LAHIRNYA CINTA
"Lucunya Dedek Cinta, uuuuh gemeeeeees," greget Angel saat menemani adik kecilnya bermain.
Cinta April Malca Rissa sebuah nama yang memiliki arti dalam bagi Ali dan Prilly. Cinta adalah hasil dari penyatuan cinta Ali dan Prilly, berharap, dia yang akan selalu menyinari kebahagiaan mereka dan Cinta akan menjadi penguat cinta orangtua serta keluaga mereka.
"Angel, ajak Dedek ke sini, Sayang. Makan malamnya sudah siap," pekik Prilly dari ruang makan.
Angel yang tadinya sedang menjaga Cinta di ruang tengah dan asyik menemaninya bermain, sembari menunggu makan malam yang sedang disiapkan oleh Prilly, lantas menyahuti, "Iya Mom."
Angel membimbing Cinta agar mendorong push baby walker menghampiri Prilly ke ruang makan. Di usia Cinta yang sudah menginjak satu tahun, dia mulai pintar menirukan ucapan orang di sekitarnya. Tingkahnya sudah sangat aktif sehingga wataknya lebih impulsif, seperti suka memberantakkan mainan. Tapi itu hal yang sangat wajar, karena itu adalah sebagian masa perkembangannya. Anak seusia Cinta memang secara alami instingnya kuat untuk bermain, mempelajari hal-hal baru di sekitarnya, mengucapkan sesuatu, dan melakukan tindakan-tindakan tertentu selayaknya rasa keingintahuan. Tidak hanya itu saja, terkait emosi, kemampuan berkomunikasi, bergerak, mental, dan kognitif tentu saja berbeda dengan anak yang berusia di bawahnya. Hal itu memerlukan perhatian dari keluarga, terutama Ali dan Prilly, agar perkembangan Cinta berjalan semestinya.
"Loh ... kok nggak pakai baby walker-nya?" tanya Ali yang sudah duduk di meja makan beberapa menit yang lalu.
Prilly mengangkat Cinta, mendudukkannya di kursi khusus tempat untuknya makan. Dia mengunci sabuk pengamannya.
"Dokter Jonathan, kemarin menyarankan untuk mengajarinya berjalan menggunakan push baby walker, Dad. Soalnya, kalau pakai baby walker, Cinta tidak akan ada usahanya untuk berlatih berjalan. Malah akan membuatnya malas. Berbeda kalau dia pakai push baby walker, dia bisa berjalan sambil mendorong," jelas Prilly, memberikan Cinta biskuit.
"Benar kata Mommy, Dad. Soalnya, Dedek Cinta kalau pakai yang ini, bisa mendorong ke sana-sini, sampai seisi rumah berantakan, kayak kapal pecah," timpal Angel, memang selama ini dia selalu setia mendampingi adik kecilnya itu saat bermain.
Ali tersenyum bahagia, melihat Angel semakin tumbuh menjadi gadis kecil yang pintar dan mandiri. Adanya Cinta di tengah kebahagiaan mereka, sekarang, membuat Angel terlihat lebih memiliki tanggung jawab untuk menjaga adiknya. Dia sangat menyayangi Cinta, seperti tak ada perbedaan di antara mereka. Meski semua orang sudah tahu, bahwa Cinta adalah adik tirinya, namun Angel tak pernah mempermasalahkan hal itu, dia tetap menganggap Cinta adalah adik kandungnya. Itu karena kasih sayang yang diberikan Ali dan Prilly kepada mereka sama besarnya.
"Angel, bagaimana sekolahmu sekarang? Kata gurumu, ada anak cowok yang menjahilimu. Apa itu benar?" tanya Ali di sela makan malam mereka.
Sudah satu tahun lebih mereka tinggal di London, bisnis Ali pun semakin berkembang pesat atas kerja samanya dengan Tengku.
"Iya Dad, tapi sekarang, dia sudah tidak jahil lagi, setelah dinasehati Mommy." Angel menjawabnya sambil menikmati ayam krispi yang Prilly buat.
Ali mengerutkan dahinya menatap sang istri penuh pertanyaan. "Iya kah, Mom?"
Prilly membalas dengan senyuman yang sangat manis, "Iya Dad. Soalnya, Mommy sudah tidak bisa toleransi lagi sama dia. Sebenarnya sih ... sudah kali ketiganya, guru Angel memberitahukan perihal itu. Namun, tadinya Mommy berpikir, itu hanyalah kejahilan anak kecil saja. Tapi, yang terakhir kemarin, dia sudah kelewatan," jelas Prilly sedikit geram dengan kenakalan anak lelaki itu yang sudah menjahili Angel.
