SAAT YANG DINANTI
Jika membahas penyesalan, tak akan pernah ada ujungnya. Yang dapat dilakukan hanyalah memperbaiki segala kesalahan yang pernah dibuat, dengan cara melakukan segala sesuatu sesuai jalannya. Buang rasa benci dan dendam, isi dengan rasa cinta, agar hati terasa damai.
Teng ... teng ... teng ... teng
Suara panci dipukuli dengan sendok, hal itu adalah kebiasaan lama di keluarga ini. Itu dilakukan agar kedua putrinya yang sudah beranjak dewasa dan remaja dapat segera berkumpul di ruang makan.
"Angeeeeeel ... Cintaaaaaa!!!" Suara panggilan memanjang keras, melengking, hingga memekakkan telinga seisi rumah.
Ali, tanpa disebut namanya, sudah tahu jika ini waktunya sarapan. Dia segera keluar dari kamar, sudah rapi dan wangi. Meski usianya sudah berkepala lima, ketampanannya tak berkurang. Dia masih terlihat awet muda dan nyaris tak terlihat kulit keriputnya. Hanya, sekarang dia menambah alat untuk membantunya melihat, yaitu kacamata. Faktor usia, yang menuntutnya, harus memakai kacamata jarak jauh.
"Selamat pagi, Mom?" Ali mencium sekilas bibir istrinya setelah dia sampai di ruang makan.
"Selamat pagi, Dad," balas Prilly mengecup pipi Ali.
Semakin tua, keromantisan mereka semakin terjalin. Sudah 13 tahun lebih mereka tinggal di London, kini Angel sudah menyelesaikan S1-nya, sedangkan Cinta masih sekolah setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas dua. Jatuh bangun mereka lalui bersama selama di negara ini. Usahanya bersama dengan Tengku pun, sekarang sudah diakui dunia, bisnisnya sekarang sudah berjalan. Dan Ali, juga bisa memiliki seluruh sahamnya, hingga Tengku tak lagi memiliki hak di usahanya itu. Tak ada masalah di antara mereka, malah sekarang Ali menjadi rekan bisnis Tengku. Mereka saling mendukung dan membantu, memperluas bisnisnya.
"Mom, bagaimana kabar Lovely di Indonesia? Katanya, dia akan mengadakan pesta ulang tahun untuk Ziedan?" tanya Ali setelah menyecap kopinya.
Lovely sudah membuktikan keseriusannya untuk merubah sikap dan perilakunya. Dan, beberapa tahun dirinya dilepaskan Ali di Indonesia, dengan bekal yang telah diajarkan oleh Prilly, akhirnya, Lovely dapat mendirikan usahanya sendiri. Bisnisnya dapat lepas dari bayang-bayang bisnis Ali. Yang membuat mereka semakin bangga padanya, kini Lovely sudah hidup bahagia bersama keluarga barunya. Dia menikah dan sudah memiliki anak yang berusia 5 tahun.
Prilly menyusun beberapa sayuran di atas roti, ia beri mayones serta telur mata sapi, lantas ditutup kembali dengan sehelai roti.
"Iya, kemarin sih ... waktu dia telepon, katanya begitu. Saat dia menikah dan melahirkan, kita tidak bisa datang ke acaranya, Dad. Masak sih, kita juga tidak akan datang di acara ulang tahun Ziedan?" bujuk Prilly merasa tidak enak hati kepada Lovely.
Padahal, mereka sudah Lovely anggap keluarganya, hanya mereka, orang terdekat yang Lovely punya. Namun, bagaimana lagi? Saat Lovely menikah, kebetulan usaha Ali di sini sedang goyah dan perekonomian mereka sempat berada di posisi sulit. Namun, berkat kerja keras Ali dan Prilly bersatu dalam membangun bisnis bersama, akhirnya semua itu dapat diatasi.
"Tanyakan padanya, pastikan kapan hari H acaranya. Kita akan pulang ke Indonesia," ujar Ali memutuskan, lantas dia menggigit sandwich-nya.
Seorang gadis berparas cantik, tinggi semampai, kulit putih, bodi langsing, rambut panjang digerai, mengenakan baju kantoran dan lengkap dengan tas jinjingnya, kaki jenjangnya satu per satu menuruni anak tangga, sangat anggun. Ketika mendengar Ali berkata 'Kita akan pulang ke Indonesia', sejenak dia menghentikan langkahnya.
"APA?!!! SERIUS, DAD? Kita akan pulang ke Indonesia?" pekik Angel menyambut bahagia ucapan Ali tadi.
