NAIK PITAM

Oke, aku putuskan berakhir di part 20 ya? Karena udah banyak yang nggak sabar buat lihat mereka menikah. Maaf, ini banyak yang meminta mereka cepet menikah. Jadi berarti, juga banyak yang meminta cerita ini cepat END. Udah aku peringatkan kan, sebelumnya? Selamat menikmati. Makasih ya untuk sarannya. Tenang, sebentar lagi akan aku nikahkan mereka, seperti yang kalian mau.😉😊

Maaf karena kemarin nggak bisa balas komen satu per satu. Sinyal menjadi kendala. Hihihihi

****

Pagi buta, udara masih sejuk dan hembusan angin menyusup dari celah jendela. Ali memeluk tubuh Prilly erat dari belakang, sedangkan Prilly mendekap Angel penuh kasih sayang. Mereka bertiga masih bergumul di bawah bed cover yang tebal dengan AC di kamar mendukung malasnya mata untuk terbuka. Gedoran pintu kamar mengusik ketenangan penghuni di dalam kamar. Ali mengejapkan matanya, begitupun Prilly, karena merasa sangat terganggu dengan gedoran pintu yang tak sabar meminta dibuka. Suara gaduh dari depan pintu terdengar hingga sampai di dalam, padahal kamar Ali kedap suara.

"Siapa sih? Pagi-pagi begini sudah buat keributan?" dengus Ali kesal membuka bed cover-nya.

Prilly menggeliat, membuat kemeja putih milik Ali yang dia pakai kedodoran terangkat ke atas, membuat celana dalamnya terlihat.

"Jangan menggoda sepagi ini," tegur Ali menutup tubuh Prilly dengan bed cover.

Ali turun dari tempat tidur, hanya mengenakan boxer ketat dan kaus dalam putih polos. Tampak seksi dan aaaaarrrrgggg ... bikin kepala sakit menahan berahi.

"Mau kemana?" tanya Prilly masih malas untuk bangun.

"Kamu tunggu di sini, jangan keluar," perintah Ali.

Perasaan Ali tak enak mengingat kejadian semalam. Saat dia langsung membawa Prilly pergi dari tempat pesta. Ada dua kemungkinan yang datang ke rumahnya, Tengku atau Lovely? Ali memakai celana kolor untuk menutupi boxer-nya yang super ketat. Ali tak ingin orang lain melihat jujunnya tegang karena sudah kebiasaan setiap pagi seperti itu. Sebelum membuka pintu, Ali menarik napasnya dalam. Dengan gerakan cepat dia mencabut kunci dan membuka pintunya, Ali kembali mengunci pintu kamarnya dari luar.

Plak!

Sebuah tamparan keras menyambut pipi Ali pagi ini. Bukannya bibir yang mengecup manis, ini malah tangan yang menggampar sangat keras.

"Mana jalang itu?!" gertak Lovely dengan tatapan tajam.

Ali mengusap pipinya, lantas dia berjalan tak acuk menuruni tangga. Lovely berusaha membuka pintu kamar Ali, namun sayang, Ali terlalu cerdas.

"Shit!!! Dia menguncinya!" gerutu Lovely menendang pintu tersebut. "Aw!" aduh Lovely merasa kakinya sakit karena menendang kayu jati yang sangat keras.

Lovely mencari Ali di lantai bawah, dia langsung menuju ke ruang makan. Terlihat Ali sudah duduk membaca koran sambil ditemani secangkir kopi panas. Ali bersikap seolah-olah tak ada masalah apapun. Dia masih saja tenang dan tak memperdulikan Lovely yang sudah seperti cacing kepanasan.

"Kamu sembunyikan di mana jalang itu?!" desak Lovely menggebrak meja makan, yang justru menyakiti tangannya.

Ali tetap menghiraukannya, dia tetap membaca koran membuat Lovely semakin naik pitam. Lovely merampas koran Ali dan menyobeknya kasar. Ali hanya menghela napas dalam, dengan santai dia menyeruput kopinya. Saat Ali ingin beranjak dari duduknya, Lovely mendorong tubuh Ali hingga terduduk lagi di bangku. Lovely mengangkangi Ali, namun Ali hanya tersenyum kecut.

