KEPERGIANMU, MENINGGALKAN PILU

Prilly merangkak naik ke tempat tidur, menyusul Ali. Dia menyandarkan kepalanya di dada lebar sang suami. Letih seharian mengurus Cinta dan pekerjaan rumah tangga lainnya, dapat hilang setelah bersantai bersama suaminya. Ali menutup bukunya, dia melepas kacamata bacanya, fokus memperhatikan istrinya.

"Dad, bagaimana saat kamu mengantar Raja pulang malam itu?" tanya Prilly karena Ali tak menceritakan apa pun setelah mengantar Raja pulang.

Ali mengelus rambut Prilly pelan, dia juga mencium pucuk kepalanya.

"Aku kasihan pada anak itu, Mom. Saat aku memasukkan mobil di pelataran, rumahnya cukup luas dibandingkan dengan milik kita. Tapi sepi, saat aku tanya penjaganya, ke mana daddynya, dia bilang belum pulang." Ali menghela napasnya pelan.

Padahal, Ali hanya ingin menjelaskan, mengapa Raja pulang hingga malam. Dia ingin bertemu daddynya Raja, dan meminta maaf, kalau Angel sudah mengajak anaknya bermain ke rumahnya, sebelum dia pulang terlebih dulu ke rumahnya sepulang sekolah.

"Terus, Daddy ngobrol apa saja di sepanjang jalan?" tanya Prilly penasaran, dia merasa prihatin kepada Raja.

Di usianya yang sama seperti Angel, seharusnya Raja masih perlu pengarahan dan penjagaan dari orangtuanya. Tak hanya itu saja, dia juga masih butuh perhatian dari keluarga. Namun, mendengar cerita Ali, Prilly merasa anak itu seperti anak yang terlantar. Sungguh malang nasib Raja.

"Ngobrol biasa saja, selayaknya seorang daddy dan anak. Daddy tanya hobi dia apa, terus game kesukaannya apa, tapi saat Daddy singgung soal mommynya, dia bilang, mommynya jahat sudah tega meninggalkannya," cerita Ali mengingat hari itu saat mengobrol bersama Raja di mobil kala mengantarnya pulang.

Prilly tak terkejut lagi, mengapa Raja mengatakan hal itu. Karena sebelum dia mengatakan kepada Ali, Raja sudah banyak cerita kepada Prilly. Dia juga mengatakan hal yang sama seperti apa yang sudah disampaikan oleh Ali tadi.

"Kayaknya dia kurang perhatian dari orang tua dan kurang kasih sayang deh, Dad. Kasihan Raja, anak yang malang," gumam Prilly terenyuh, hantinya tak tega.

Ali menerawang ke masa lalu, untung saja nasib Angel lebih baik daripada Raja. "Aku bersyukur Mom, meskipun dulu aku sibuk, tapi aku masih memprioritaskan Angel di atas segalanya. Justru itulah, aku merasa bisnisku tetap berjalan lancar, meskipun kadang ada beberapa marketing yang lepas, karena aku lebih memilih anak," tukas Ali bercerita masa lalu sebelum mengenal Prilly.

Prilly dapat memahami itu, dia tahu bagaimana suaminya. Dia adalah tipe pria yang mengutamakan keluarga. Ali sadar, kesuksesannya dapat dia raih berkat dukungan keluarga. Suasana menjadi hening beberapa menit, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Oh iya Dad." Prilly memecahkan keheningan, "katanya, Lovely sudah keluar dari penjara. Apa Daddy sudah tahu hal itu?" tanya Prilly mendongakkan kepalanya.

Ali menempelkan pipinya di dahi Prilly, sebenarnya Ali sudah tak ingin mengingat wanita itu. Dia sudah hampir merenggut kebahagiaannya, apakah masih ada ruang maaf untuknya? Entahlah, hingga saat ini, Ali belum siap menemui atau bahkan bertemu dengannya.

"Iya, aku sudah mendengar kabar itu. Dia bebas dengan jaminan," tukas Ali malas membahas Lovely.

Prilly tahu, di dalam hati suaminya belum dapat memaafkan perbuatan Lovely dulu yang entah disengaja atau tidak, sudah menyelakainya, hingga dirinya hampir kehilangan nyawa.