Ali terkejut dengan suara Angel yang tiba-tiba mengagetkannya, sampai-sampai dia tersedak. Prilly berdiri dari duduknya, lantas dengan segera memberikannya segelas air putih, dan mengusap-usap punggungnya.
"Dad, maaf," ucap Angel menyesal, dia segera berlari menghampiri Ali, mengikuti Prilly mengusap punggung daddynya.
Setelah batuknya reda, Ali menghela napasnya dalam. Prilly menggelengkan kepalanya sembari tersenyum menatap Angel. Putrinya itu membalas senyumannya.
"Maaf, Dad. Aku terlalu shock mendengarnya." Angel memeluk leher Ali dari belakang, lantas Ali pun membalas mengelus kepala putrinya lembut.
Impiannya tak pernah muluk, jika orang Indonesia ingin pergi ke luar negeri, sedangkan Angel, lain. Dia malah ingin pulang ke Indonesia. Cukup baginya mencari ilmu dan pengalaman di sini. Cara berbisnis pun sudah dia kantongi berkat Ali dan Prilly yang selalu mengajarinya.
"Iya, tidak apa-apa, Sayang. Daddy hanya terlalu terkejut, kebetulan mulut penuh dengan makanan," jelas Ali melepaskan tangan Angel yang melingkar di lehernya. "Ayo, sekarang kamu duduklah," titah Ali.
Angel menegakkan tubuhnya, lantas duduk di sebelah Ali. Prilly mengambilkan roti gandum kesukaannya, tanpa selai. Karena semakin dia dewasa, Angel sudah dapat mengatur pola makannya sendiri. Yang pasti, caranya mengatur makan, tak jauh dari alasan DI-ET.
"Di mana Dedek Cinta, Sayang?" tanya Prilly belum melihat Cinta turun ke ruang makan.
"Katanya tadi mau menyusul, Mom. Biasa, pasti sibuk mengikat rambutnya," jawab Angel sudah hafal dengan kebiasaan adiknya itu.
Belum juga lama Angel menjawab, gadis remaja berseragam rapi, dengan rambut di kepang menyamping, berparas cantik, berkulit putih bersih tanpa cacat, menghampiri mereka.
"Good morning," sapanya ceria mencium pipi mereka satu per satu.
Angel memutar bola matanya malas, dia selalu menerapkan nasionalisme di dalam rumah. Indonesia, harga mati baginya.
"Kalau di rumah, harus dan wajib pakai bahasa Indonesia!!!" tegur Angel menekankan setiap katanya.
Bukannya tersinggung, Cinta malah meladeni teguran Angel. Ini caranya untuk menggoda sang kakak. Cinta selalu saja usil dan jahil pada kakaknya, terkadang dia juga merecoki pakaian dan alat make up kakaknya. Biarpun mereka seperti tikus dan kucing, dilihat dari luar tak pernah akur, namun dalamnya hati, mereka saling menyayangi dan saling menjaga satu sama lain. Angel begitu memanjakan Cinta, dia juga sangat sabar mengajari adik kecilnya, yang sekarang sudah tumbuh menjadi gadis remaja.
"Iya ... iya, tapi kan, aku lahirnya di sini?" bantah Cinta duduk di sebelah Prilly.
Perdebatan kecil anatara adik dan kakak itu selalu terjadi saat mereka bersama. Namun, itu hanyalah gurauan, tak pernah mereka anggap serius dan memasukkannya ke dalam hati. Jika sudah bertemu dan saling debat, Ali dan Prilly hanya dapat menyimak dan mendengarkan kedua putrinya, yang saling melempar argumen. Angel memang sengaja mengajak Cinta adu argumen dan pendapat, itu akan mengajarinya untuk kritis dan berpikir rasional.
"Tapi kan, darah yang mengalir di tubuhmu, Indonesia punya! Kamu di sini cuma numpang lahir, wlek." Angel menjulurkan lidahnya mengejek Cinta.
Ali dan Prilly terkekeh geli, mereka selalu bisa membahagiakan keluarga ini. Cinta memasang mimik memelas, jika sudah terpojok tak lagi bisa membalas kakaknya, dia selalu mencari bala bantuan. Kalau bukan sang daddy, pasti mommynya.
"Aaaaa ... Daddy ... Kak Angel," rengek Cinta manja pura-pura menangis menunjuk Angel.
Ali tertawa renyah, hanya keluarga tempatnya melepas penat dan lelah setelah bekerja. Mereka adalah hiburan yang tak ternilai harganya. Ali, ingin selalu keluarganya berkumpul seperti ini.
