SAKIT KARENAMU

Ali terburu-buru, berlari menaiki tangga dengan perasaan gundah. Bagaimana tidak? Saat selesai meeting, sekretarisnya memberi tahu, bahwa dia mendapat telepon dari sekolahan Angel, jika putri kecil bos besarnya itu demam dan muntah-muntah di sekolah. Dan akhirnya seorang guru, mengantarnya pulang.

"Angel," seru Ali setelah membuka pintu kamar putrinya.

Angel meringkuk lemas di tempat tidur. Matanya sayu dan wajahnya pucat. Ali duduk di tepi ranjang, menyentuh kening Angel yang terasa panas.

"Sayang, sudah minum obat?" tanya Ali lembut sembari membenarkan selimut Angel.

Angel hanya mengangguk lemas. "Daddy buatkan bubur atau Angel mau teh hangat dulu?" tanya Ali menawari Angel.

Angel tak bersuara, namun dia menggeleng, menolak semua tawaran Ali. Ali menghela napas dalam, saat-saat seperti ini, sebenarnya Ali sangat membutuhkan Lovia. Melihat Angel sakit, hati Ali tak tega.

"Ya sudah, Angel sekarang bobo dulu ya? Daddy akan buatkan bubur, jadi nanti kalau Angel sudah bangun, baru di makan ya?" Ali berniat untuk beranjak dari tempat tidur Angel, namun tangan mungil mencegah pergelangan tangannya.

"Daddy, di sini saja. Angel nggak mau sendiri," pinta Angel dengan suara parau.

Ali melepas jas kerjanya, dan membuka dua kancing bajunya. Ali melepas sepatunya dan ikut berbaring di sebelah Angel. Ali memeluk tubuh mungil Angel yang terasa panas, dia ingin memeberikan dekapan ternyaman untuk putrinya.

"Daddy, Angel kangen sama Mommy," ujar Angel pelan, namun masih dapat didengar oleh Ali.

Ali memahami maksud orang yang dipanggil Angel 'Mommy'. Dia bukanlah Lovia, melainkan Prilly. Ali hanya menghela napas dalam, dan tak menjawab ucapan Angel tadi. Ali mengelus punggung Angel, agar dia dapat tertidur. Saat Angel mulai terlelap, bibir mungilnya selalu memanggil 'Mommy'. Ali berusaha menutup telinganya dan mengacuhkan rancauan Angel tersebut. Hingga malam pun tiba, Angel tetap tak mau berhenti untuk memanggil 'Mommy'. Tubuhnya semakin panas, hingga Angel kejang. Tengah malam Ali melarikan Angel ke rumah sakit.

***

Ali mengejapkan matanya, dia terlalu lelah karena menunggu Angel semalaman yang tak dapat tidur. Meski kepalanya pusing karena kurang tidur, Ali tetap bangkit dari sofa ruang perawatan Angel. Ali mendekati Angel dan menyentuh keningnya yang terasa masih hangat.

"Sebegitu besarkah pengaruh wanita itu pada Angel? Siapa dia sebenarnya? Apa dia memiliki ikatan darah dengan Lovia?" gumam Ali menerka-nerka.

Tak ingin hanya bertanya-tanya dan menerka saja, Ali pun menelepon seseorang kepercayaannya untuk menyelidiki, siapa wanita yang sangat mirip dengan Lovia itu.

Pagi yang cerah namun tak begitu cerah bagi suasana hati Prilly. Semenjak dia bertemu dengan Ali, hidupnya menjadi tak tenang. Hari-harinya terasa memiliki beban hingga dia tak dapat menikmati setiap aktivitas yang dia jalani.

"Pril, ngapain lo pagi-pagi bengong di kantin? Tumben-tumbenan lo berangkat kerja nggak telepon gue tadi. Mobil lo udah diambil ya?" tanya Gladis langsung memberondongi pertanyaan saat dia baru saja datang menghampiri Prilly yang sedari tadi duduk di kantin kantor.

"Kepala gue pusing nih Dis, hidup gue terasa dikejar hutang. Orang bengkel ngancam, kalau mobil gue nggak diambil sampai siang ini, mereka bakalan jual tuh mobil. Padahal gue udah janji mau lunasi uang denda itu sama daddynya Angel. Belum juga gue harus bayar hutang lo. Aaaaampuuuuun deh ... hidup gue sekarang tersiksa." Prilly memukul-mukul kepalanya sandiri dengan tangan.

Memikirkan semua itu membuat dia setres. Entah mana dulu yang harus Prilly lunasi. Padahal gaji dia bulan ini, bila harus saat ini semua dia bayar, tak cukup.