"Ya sudah, jangan pikirkan itu. Kita tidur saja ya? Aku lelah, Dad," rajuk Prilly manja.

Prilly mencium pipi Ali, mereka merosotkan tubuhnya, berbaring dan saling berpelukan mencari kehangatan. Berada di dekapan belahan jiwa, membuat hati merasa tenang dan semua masalah terlupakan, walau hanya sejenak.

***

Di ruang kerja yang tak begitu luas, namun cukup lengkap dengan berbagai fasilitas, Ali mulai mengerjakan pekerjaannya. Map-map tersusun tak beraturan di atas mejanya, beginilah keseharian Ali saat bekerja. Kata orang, menjadi bos besar itu enak, banyak uang, tinggal memerintah dan tinggal tunjuk semua beres. Namun kenyataannya? Ali tak seperti itu, kepalanya terasa mau pecah jika memikirkan pekerjaannya itu. Ketika dirinya sedang sibuk dengan laporan marketing, pintu ruang kerjanya terbuka tanpa ada ketukan terlebih dulu. Ali mendongakkan kepalanya, senyum lebar menyambut kedatangan tamu tak diundang itu. Lantas dia berdiri dan merentangkan kedua tangannya untuk memeluk tamu istimewanya itu.

"Hallo Kak, bagaimana pekerjaan lo hari ini? Apa sedang sibuk? Apa kedatangan gue mengganggu?" Tengku sengaja datang tanpa mengabarinya terlebih dahulu dan langsung memberondonginya pertanyaan.

Ali tertawa renyah, dia merangkul bahu Tengku dan mengajaknya duduk di sofa. Beberapa bulan tak bertemu karena kesibukan masing-masing, membuat Tengku melewatkan banyak hal dari rekan bisnisnya itu.

"Biasalah, maklum ... usaha baru, yaaaa ... beginilah!" jawab Ali merentangkan kedua tangannya sembari mengedarkan pandangannya agar Tengku dapat melihat sendiri hasil kerja kerasnya dalam waktu satu tahun lebih di negara ini.

Tengku menyapu pandangannya, dia cukup puas dengan hasil yang sudah Ali capai. Tak sia-sia, dia memilih orang yang tepat untuk rekan berbisnis. Ali orang yang bekerja keras dan cerdik menaklukkan pesaing bisnisnya.

"Oh iya, bagaimana kabar si kecil? Sudah bisa apa dia sekarang?" tanya Tengku mendaratkan bokongnya di sofa.

Ali memberikannya minuman kaleng dingin, lantas dia ikut duduk di samping Tengku.

"Cinta sekarang sudah bisa memberikan mommynya pekerjaan tambahan. Dia selalu menyebar mainannya di lantai dan sedang berlatih berjalan, mendorong push baby walker-nya ke sana ke mari. Pokoknya, kalau yang lain sedang bersantai, dia malah sibuk sendiri," ujar Ali selalu bangga menceritakan tentang keluarganya.

Tengku dapat membayangkan itu semua, karena dia juga pernah mengalami hal yang sama saat usia anaknya seusia Cinta. Bagi mereka, keluarga adalah prioritas utama.

"Oh iya Kak, kedatangan gue ke sini, membawa berita yang kurang mengenakkan," tukas Tengku lantas menenggak minuman dinginnya.

"Berita apa?" tanya Ali tetap masih tenang dan tak ingin terlalu memikirkan hal yang akan mengganggu pekerjaannya.

"Lovely, sudah keluar dari penjara," terang Tengku, Ali tertawa kecil sembari menepuk-nepuk bahu Tengku. Tengku menatapnya heran, "Apa lo sudah mengetahui hal ini?" timpal Tengku bertanya. Wajahnya terperangah heran, karena Ali malah menertawakan kabar yang dia bawa untuknya.

Ali menghentikan tawanya, dia mengangguk, "Iya, gue sudah tahu soal kabar itu. Selama ini, gue nggak sebodoh dia pikirkan. Mungkin dia pikir, gue akan dengan mudah melepaskannya begitu saja? Tapi gue idak seperti itu, Tengku ...!!! Lovely itu sebuah ancaman untuk kebahagiaan gue."