Memang guru dari sekolahan Angel sudah sering mengadukan kenakalan teman Angel itu. Namun, Prilly berpikir itu hanyalah masalah antara anak kecil saja. Karena kejahilan terakhirnya yang sudah terlalu kelewatan, anak itu menyiram Angel dengan air sirup, hingga rambutnya lengket dan seragamnya basah. Kejadian itu ia lakukan pada saat jam makan siang, akhirnya Prilly memutuskan untuk menemui anak itu dan menasihatinya. Tapi sangat disayangkan, Prilly tak sempat menemui orangtuanya, kerena mereka sibuk bekerja, itulah alasan yang disampaikan oleh wali kelas Angel.
"Apa perlu, kita pindahkan Angel ke sekolahan lain?" tanya Ali merasa khawatir jika putrinya akan dijahili lagi.
Prilly tampak berpikir, mungkin itu ide yang baik, agar Angel juga dapat belajar dengan tenang.
"Ide yang baik, Dad," sahut Prilly menyetujuinya.
Angel menghentikan makannya, dia merasa keberatan jika harus pindah ke sekolah lain. Susah payah dia mencari teman yang mau bermain dengannya di sekolahan itu. Mengambil hati guru-gurunya dan dia juga harus bekerja keras agar dapat mengikuti pelajaran yang ada.
"Tidak, Dad. Angel sudah merasa nyaman di sekolah yang sekarang. Angel juga sudah punya banyak teman di sana," tolak Angel setelah beberapa menit mempertimbangkannya.
Prilly dan Ali berhenti mengunyah dan saling memandang. Entahlah, apa yang dipikirkan Angel saat ini, mereka tak memahaminya.
"Kamu yakin Sayang?" tanya Prilly memastikan, wajahnya sedikit ragu, menatap Angel intens.
Sebenarnya Prilly juga merasa khawatir, dia takut jika anak itu masih terus menjahili Angel, itu akan berpengaruh pada kegiatan belajarnya.
"Iya Mom, Angel yakin," sahut Angel meyakinkan orangtuanya, "Raja itu sebenarnya dulu nggak nakal kok, Mom. Cuma, kata teman-teman, dia itu berubah sejak mommynya meninggal." Angel merasa iba pada temannya, yang bernama Raja itu.
Ali dan Prilly sekarang baru dapat memahami, mengapa Raja melakukan hal demikian. Ternyata, dia memiliki alasan yang kuat, mengapa dia hingga melakukan hal itu.
Ali mengelus kepala Angel, "Ya sudah, Daddy hanya berpesan padamu. Jangan pernah memiliki dendam atau kebencian kepada orang yang sudah menyakitimu. Jangan balas kebencian dengan kebencian juga, berikan dia cinta dan kasih sayang, pasti kebencian itu akan luluh dan berubah menjadi cinta."
Meski hanya memahami sedikit maksud dari ucapan Ali itu, namun Angel sudah dapat memiliki pandangan untuk mengahadapi Raja. Kata-kata Ali, sudah membuat pikirannya terbuka.
"Iya Dad, terima kasih," ucapnya tersenyum sangat manis.
"Ya sudah, sekarang selesaikan dulu makannya. Terus belajar dan tidur," lanjut Ali mengangkat sendoknya kembali dan melanjutkan makan malamnya.
Sudah biasa obrolan seperti ini terjadi saat makan. Dengan cara berdiskusi terbuka kepada keluarga, akan memecahkan sebuah masalah yang sedang kita hadapi. Keluargalah, satu-satunya tempat kita bertumpu dan mencurahkan segala beban kehidupan ini.
***
Malam yang tenang, suasana kamar tertata rapi, membuat penghuninya nyaman berada di dalamnya. Prilly menidurkan Cinta di bok bayinya. Lampu temaram, mendukung suasana ruang ini menjadi terasa damai. Berbeda dengan disain rumah yang mereka miliki di Indonesia. Di London, mereka memilih rumah minimalis. Hanya ada taman kecil di depan dan belakang, sebagai tempat bersantai saat pagi atau sore hari. Perabotannya pun tak banyak, namun cukup mendukung dalam keseharian mereka selama tinggal di negara orang ini.
"Mom, apa pendapat kamu tentang teman Angel itu?" tanya Ali, masih saja penasaran dengan Raja.
Prilly menghampirinya, yang sedang santai bersandar di kepala ranjang sambil menyelonjorkan kakinya di tempat tidur. Dia merangkak ke tempat tidur dan bersandar di dada suaminya.
"Mungkin hatinya terguncang karena belum dapat menerima kenyataan, jika ibunya sudah pergi, Dad. Soal kenakalannya, Mommy berpikir, mungkin dia itu mencari perhatian dari teman-temannya. Mommy jadi merasa kasihan, setelah mendengar penjelasan Angel tadi." Prilly membayangkan wajah bersalah anak itu, saat dia menasihatinya.