"Kalau hutang lo ke gue, bayarnya entar aja, kalau hutang lo sama si om itu sudah beres. Kalau boleh gue saranin sih, mendingan lo ambil mobil dulu deh, Pril. Daripada mobil lo dijual? Kalau urusan sama si om kan, lo udah tanda tangan konsekuensi yang akan lo tanggung jika nggak melunasi. Nah, siapa tahu dengan lo menyepakati konsekuensi itu, hutang lo dianggap lunas. Kan lumayan Pril," ujar Gladis memberikan saran agar Prilly tak kebingungan lagi.

"Kalau seandainya om-om itu minta konsekuensinya tidur sama gue, gimana?" seru Prilly yang memiliki pikiran negatif tentang Ali.

Gladis terkekeh mendengar ucapan Prilly tadi. "Apa lo bilang? Tidur sama lo? Lo lihat deh om-om itu, lihat lo aja bencinya setengah mati. Mana mungkin minta tidur sama lo. Yang ada, mungkin lo disuruh jadi asisten rumah tangga dia selama sebulan atau bahkan beberapa bulan sesuai dengan hutang lo ke dia," tebak Gladis menerka-nerka.

"Oh my god, Gladiiiiis ...!!! Gue nggak mau jadi PRT ....!" ucapan Prilly terpotong.

"Terus lo maunya jadi istrinya om-om itu? Iya?!" sahut Gladis asal membuat Prilly semakin suntuk dan marah padanya.

"Iiiih, nyebelin banget sih lo sekarang! Siapa juga yang mau jadi istri om-om begitu. Yang ada gue tiap hari makan hati gara-gara selalu dibentak-bentak dia," gerutu Prilly menyecap torabica coffee latte-nya.

"Jangan sok nolak lo Pril, kalau itu jodoh lo gimana?" Gladis mengerling sambil tersenyum menggoda Prilly.

"Big no!!! Nggak mau!!! Kayak nggak ada cowok lain aja di dunia ini," tolak Prilly semakin membuat Gladis gencar ingin menggodanya.

"Biarpun om-om itu duda, tapi kan keren Pril. Pemilik perusahaan, anak cabang perusahaannya banyak, usahanya maju, gilaaaaa ... hartanya nggak bakalan habis tujuh turunan, Pril. Mau lo buat dugem tiap malam pun nggak bakalan habis. Malah lo bisa buka klub malam sendiri," bujuk Gladis yang  terus menggoda Prilly sambil tertawa terbahak.

"Kalau lo mau, lo aja sana yang jadi istrinya, kalau gue, ogah!!!" sergah Prilly sebal membuang wajahnya ke arah lain.

"Yakin rela dan ikhlas lo, kalau gue jadi mommynya Angel? Nggak sakit hati kan lo, kalau Angel panggil gue 'Mommy' ?" desak Gladis yang terus ingin mengorek isi hati Prilly.

Prilly terdiam saat Gladis mengucapkan 'Kalau gue jadi mommynya Angel', dari sudut hatinya yang paling dalam, ada ketidak relaan jika itu sampai terjadi. Entah mengapa Prilly sudah benar-benar jatuh cinta dengan anak itu. Jauh dari Angel, membuat batinnya tersiksa. Apalagi belakangan ini Prilly selalu gundah memikirkan keadaan Angel.

"Gue tahu kok isi hati lo Pril. Lo itu udah jatuh hati sama si Angel, cuma karena sikap bapaknya begitu, lo jadi merasa memiliki jarak sama Angel," kata Gladis yang melihat Prilly melamun seolah sedang berpikir keras.

"Udah ah Dis, gue makin pusing kalau bahas si om itu. Kepala gue terasa makin berat dan rasanya mau pecah." Prilly beranjak dari duduknya.

"Mau kemana lo?" tanya Gladis menahan tangan Prilly saat dia sudah berdiri.

"Mau ke bengkel, terus ke rumah tuh om-om. Perasaan gue nggak tenang dari kemarin," seru Prilly lantas menjinjing tasnya dan meninggalkan Gladis sendiri di kantin.

Usai melunasi semua pembayaran di bengkel, akhirnya mobil pun dapat Prilly bawa pulang. Sebelum ia kembali ke apartemennya, hati kecil Prilly mendorong untuk dia datang ke rumah Ali. Entah mengapa, hatinya selalu berbisik agar Prilly datang ke rumahnya.

"Kok sepi ya?" gumam Prilly saat sudah sampai di depan gerbang rumah Ali.

Prilly turun dari mobil, lalu dia mendekati seorang penjaga rumah yang asyik menonton televisi di pos.

"Permisi," seru Prilly menyadarkan kehadirannya dengan mengetukkan kunci mobilnya ke besi pagar.

Seorang penjaga tersebut langsung menghampiri Prilly. "Iya Non, ada yang dapat saya bantu?" tanya penjaga tadi.