"Sudaaaah ... sudah ... Angel, jangan godain Dedek terus," tegur Ali, "selesaikan sarapannya," timpalnya melerai.
Prilly mengusap kepala Cinta, yang merengek manja padanya, ketika Angel terus menggoda. Tawa keceriaan menghangatkan suasana rumah ini. Ali dan Prilly sangat beruntung, dalam susah maupun senang, anak-anak mereka dapat memahami situasinya. Mereka mau berjuang bersama kedua orangtuanya. Akhirnya mereka pun menikmati sarapannya, penuh keceriaan, dengan perasaan sukacita. Beberapa menit, suasana di ruang makan menjadi hening, mereka sibuk mengunyah dan menggigit rotinya masing-masing.
"Dad," panggil Angel memecah keheningan. Dia sudah menghabiskan roti dan susu dietnya.
"Iya, ada apa?" sahut Ali mengelap bibirnya dengan tisu.
Sebelum berbicara, Angel menggigit-gigit bibir bawahnya. Dia sedikit takut ingin mengatakan sesuatu yang dulu sudah pernah disepakatinya bersama Ali dan Prilly. Mereka semua menjadi tegang, menunggu, hal apa yang akan Angel sampaikan.
"Emmm ... seperti yang sudah kita sepakati dulu, Dad. Aku sudah menyelesaikan S1 di sini. Kata Daddy, aku bisa mengurus bisnis yang ada di Indonesia, sambil melanjutkan S2." Angel menundukkan kepala, setelah menyampaikan maksudnya.
Ruang makan seketika hening. Mungkin maksud Angel, dia ingin menagih kesepakatan itu kepada orangtuanya. Namun, karena merasa sungkan, dia begitu cemas saat menyampaikannya. Ali dan Prilly langsung saling memandang. Mereka dihadapkan, pada suatu pilihan yang sulit. Bagaimana dengan pendidikannya Cinta? Satu tahun lagi, dia baru menyelesaikan sekolahnya.
"Mmm ... Sayang, nanti malam kita bahas lagi ya? Sekarang sudah siang, waktunya Dedek berangkat sekolah dan kita juga harus berangkat ke kantor," sela Prilly mengalihkan pembicaraan, dia dan Ali membutuhkan waktu untuk membicarakan hal itu.
Angel dapat memahami maksud Prilly, pasti tak akan mudah bagi orangtuanya untuk pindah ke Indonesia lagi. Banyak hal yang harus mereka urus terlebih dulu.
"Oh iya, maaf," ucapnya merasa sungkan. Angel pun bersikap salah tingkah, namun dia menghormati setiap keputusan orangtuanya. "Baiklah, kita berangkat sekarang saja, bagaimana?" Angel berdiri memamerkan senyuman terbaiknya, menghindari situasi yang mulai canggung. Dia langsung menjinjing tasnya, diikuti oleh yang lain.
Sejak perusahaan Ali di sini hampir mengalami gulung tikar, Prilly memutuskan untuk ikut membantu sang suami mengelolanya. Masa itu sangat sulit bagi mereka, Angel masih kuliah, Cinta juga masih duduk di bangku setingkat sekolah dasar. Dengan kemampuan yang sudah dia peroleh dari kuliahnya, sebisa mungkin Angel pun ikut turun tangan membantu mereka. Kerjasama yang baik, saling bahu membahu, akhirnya, usaha yang dirintis Ali dari nol, tak sia-sia. Usahanya dapat kembali normal, itupun membutuhkan waktu yang cukup lama. Masih untung, usaha mereka di Indonesia berjalan stabil.
"Angel, hati-hati ya Sayang, menyetirnya," pesan Prilly setiap pagi saat mereka berpisah di garasi.
"Iya Mom," jawab Angel lembut diiringi senyuman khasnya, "Dad ... Mom, Angel duluan. Sampai jumpa di kantor ya? Jangan lupa, meeting jam 10," pekik Angel mengingatkan, menyetir mobilnya keluar dari garasi, seraya melambaikan tangganya.
"Iya!" sahut mereka bersamaan, melambaikan tangannya.
Ali tersenyum manis, jika melihat Angel yang sekarang, dia seperti tak memercayainya, gadis kecilnya menjelma menjadi seorang wanita yang pintar, cerdas, berkelas dan cantik. Waktu bergulir begitu cepat, hingga dia tak merasa, jika malaikat kecilnya sudah tumbuh dewasa.