Kesedihannya tercetak di wajah tampannya. Seandainya Prilly mengetahui dari awal masalahnya seperti itu, mungkin dia dapat menasihatinya lebih halus. Penyesalan, selalu datang diakhir kejadian.
"Ya itulah, alasan aku mengapa dulu tak langsung memberi tahu kepada Angel tentang kematian Lovia. Aku takut, hati Angel terguncang dan akan menjadikannya anak pemurung dan pendendam," ungkap Ali menerawang ke masa lalu.
Prilly menengadahkan wajahnya menatap sang suami yang melamun.
"Sudahlah Dad, jangan dipikirkan lagi. Semua sudah terjadi dan kamu sudah melewatinya." Prilly menghibur Ali, mengusap dadanya lembut, berusaha mengalihkan pikirannya.
Ali menarik napasnya dalam, benar apa yang dikatakan oleh istrinya. Memang semua sudah terlewati dan tak ada lagi kekhawatirannya mengenai hal itu.
"Itu juga berkat kamu, Mom," puji Ali mengelus pipi Prilly lembut dan tersenyum padanya lebar.
Tersanjung? Sudah pasti. Namun Prilly sadar, ini semua bukan hanya usahanya sendiri.
"Berkat kesabaran dan usaha kita, Dad," timpal Prilly membalas senyuman Ali.
Ali mengecup kening Prilly cukup lama. Dia mengingat bagaimana masa lalunya saat awal jumpa dengan Prilly. Dari hal yang tak disengaja, hingga berbagai rintangan mereka menghadapi masalah, untuk mencapai sebuah keluarga yang ingin seperti saat ini. Ali melepas kecupannya dari kening Prilly, lantas dia menatap lekat wajah cantik istrinya yang bersinar di bawah lampu temaram.
"Aku bersyukur, karena Allah telah menjodohkanku denganmu. Kamu berhasil menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita, Mom," puji Ali menangkup rahang Prilly dan mengelus-elus pipinya lembut dengan ibu jarinya.
"Inilah takdir Dad, siapa yang akan menduga, jika kita akan bersatu? Semua sudah Allah rencanakan, hingga sedemikian, untuk kita bersatu." Prilly memeluk Ali erat.
Rasanya baru kemarin, dia ragu untuk memilih Ali. Namun sekarang, pria yang sempat melukai hatinya itu, sudah nyata berada di dalam pelukannya. Tak ada yang tahu dengan masa depan, yang katanya tak mungkin terjadi, namun jika Tuhan sudah berkehendak, semua akan terjadi. Percayalah, rencana Tuhan itu berujung manis dan indah pada waktunya.
"Sudah larut malam, sekarang kita tidur. Besok pagi aku sudah punya janji sama Angel, akan menemaninya bermain sepeda." Ali meregangkan pelukan Prilly.
Prilly menegakkan tubuhnya, "Oh iya? Apa itu, artinya dia mengajakmu olahraga pagi, Dad?" sahut Prilly menata bantalnya agar lebih nyaman saat nanti digunakan.
"Sepertinya sih ... seperti itu," jawab Ali, "selamat malam istriku," imbuhnya mengecup kening Prilly singkat diiringi senyuman terbaiknya.
"Selamat malam suamiku," balas Prilly mengecup kedua sisi pipi Ali.
Mereka melorotkan tubuhnya masuk ke dalam bed cover. Ali mendekap tubuh istrinya, memberikan kenyamanan. Di bawah lampu temaram, mereka mulai bermimpi indah.
***
Matahari masih malu-malu untuk keluar. Udaranya pun masih bersih dan sejuk. Pagi dengan suasana yang indah di tengah kota London, Angel sudah mengajak Ali bersepeda. Banyak warga lokal melakukan kegiatan, dari berolahraga, berjalan santai, berlari dan mengayuh sepeda seperti mereka saat ini. Berbagai generasi di sana, dari anak kecil hingga lansia, mereka menyambut terbitnya matahari.
"Dad, sangat berbeda ya ... suasananya dengan Indonesia?" seru Angel ketika mereka beristirahat sejenak di salah satu taman kota.
Ali menyapu pandangannya, melihat suasana di sekelilingnya. Yang menarik pandangannya adalah, sepasang lansia sedang duduk berdua di salah satu bangku taman, menikmati udara pagi. Dapatkah ia dan Prilly seperti itu suatu saat nanti? Senyum tersungging dari bibir merah nan tipisnya.
"Ya, tentu saja berbeda, Sayang. Taraf kehidupannya pun juga sudah sangat berbeda. Intinya, kalau di negara ini, mau makan, ya ... harus bekerja keras. Karena semua yang ada di sini serba mahal," jelas Ali sederhana namun dapat mudah Angel pahami.