"Mmm ... maaf, saya mau tanya, apa Pak Alinya ada? Soalnya saya sudah memiliki janji kemarin, untuk datang ke sini," ujar Prilly ragu, karena sejujurnya tujuan utama dia bukan untuk bertemu dengan Ali, melainkan Angel.

"Ooooh, Pak Ali ada di rumah sakit Non." Seketika jantung Prilly berdegub kencang.

"Siapa yang sakit?" tanya Prilly khawatir.

"Non Angel, semalam panasnya tinggi sampai kejang. Makanya Pak Ali bawa ke rumah sakit," jelas penjaga itu.

Setelah bertanya alamat rumah sakitnya dan mengucapkan terima kasih, Prilly langsung menancap gasnya menuju tempat Angel dirawat. Hati Prilly gundah sepanjang perjalanan.

Sampai di rumah sakit, Prilly langsung bertanya kepada resepsionis, " maaf Mbak, saya mau tanya pasien yang semalam baru saja masuk."

"Atas nama siapa ya Mbak?"

"Angel," jawab Prilly tergesa-gesa yang tak sabar ingin mengetahui keadaan Angel.

"Nama panjangnya?" tanya sang resepsionis lagi.

"Mmm ... Angel ... Angel siapa ya nama panjangnya," gumam Prilly yang tak tahu kepanjangan nama Angel.

Saat Prilly sedang kebingungan, dia melihat Ali keluar dari lift. Tak ingin berbasa-basi lagi, dia langsung menghampiri Ali.

"Om," panggilnya setelah berdiri di depan Ali.

Ali yang terkejut karena kehadiran Prilly tiba-tiba di depannya hanya menghela napas dan mengelus dada. "Kok Anda di sini?" tanya Ali menunjuk Prilly heran, karena kehadirannya di rumah sakit ini.

"Tadi saya datang ke rumah Om, terus katanya Om sedang di rumah sakit. Ya sudah, saya ke sini saja," jelas Prilly gelisah karena takut jika Ali meminta uangnya saat ini.

Tanpa berbicara dan bertanya lagi, Ali kembali masuk ke dalam lift, sedangkan Prilly merasa kecewa  dengan sikap Ali yang tak acuh itu. Dia berdiri di depan lift dan menunduk.

"Kenapa Anda masih berdiri di situ?" tegur Ali saat dia ingin memencet tombol angka pada lift.

Prilly mendongak bingung dengan ucapan Ali tadi. "Ayo, mau lunasi hutang kamu kemarin kan?" kata Ali dingin, menunggu Prilly masuk ke dalam lift.

"Mmm ... anu Om, sebenarnya ...," ucapan Prilly terpotong.

"Udah, masuk dulu. Kasihan yang lain, yang mau pakai lift ini," kata Ali datar dan akhirnya Prilly pun masuk ke dalam lift.

Di dalam lift tak ada pembicaraan sedikitpun dari mereka. Prilly berdiri menunduk di belakang Ali, entah alasan apa lagi nanti yang akan dia pakai untuk menjelaskan, jika hari ini dia belum ada uang untuk melunasi denda tersebut. Sampai di lantai ruang perawatan Angel, Ali berjalan lebih dulu, Prilly masih terus mengikuti Ali dari belakang.

"Anda masuk dulu, saya ada telepon," ujar Ali membukakan pintu ruang perawatan Angel.

Ali menjauh menerima telepon yang baru saja masuk. Senyum tersungging dari sudut bibir Prilly ketika melihat gadis kecilnya sedang berbaring sembari Bi Inah menyuapinya bubur.

"Angel," panggil Prilly ketika sudah melewati pintu.

Angel menoleh, melihat Prilly di depannya, ia segera duduk dari rebahannya dan menyambut kedatangan Prilly dengan merentangkan kedua tangannya bahagia.

"Mommyyyyyyyy," pekik Angel girang.

Prilly segera berhamburan ke pelukan Angel, bagaikan disiram air di padang Sahara, hati keduanya terasa sejuk. Bi Inah yang melihat wajah Angel berseri tak seperti beberapa hari yang lalu ikut bahagia.

"Mommy, Angel kangen," ucap Angel manja masih dalam pelukan Prilly.

"Mommy juga kangen banget sama Angel," balas Prilly melepaskan tubuh mungil Angel, lantas dia duduk di brankar dan mengangkat tubuh mungil itu untuk dia pangku.

Prilly melihat infus yang tertancap di tangan mungil Angel, air matanya tak terasa menetes. Hatinya terenyuh, tak tega melihat gadis kecilnya sakit.

"Mommy, Angel sakit," adu Angel manja meletakkan kepalanya di dada Prilly.

