Angel memperhatikan penampilannya pagi ini. Dia melihat dirinya sendiri dari bawah hingga sampai di dadanya. Angel menutup dadanya dengan kedua tangannya, karena ternyata dua kancing hem atasnya terbuka.
"Terus, siapa yang semalam gantiin baju gue. Hemm?" tanya Angel menatap Pak Men tajam.
"Tenang Mbak ... sabar, yang gantiin baju mbaknya semalam Bi Inah. Gara-gara mbaknya mutah terus, baju Bos besar juga ikut kena mutahannya mbaknya," ujar Pak Men takut dan langsung meluruskan kejadian sebenarnya.
Angel terdiam mengingat lagi kejadian semalam. Namun sepertinya, tadi malam karena terlalu mabok, membuat dia lupa segalanya.
"Ya sudah, mbaknya sarapan aja dulu. Nanti saya antar ke kantor polisi." Pak Men meninggalkan Angel sendiri yang masih melamun di meja makan.
"Gladis!" seru Angel mengingat teman baiknya yang semalam pergi dengannya.
Angel berlari menaiki tangga, dan masuk ke kamar tempat dia semalam menginap. Dia mencari tas kecilnya, akhirnya tas itu dapat Angel temukan di atas meja rias. Angel segera mencari nomer Gladis, lalu ia meneleponnya.
"Hallo," sapa wanita dari seberang yang terdengar masih malas di atas tempat tidur.
"Gladis, di mana lo sekarang?" tanya Angel gugup dan tak sabar.
"Apaan sih lo Jel? Di apartemen lah," jawab Gladis sedikit menyentak karena merasa sebal dengan Angel yang sudah mengganggu tidurnya.
"Gue butuh bantuan lo sekarang. Mobil gue di kantor polisi," cerita Angel singkat membuat mata Gladis terbuka lebar dan tersentak bangun.
"APA?! Gila lo, pagi-pagi udah kena tilang. Mau pergi ke mana sih lo? Emang lo enggak bawa surat-surat, coy?" tebak Gladis asal.
"Iiiih ... bukan begitu. Panjang ceritanya, entar aja kalau udah ketemu, gue ceritain. Sekarang lo mandi dan buruan ke kantor polisi. Kita ketemu di sana, oke?"
"Lah ... kalau lo sekarang bukan di kantor polisi, terus lo di mana sih?" tanya Gladis bingung.
"Aaaah, banyak tanya lo! Entar gue jelasin semuanya!"
Panggilan pun diakhiri oleh Angel. Angel segera membersihkan badannya dan pergi ke kantor polisi untuk mengurus mobilnya.
############
Cerita yang jauh dari sebuah profesi. Sekali-kali bikin cerita yang konfliknya ringan dan terlepas dari sebuah profesi. Hihihihihi
Semoga tidak mengecewakan.
Makasih yang mau baca dan suka rela memeberikan vote dan komennya.
Semoga kalian bisa membedakan nama Angel kecil dan Angel dewasa. Nanti pada saatnya, akan berubah nama agar tak sama. Hihihihi
Sabar ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top