Angel memerhatikan setiap orang yang lewat di depannya. Jam masih menunjukan pukul 05.30 waktu setempat, namun mereka sudah sangat sibuk. Ada yang sudah berdasi, rapi dengan jasnya, ada juga yang berjalan dengan langkah yang lebar, beberapa orang juga sudah mengayuh sepedanya untuk berangkat ke sekolah. Sungguh negara yang super sibuk, tak ada kata bersantai.
"Sudah yok pulang! Kamu harus bersiap-siap untuk ke sekolah, dan Daddy juga harus berangkat ke kantor." Ali terlebih dulu menegakkan sepedanya, disusul oleh Angel.
"Daddy, kejar aku!" pekik Angel mendahuluinya. Ali tersenyum dan menggelengkan kepala. Putri kecilnya itu, memang selalu bisa menaikkan suasana hatinya.
Mereka mengayuh sepeda di jalan yang sudah disediakan khusus untuk pengguna sepeda kayuh. Ali mengikuti dan mengawasi Angel dari belakang. Memang, di negara ini tak banyak yang menggunakan kendaraan bermotor. Namun mereka, banyak yang lebih memilih mengayuh sepeda untuk berkendara. Sampai-sampai, ada beberapa usaha yang menyewakan sepeda kayuh.
Sesampainya mereka di rumah, Angel dan Ali memarkirkan sepedanya di garasi. Mereka masuk ke dalam rumah sembari bercanda dan tertawaria. Angel sangat ceria pagi ini, suasana hatinya juga baik.
"Bagaimana olahraganya?" sapa Prilly saat melihat mereka melewati ruang makan begitu saja, "sampai di mana tadi bersepedanya?" timpal Prilly lagi dengan pertanyaan, sebelum ada jawaban di pertanyaannya yang pertama.
Ali dan Angel menghentikan jalannya, mereka mengurungkan niatnya untuk langsung ke kamarnya masing-masing. Malah mereka berjalan menghampiri Prilly yang masih sibuk menata sarapan untuk mereka. Angel duduk di kursi, sedangkan Ali menuang air mineral ke dalam gelas.
"Sangat menyenangkan Mom. Tadi kami main di taman, banyak sekali orang-orang berolahraga di sana, Mom. Lain hari, kita ajak Dedek Cinta olahraga ya Mom? Soalnya, tadi Cinta juga lihat ada banyak orang yang berjalan santai, sambil menggendong anak kecil." Angel bercerita sangat antusias dan ceria.
Prilly menjadi pendengar yang baik sambil tangannya terus bergerak menata alat makan di atas meja.
"Waaaah ... pasti sangat menyenangkan itu," timpal Ali setelah menghabiskan air satu gelas sekali tarikan napasnya.
"Oke, siap!!!" pekik Prilly selesai menata alat dan sarapan di meja makan. "Pasti kita akan melakukannya bersama next time," sahut Prilly membahagiakan hati Angel, "tapi ... sekarang kalian harus mandi. Karena Angel harus berangkat sekolah dan Daddy juga harus bekerja," titah Prilly menatap Ali dan Angel bergantian sembari berkacak pinggang.
"Siap Mom!!!" sahut mereka bersamaan.
Sebelum pergi, Ali mencium pipi Prilly cepat, begitupun dengan Angel, dia naik ke atas kursi dan mencuri ciuman di pipi Prilly. Setelah itu, mereka berlari ke kamar masing-masing untuk bersiap-siap. Prilly tersenyum bahagia, rasa syukur selalu dipanjatkan kepada Sang Maha Pencipta. Memiliki sebuah keluarga yang harmonis dan dipenuhi dengan kebahagiaan, adalah impian semua orang. Namun tak semua beruntung sepertinya, Prilly mendapatkan kebahagiaan keluarga ini dengan usaha dan kerja kerasnya.
"Dedek Cinta, Mommy suapi kamu dulu yuk!" Prilly menggendong Cinta yang sedari tadi bermain sendiri, di dalam bok bayi, selama dia menyiapkan sarapan.
Mereka memang membawa seorang ART dari Indonesia, namun Prilly sadar, tak semua pekerjaan rumah tangga harus dikerjakan oleh ART. Dia juga memiliki peranan penting dalam mengerjakannya. Apalagi jika menyangkut langsung dengan kebutuhan anak dan suaminya. Pasti Prilly sendiri yang akan turun tangan, contoh sederhana, memasak dan membuatkan mereka minuman, dia melakukannya sendiri.
#######
Ada beberapa part yang tidak aku posting dan baru ini aku post di Wattpad. Yang baca sampai sini, kamu beruntung sekali.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top