Prilly mendekap tubuh Angel dan memberikan perhatian serta kasih sayang yang tulus. "Maafin Mommy baru datang menjenguk Angel." Prilly mengecup ujung kepala Angel.

"Non, ini buburnya, Non Angel. Kata dokter tadi, habis makan buburnya, Non Angel harus minum obatnya." Bi Inah memberikan mangkok bubur tadi kepada Prilly.

"Iya Bi, makasih ya?" ucap Prilly menerima mangkok dari tangan Bi Inah.

"Angel ... Sayang, makan dulu ya? Biar cepet sembuh, nanti setelah Angel sembuh, Mommy ajak jalan-jalan lagi," saru Prilly berniat menurunkan Angel dari pangkuannya.

Namun sepertinya Angel tak mau lepas dari tubuh Prilly, dia justru memeluk Prilly erat sambil menggeleng tak mau turun dari pangkuannya. Bi Inah yang melihat itu, hanya tersenyum dan mengambil mangkok bubur yang Prilly pegang.

"Biar saya yang menyuapi Non," kata Bi Inah.

Prilly mengangguk, memberikan mangkoknya itu kepada Bi Inah. Angel masih saja melendot manja di pangkuan Prilly. Ali yang selesai menelpon, langsung masuk ke ruangan, melihat Angel yang begitu lengket, tak mau lepas dari dekapan Prilly. Ali duduk di sofa, memperhatikan Prilly dan Angel yang mengobrol akrab dan entah apa saja yang mereka bicarakan, namun Ali melihat jika Angel nyaman berada di dekapan Prilly.

"Daddy, besok Angel mau pulang. Angel sudah sembuh," pinta Angel polos membuat Prilly dan Bi Inah terkekeh gemas. Ali yang mendengar permintaan putri kecilnya itu hanya tersenyum tipis.

Seorang dokter masuk ke ruang perawatan Angel, berniat untuk mengecek keadaan gadis kecil tersebut.

"Selamat siang Pak Ali," sapa sang dokter wanita sembari mengerling genit kepada Ali.

Ali hanya mengangguk dingin menanggapi sapaan dokter tersebut. Sang dokter melihat Angel, bukannya berbaring, justru dia duduk di pangkuan seorang wanita cantik dan muda.

"Hallo Angel," sapa sang dokter mencari perhatian Angel.

Namun Angel tak menanggapinya, dia justru sibuk memainkan kalung Prilly sambil bibirnya mencebik, sangat lucu dan menggemaskan.

"Angel, di sapa dokter kok diam aja. Dibalas dong," tegur Prilly mencolek bibir mungil Angel yang cemberut.

"Angel nggak suka sama dokter, kemarin tangan Angel di sutik. Dokternya nakal sama Angel, Mommy," adu Angel membuat sang dokter membulatkan matanya sempurna saat mendengar Angel memanggil wanita itu dengan sapaan 'Mommy'.

'Bukannya istri Pak Ali sudah meninggal? Terus siapa wanita ini?' Batin sang dokter heran, memperhatikan Prilly dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. 'Apa jangan-jangan dia istri mudanya Pak Ali?' timpalnya dalam hati yang menerka-nerka.

"Dok, anak saya minta pulang. Apa hari ini dia bisa pulang?" tanya Ali santai dari sofa tempat dia duduk.

"Saya periksa dulu ya Pak, kalau panasnya sudah turun dan tubuhnya sudah tidak lemas lagi, kemungkinan bisa hari ini pulang," seru sang dokter tersenyum genit kepada Ali.

"Ya sudah, periksa anak saya," kata Ali yang jengah melihat senyuman menggoda dokter tadi.

Dokter tadi merasa kecewa karena sudah susah payah dia mencari perhatian kepada pemilik rumah sakit tersebut, namun Ali tetap dingin dan tak tergoda sedikitpun dengan dirinya. Dia mendekati Angel yang masih duduk di pangkuan Prilly.

"Ayo adik kecil, berbaring dulu ya? dokter periksa dulu." Dokter tadi berniat melepaskan Angel dari Prilly, namun tangan Angel mencengkeram blazer Prilly erat.

"Nggak mau! Angel mau sama Mommy," tolaknya memeluk Prilly erat.

"Biarkan seperti itu, Anda kan bisa periksa dia begitu," seru Ali yang tak tega melihat putri kecilnya harus kesakitan dan meronta lagi.

Sang dokter hanya mengangguk dan memeriksa Angel di atas pangkuan Prilly.

########

Ciyeeeeeee ... ketemuaaaaaan. Senang kan kalian? Hahahahaha
Terus, habis ini bagaimana? Apa Ali masih tega melarang mereka untuk bertemu? Wkwkkwkwkwk

Makasih yang masih sabar menunggu dan suka rela memencet bintang sekaligus memberikan komen.😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top