Keinginan Angel untuk pindah ke Indonesia sangat kuat. Alasannya hanya satu, yaitu Raja. Bisa saja waktu itu mereka pindah ke Indonesia, jika usaha Ali di sini tak mengalami masalah. Namun, itu semua sudah terjadi dan sudah berlalu. Toh, pada akhirnya mereka bisa saling membantu untuk menyelesaikan masalahnya.
"Apa kita akan berdiri di sini terus, Dad ... Mom?" tanya Cinta, memecahkan lamunan Ali dan Prilly yang sedari tadi menatap kepergian Angel.
Padahal mobilnya sudah tak terlihat lagi, tapi mereka masih diam mematung memerhatikan putri sulungnya itu.
"Ahh ... iya, maafkan Daddy, Sayang. Masuklah, sekarang kami akan mengantarmu ke sekolah." Ali membukakan pintu untu putrinya.
Setelah dia masuk, gilirannya membukakan pintu depan untuk sang istri, yang sudah begitu sabar dan setia menemaninya selama ini. Jatuh bangun saat mereka menjalani hubungan tahap pacaran, pernah mereka lewati. Tak sampai di situ saja, ternyata ketika mereka berumah tangga, pasang surut kehidupan pun menghampiri. Dari keadaan paling sulit dalam karir Ali, Prilly yang selalu membangkitkan semangatnya lagi. Istri bukan hanya seorang pahlawan dalam sebuah keluarga, namun dia juga sebuah tiang penyanggah kekuatan dalam rumah tangga.
***
Prilly dan Ali duduk bersebelahan, sedangkan Cinta dan Angel masing-masing duduk di sofa single. Ruang tengah malam ini diselimuti ketegangan. Setelah tadi mereka menyantap makan malam, Prilly dan Ali mengajak anak-anaknya berdiskusi di ruang tengah.
"Mommy dan Daddy sudah membicarakan mengenai kesepakatan kita waktu itu, Angel." Ali membuka obrolan mereka.
Angel dan Cinta menatap serius kedua orangtuanya, mereka juga memasang telinganya baik-baik untuk mendengarkan keputusan yang akan Ali sampaikan kepada mereka.
Ali dan Prilly menyadari, bahwa anak-anak mereka sekarang sudah dewasa dan remaja. Pastilah, mereka sudah dapat dilibatkan dalam pembahasan suatu masalah di dalam kelurga, kecuali jika masalah itu tak perlu anak-anak mereka ketahui. Cukup permasalahan yang melibatkan mereka saja, yang dibuka dalam forum keluarga seperti saat ini. Ali dan Prilly ingin mengajarkan kepada anak-anak mereka arti musyawarah yang baik dalam sebuah keluarga.
"Kami sudah berjanji padamu, pantangan untuk keluarga kita mengingkari janji. Jadi-" Ali menghela napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya.
Angel dan Cinta merasa sangat was-was. Jantung mereka berdetak sangat kencang, karena ini menyangkut masa depan mereka juga.
"Daddy dan Mommy menyetujui kamu, untuk tinggal di Indonesia dan memegang bisnis Daddy yang ada di sana. Tapi-" Lagi-lagi Ali menggantungkan ucapannya. "Kamu harus berjanji untuk menyelesaikan pendidikanmu sampai tuntas. Jangan kecewakan kepercayaan kami," wanti-wanti Ali.
Angel terperangah, sampai mulutnya sedikit terbuka. Harapannya untuk pulang ke indonesia dan tinggal di sana lagi, akhirnya akan terlaksana juga. Penantian panjangnya, tak sia-sia.
"Kakak! Kakak akan tinggal di Indonesia!" seru Cinta ikut berbahagia mengguncangkan tubuh Angel yang masih kaku.
Perasaan bahagianya tertutup oleh air mata, dia memeluk Cinta sangat erat menyalurkan rasa bahagianya. Cinta pun turut bahagia, mendengar kabar bahagia ini. Ali merengkuh bahu istrinya untuk bersandar di dadanya. Melihat putrinya sangat bahagia, sudah puas bagi mereka.
"Iya! Kakak akan kembali ke Indonesia, Cinta!" Angel sangat kegirangan, sampai dia menciumi pipi dan kening adiknya.
Sudah rahasia umum bagi keluarga mereka, jika Angel sangat memimpikan untuk kembali ke Indonesia.
"Aku turut bahagia, Kak. Tapi aku juga sedih," ucap Cinta membuyarkan kebahagiaan Angel.
Semua kembali tegang, Cinta menunduk menangis.
"Hei, kenapa kamu sedih?" tanya Angel menangkup wajah sang adik. Dia juga menyeka air matanya. Prilly dan Ali memerharikan mereka.