"Maksud lo?" sahut Tengku tak mengerti apa yang Ali bicarakan itu.

Ali menenggak minumannya, setelah itu, dia menghela napasnya dalam.

"Gue selalu mengawasi pergerakan Lovely. Biarpun gue di sini, tapi gue punya anak buah yang menyebar dan memata-matai dia. Asal lo tahu saja, saat ini, dia sedang bergerak ke sini. Gue yakin, dia ke sini akan meminta perusahaannya," kata Ali penuh keyakinan, dadanya dipenuhi rasa dendam yang belum padam kepada Lovely.

"Lo yakin, Kak?" sahut Tengku tak percaya, jika Ali ternyata lebih cerdik dari yang dia kira.

Ali selalu bisa membaca situasi yang akan mengancam usahanya. Tidak hanya itu saja, Tengku tak menyangka, jika selama ini, Ali memiliki banyak mata-mata yang selalu mengawasi pergerakan musuh-musuhnya, termasuk mata-mata yang mengawasi Lovely. Ini di luar dugaan Tengku, dia pikir setelah kejadian itu, Ali akan melepaskan wanita itu begitu saja, ternyata tidak semudah itu.

"Jangan khawatir, gue pastikan, dia tidak akan merusak kerja sama kita. Jika dia meminta haknya, gue akan memberikan setengah saham perusahaan yang ada di Indonesia. Memang itu haknya," timpal Ali meyakinkan Tengku.

Sebelumnya jauh hari, Ali sudah memikirkan hal ini matang-matang. Dia sudah mengira ini akan terjadi. Maka dari itu, ketika Tengku mengajaknya bekerja sama merintis usaha baru di negara ini, Ali langsung menerima tawarannya. Sebab Ali sudah dapat memprediksi, jika dia akan kehilangan setengah saham perusahaannya. Tak ingin rugi, Ali pun memutar otaknya, untuk mendirikan usaha lain. Berjaga-jaga, jika Lovely akan merampas semua usahanya, dia sudah memiliki usaha cadangan.

"Nggak menyangka gue, lo sedetail itu menyiapkan masa depan lo dan keluarga. Otak lo isinya apa sih, Kak? Dalam setahun, lo bisa mendirikan perusahaan ini. Dan gue? Cuma bisa jalan-jalan tanpa membantu lo, Kak," puji Tengku menyadari bahwa setahun ini, selama mendirikan perusahaan barunya bersama Ali, Tengku tak banyak membantu.

Dia malah sibuk mengurus bisnisnya sendiri dan bisnis istrinya. Wajar, jika sedikit demi sedikit perusahaan ini akan sepenuhnya menjadi milik Ali sendiri. Namun, Tengku tak pernah mempermasalahkan itu, karena dia menyadari, jika ini semua hasil kerja keras Ali. Menjalankan dua perusahaan, sudah membuat Tengku pusing, kadi buat apa jika dia menginginkan perusahaan yang sudah Ali rintis dari awal? Itu akan membuatnya menjadi orang yang serakah dan tak bersyukur.

"Jangan memuji berlebihan. Sekarang kita atur strategi, berjaga-jaga, jika Lovely akan menyerang kita balik. Lo tahu sendiri kan, kalau dia itu sangat licik?" tukas Ali mengingatkan ancaman berbahaya yang sedang berjalan menuju kepada mereka saat ini.

"Iya Kak, gue setuju!"

Akhirnya mereka pun berdiskusi, meskipun pembahasannya serius, namun mereka membicarakannya semi formal. Diselingi candaan agar tidak terlalu tegang.

***

Di saat siang seperti ini, setelah menyuapi Cinta, biasanya Prilly akan menemaninya bermain di ruang tengah. Namun kali ini tidak, Cinta sedang demam, maka dari itu, Prilly tak keluar dari kamar. Meskipun begitu, dia tetap membuka pintu kamarnya lebar-lebar, jadi Prilly masih dapat mengawasi situasi yang terjadi di rumahnya.