"Percuma Lovely kamu berbuat begini, aku nggak akan nafsu," celetuk Ali santai tersenyum miring dan menggelengkan kepalanya saja.

Memang benar yang dia ucapkan, sekalipun Lovely selalu memakai berpakaian ketat dan sangat mini
di depannya, Ali tak pernah sedikitpun tergoda. Kecuali jika itu Prilly, mungkin Ali bisa langsung menaikinya di atas meja makan saat itu juga.

"Kenapa? Apa tubuhku kurang menggoda? Apa hebatnya dia, sampai kamu meninggalkan aku di pesta sendiri!!!" teriak Lovely tepat di depan wajah Ali, hingga Ali memejamkan matanya.

Ali memaksa menurunkan Lovely dari pangkuannya, lantas dia langsung berdiri menghindari godaan Lovely.

"Entah, apa yang membuat dia beda. Aku juga tidak tahu Lov, yang jelas, aku merasa merana tanpa dia, hidupku dan Angel jomplang tanpa Prilly," ujar Ali berharap Lovely akan memahaminya.

"Apa?!!! Dia itu masih bocah! Baru kemarin sore! Ingat usia!" bentak Lovely hanya ditanggapi Ali senyuman kecil.

"Memang dia masih kecil bagi kita, tapi melihat cinta dan ketulusan dia kepada Angel, membuat aku yakin, jika dia layak menjadi mommynya Angel. Jangan kamu pikir selama ini aku diam, tak mengetahui semuanya. Kamu sering membentak Angel dan melarangnya untuk ini dan itu. Jika seperti itu, Angel tak akan berkembang. Anak itu, butuh didikan dan pendamping, bukan larangan tanpa alasan yang jelas," gertak Ali memberanikan diri untuk melawan.

Sejak kejadian semalam, Ali berusaha meyakinkan diri, jika pilihannya itu bukanlah Lovely, namun Prilly.

"Apa kamu sudah melupakan janjimu di depan jenazah Kak Lovia? Terus, buat apa aku jauh-jauh ke Jerman untuk menyelesaikan S2? Hm?" Lovely mendorong dada Ali dan menatapnya tajam. Dia selalu memakai janji itu, sebagai senjata untuk melumpuhkan Ali.

Ali hanya terkekeh dan menggeleng. Memang Ali selalu memegang satu komitmen dan akan menepati janjinya. Namun, jika orang yang dijanjikan lebih dulu menghianatinya, bagaimana Ali dapat menepati?

"Pergilah ke Jerman. Jangan tinggalkan pria yang sudah lama hidup menemanimu di sana!"

Jleg!

Jantung Lovely seakan jatuh dari tempatnya. Apa maksud dari ucapan Ali tadi? Lovely gemetar saat Ali mengetahui sesuatu yang dia sembunyikan rapat-rapat.

"Jangan kamu kira aku bisa melepaskanmu begitu saja di sana. Tanpa kamu tahu, aku selalu mengawasimu. Aku di sini bekerja keras, membanting tulang, menjalankan dua perusahaan sekaligus. Sedangkan kamu? Dengan enaknya, sesuka hati meminta kiriman uang tanpa berpikir, dari mana uang itu aku dapatkan? Dan kamu gunakan uang itu untuk hidup berdua dengan pria lain. Aku sudah lama menahan ini semua, aku kira kamu bakalan berubah, tapi, ternyata tidak!" Lutut Lovely lemas seperti jelly saat Ali menuturkan rahasianya saat di Jerman dulu.

Memang dia selama ini hanya dapat meminta hasil dari perusahaan, peninggalan orangtuanya yang sudah Ali kelola. Ali hanya ingin menyelamatkan aset dan harta benda yang Lovely miliki agar tak jatuh di tangan orang yang tak bertanggung jawab. Di luar janjinya dulu di depan jenazah Lovia, Ali hanya ingin menjaga Lovely.