"Kalau Kakak di Indonesia, terus kita berpisah dong? Nanti nggak ada lagi yang bantuin aku ngerjain tugas sekolah, tidak ada lagi Kakak yang jahil, dan aku juga nggak bisa usilin Kakak. Terus siapa yang nanti bela aku, kalau dimarahi Mommy?" Tangis bahagia Angel berubah menjadi tangis haru.
Selama ini, mereka tak pernah berpisah, mereka selalu sama-sama dan Angel selalu mengajari Cinta banyak hal. Pastilah Cinta akan merasa kehilangan kakak terbaiknya itu, jika dia akan tinggal terpisah dari mereka. Prilly ikut meneteskan air mata, begitu kuatnya ikatan batin mereka, sampai-sampai jika salah satu di antara mereka merasa sedih, pasti yang satu akan ikut sedih. Padahal mereka tahu, jika dilahirkan dari rahim yang berbeda. Hanya, mereka tumbuh besar di tangan satu wanita yang sangat mencintai mereka sama besarnya.
"Jangan khawatir, Kakak kan bisa berkunjung kapan pun ke sini. Kan sudah punya paspor dan kartu identitas di sini." Angel berusaha menghibur Cinta.
"Aaaa ... tapi tetap saja nggak rela!" rengek Cinta manja.
"Uduh ... uduh ... uduh ... Sayang. Sini Kakak peluk dulu. Jangan bersedih lagi." Angel memeluk Cinta kembali, Cinta pun membalas pelukan sang kakak, seolah dirinya tak ingin berpisah dengannya.
"Jangan khawatir, jika nanti kamu sudah lulus sekolah di sini, kita akan menyusul Kak Angel, pindah ke Indonesia," sela Ali sudah membahas semua rencana ini bersama Prilly.
Angel dan Cinta saling melepaskan pelukannya. Lantas mereka saling berpandangan, senyum bahagia terukir di bibir tipis mereka.
"Daddy, yakin?" tanya Cinta langsung berdiri, memastikan ucapan daddynya.
Ali dan Prilly saling memandang, mereka saling melempar senyuman, lantas menatap kedua putrinya yang sudah menegang, menanti jawaban kepastiannya.
"Iya, kami sudah mengatur semuanya," jelas Prilly.
Cinta dan Angel seketika itu langsung menghampiri orangtuanya dan memeluk mereka.
"Terima kasih Mommy ... Daddy. Kalian memang yang terbaik!" seru Angel girang berjingkrak bahagia sembari memeluk orangtua mereka.
Ali dan Prilly tertawa terpingkal, suasana yang tadinya tegang berubah dengan bunga-bunga kebahagiaan. Ini adalah cara mereka menebus waktu penantian Angel yang begitu lama. Keinginannya untuk pulang ke Indonesia, sebenarnya sudah beberapa tahun yang lalu, namun karena suatu hal, dia harus bersabar.
"We love you, Mom ... Dad." Angel dan Cinta mengatakannya bersama-sama.
"We love you to," jawab mereka bersamaan membalas ungkapan cinta dari kedua putrinya.
Mereka saling berpelukan, tak ada yang dapat melebihi kekuatan cinta keluarga dan kasih Tuhan. Begitu besarnya kasih sayang mereka, semua masalah dapat teratasi.
"Oh iya, terus kapan kita akan berangkat ke Indonesia? Apa kalian nanti, sekalian akan mengantarku ke sana?" tanya Angel mengingat rencana orangtuanya yang akan menghadiri ulang tahun Ziedan, anak Lovely.
"Mmm ... bagaimana Mom? Kasih tahu nggak ya?" kerling Ali menggoda Angel. "Kayaknya, ada yang sudah tidak sabar ingin menghirup udara negara tercinta kita nih?" goda Ali semakin gencar menggodanya.
Semua menertawakan Angel, sehingga dia mencebikkan bibirnya. Angel melipat kedua tanggannya di depan dada, pura-pura marah kepada mereka.
"Kasih tahu aja deh Dad, takutnya, entar malam ada yang nggak bisa tidur, karena penasaran," timpal Prilly ikut menggodanya.
"Aaaaa ... iya kan kalian sukanya begitu!?" rengek Angel seperti anak kecil hingga menggertakkan kakinya ke lantai.
"Cieeeee ... ada yang ngambek?" timpal Cinta menggoda kakaknya.
Semua tertawa bahagia, berkat kesabarannya selama ini, akhirnya, dia akan dapat mencari sahabat sejatinya.
#####
Ada yang sama denganku enggak? Kangen Ali-Prilly. Kangen banget mereka satu projek.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top