"Sudahlah, sekalipun kamu seperti itu, aku tidak akan marah. Kamu berhak menjalani hidupmu sesuai keinginan hatimu tanpa harus terbebani janji itu. Aku sadar, janji itu terucap karena kegundahan dan ketakutan hatiku. Aku tahu, kamu tidak ingin menjalankan perusahaan orangtuamu, dan tujuanmu mau menikah denganku tidak lain, karena kamu takut jika perusahaan itu bangkrut, kamu akan hidup susah, bukan kah begitu Lovely?" Ali mengelus kepala Lovely lembut.

Lovely menatap Ali heran, dia terpaku bingung untuk menjawab setiap ucapan yang terlontar dari Ali. Semua memang benar.

"Kembalilah ke apartemen kamu, aku harus bersiap-siap untuk pergi," ujar Ali santai menepuk bahu Lovely pelan.

Ali meninggalkan Lovely yang masih berdiri terperangah begitu saja, dia naik ke lantai dua untuk kembali ke kamarnya. Sebelum membuka pintu, Ali kembali mengontrol emosinya, dia tak ingin Prilly mengetahui keributan tadi. Perlahan Ali membuka pintu, melihat Prilly dan Angel tak ada di kamar. Lantas dia membuka pintu kamar mandi, di sana terlihat Angel berendam tanpa ada Prilly.

"Di mana Mommy, Sayang?" tanya Ali mendekat pada Angel.

"Itu!" tunjuk Angel, ke sebuah ruang yang memang khusus untuk mandi.

Ali melihat di balik kaca setengah blur, dan setengahnya lagi transparan, Prilly sedang mengguyur tubuhnya di bawah shower. Susah payah Ali menelan ludahnya, seandainya setengah kaca itu tidak blur, sudah pasti tampak jelas lekuk tubuhnya.

"Daddy!" panggil Angel mengagetkan Ali.

Ali segera menoleh, melihat hiasan senyum bahagia di wajah putrinya. Wajahnya tampak berseri dan bahagia. Saat Ali berjongkok di depan bed tub, pintu kaca tempat Prilly mandi tadi terbuka. Dia keluar hanya dengan lilitan handuk di badannya.

"Kamu nggak mandi sekalian?" tanya Prilly mendekati Angel dan mengangkat tubuhnya dari bed tub.

"Mandiin ya?" rajuk Ali manja menyeringai mesum.

"Iiissshhhhh, mandi aja sendiri! Manja!" cerca Prilly membopong Angel.

"Mommy sakit ya?" tanya Angel menatap Prilly sedih.

Ali dan Prilly saling memandang bingung. "Nggak, kenapa?" tanya Prilly.

"Kok dada sama leher Mommy banyak bercak merahnya? Apa nyamuk di kamar Daddy nakal, sampai gigitin Mommy? Nanti kita beli semprotan anti nyamuk ya Mom, biar Mommy nggak digigit nyamuk lagi," ujar Angel polos melihat bekas tanda merah yang hampir rata di dada dan leher Prilly.

Pipi Prilly bersemu merah, sedangkan Ali mengulum bibirnya, menahan tawa, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Iya Sayang, nyamuknya itu semalam ganas banget. Sampai badan Mommy merah semua. Nanti kita beli pembasmi nyamuk ya? Biar nyamuknya nggak nakal lagi," sahut Prilly melirik Ali yang menyengir kuda padanya.

"Iya, coba tadi malam Angel bangun, pasti nyamuknya akan Angel tepuk, gini Mommy." Angel mempraktekkan, kedua telapak tangannya ia adu, "biar nyamuknya gepeng," imbuhnya diiringi tawa Ali dan Prilly.

"Kalau Angel bangun, yang ada nyamuknya jadi takut, nggak jadi gigit Mommy," sahut Ali mengelus kepala Angel dan melirik Prilly. "Sudah, sana mandiin," perintah Ali lalu membuka tutup lubang bed tub, membuang sisa air sabun bekas Angel berendam tadi.

Usai memandikan Angel, Prilly mengajaknya keluar, kini gantian Ali yang mandi. Angel dan Prilly sangat bahagia, apa lagi saat Prilly memakai berbagai make up, Angel pun menirukannya. Prilly tak melarang Angel untuk mencoret wajahnya sendiri dengan alat make up. Dia justru membiarkannya, agar menumbuhkan kreatifitasnya.

Prilly tertawa lepas ketika Angel sudah selesai mencoret wajahnya dengan make up.

"Ya ampuuuun Sayang, apa-apaan ini? Kayak badut." Prilly menghapus make up yang ada di wajah Angel.

Angel begitu menurut saat Prilly memakaikannya bedak dan lotion khusus untuk kulit seusianya.

"Nah, Angel begini saja sudah cantik. Nggak perlu make up banyak," seru Prilly merapikan alat make up-nya.

Ali keluar dari kamar mandi, hanya dengan melilitkan handuk di pinggangnya. Dadanya yang kekar, otot di perutnya berbentuk kotak-kotak dan disempurnakan rambutnya yang masih basah. Aaaaarrrrggggg ... bikin Prilly tak tahan untuk dijamah.

"Kenapa lihatinnya begitu? Nggak pernah lihat cowok ganteng habis mandi ya?" tanya Ali sambil bercermin mengibaskan rambutnya, hal itu membuat Prilly semakin tersiksa, tak tahan jika lama-lama melihat Ali begitu.

"Nggak papa," jawab Prilly yang sudah mupeng, melihat Ali.

Prilly menyibukkan diri merapikan alat make up dibantu oleh Angel.

"Hari ini kita mau kemana?" tanya Prilly menutupi perasaan gugupnya dengan merapikan tempat tidur.

"Tinggal pilih, mau ke KUA mana?" sahut Ali santai sambil mencari pakaiannya di dalam lemari.

Prilly melempar Ali menggunakan bantal, hingga mengenai punggungnya yang sedang menunduk.

"Aw!" Ali memutar tubuhnya, mengambil bantal yang sudah tergeletak di lantai, lantas mendekati Prilly menyeringai mesum.

Prilly yang melihat wajah Ali seperti itu, langsung menyalakan tanda bahaya. "Kamu mau ngapain? Ada Angel di sini," kata Prilly sudah gelagapan.

"Siapa yang nyuruh lempar bantal? Hm?" Prilly mundur saat Ali naik ke atas ranjang.

"STOP!!!!! Di situ!!! Jangan aneh-aneh, ada Angel di sini," pekik Prilly semakin mundur dan terus mengesot mundur sambil tangannya menahan Ali agar tak semakin maju.

Namun Ali tak mendengarkannya, dia terus semakin mendekati Prilly sampai tubuh Prilly terbentur sandaran ranjang.  Ali menarik tangannya hingga tubuh Prilly jatuh ke kasur, Ali langsung menghimpit tubuh Prilly dengan pahanya.

"Kamu mau apa?" seru Prilly yang sudah memejamkan matanya, takut jika Ali akan berbuat lebih.

"Siapa yang menyuruh melempariku bantal. Berani songong ya sekarang!" Ali menggelitiki Prilly hingga tubuh Prilly menggeliat dan tawa lepas memenuhi kamar Ali.

Angel yang melihat Ali menyiksa Prilly dengan gelitikan, justru bertepuk tangan menyemangati daddynya.

"Ayo Daddy, terus!!!" Gelak tawa menguasai kamar.

"Angel, bantu Mommy!" pinta Prilly yang tangannya berusaha menghentikan Ali.

Angel mendekati mereka, lantas tangan mungilnya bukan menggelitiki Ali, justru dia ikut menggelitiki Prilly di lehernya.

"Angeeeeeelllllll," pekik Prilly semakin tersiksa hingga dia menangis karena bahagia.

##########

Apakah Lovely akan menyerah?
Semoga saja.

Makasih untuk vote dan komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top