"Cup ... cup ... cup, Sayang. Duuuuh ... kasihan anak Mommy, sedang pusing ya, Nak?" Prilly menepuk-nepuk bokong Cinta pelan sembari menggendongnya, sedari tadi Cinta, sedikit-dikit menangis.

Saat sakit seperti ini, Cinta pasti rewel dan tak ingin turun dari gendongan Prilly. Biarpun Cinta selalu menolak untuk makan, Prilly tetap sedikit memaksanya agar mau makan. Begitulah yang dianjurkan dokter anak tadi, saat Prilly membawa Cinta ke rumah sakit. Ali belum mengetahui hal ini, dia tak ingin Ali khawatir di sela pekerjaannya. Prilly sudah dapat menebak, jika Ali sampai diberitahu tentang kondisi Cinta sekarang, pasti dia langsung pulang.

"Kak Angel?" panggil Prilly melihat Angel melewati kamarnya begitu saja.

Angel tampak lemas, dia tak mendengarkan panggilan Prilly. Tak biasanya dia seperti itu. Ada apa dengannya? Biasanya Angel selalu berteriak saat masuk ke dalam rumah. Namun hari ini? Angel diam dan berlalu begitu saja masuk ke kamar.

"Ada apa dengan Kakak ya, Dek? Kok Kak Angel lemes? Apa Kakak juga sakit?" gumam Prilly merasa cemas mengajak Cinta berbicara.

Prilly memutuskan untuk menghampiri Angel ke kamarnya. Cinta begitu anteng di dalam gendongannya. Wajahnya sayu, matanya sendu, jika sakit seperti ini, siapapun tak tega melihat gadis kecil yang sangat menggemaskan itu. Cinta yang biasanya super aktif, menjadi anak yang pasif. Prilly mengetuk pintu kamar Angel.

Tok tok tok

"Angel ... Sayang?" panggil Prilly tak ada sahutan.

Karena merasa khawatir, Prilly pun membuka pintunya. Dia melihat Angel tengkurap di tempat tidur sembari menelungkupkan wajahnya di bantal. Prilly mengernyitkan dahinya, perlahan dia mendekati Angel.

"Sayang? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Prilly duduk di tepi ranjang.

Prilly mendengar isak tangis Angel. Perasaannya semakin tak tenang, ada apa dengan Angel? Mengapa dia menangis? Apakah Raja menjahilinya lagi? Atau kah dia sakit? Prilly pun menyentuh bahunya, agar Angel membalikkan badan.

"Angel, cerita sama Mommy. Kenapa denganmu, Sayang?" tanya Prilly dengan raut wajah khawatir.

Angel membalikkan tubuhnya, wajahnya sudah basah dengan air mata, rambutnya pun acak-acakkan hingga menutupi wajahnya. Hidungnya memerah mengeluarkan lendir, matanya sembap.

"Mommy!!!" seru Angel langsung memeluk Prilly dari samping karena di depannya sedang memangku Cinta.

Prilly tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi kepada Angel, hingga dia menangis seperti ini. Prilly mengelus kepala Angel sangat pelan, dia membiarkannya menangis sepuasnya. Tangisan Angel memilukan hati bagi siapapun yang mendengarkan saat ini, isakannya pun juga membuat siapapun ikut sesak napas saat mendengarkannya.

"Sudah ... cup ... cup ... cup, Sayang." Prilly menegakkan tubuh Angel. "Sekarang, ceritakan, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Prilly setelah Angel menghentikan tangisannya.

Prilly membantu menyeka air matanya, wajah putihnya berubah memerah. Matanya sembap tampak sangat sedih, Prilly menjadi tak tega melihatnya. Biarpun tangisannya sudah berhenti, namun Angel masih sesekali sesenggukan, seperti dadanya penuh, hingga sulit baginya untuk bernapas.

"Mom." Angel berusaha mulai mengatakan sesuatu. Prilly menatapnya serius, mendengarkan baik-baik apa yang akan Angel katakan.

"Iya, Sayang? Katakan, ada apa denganmu? Mengapa sampai menangis seperti ini?" desak Prilly mengusap-usap kepala Angel.

Angel duduk bersila dan menunduk sedih. "Mom, Ra ... Ra ... Raja pergi. Di ... dia ... berpamitan ... sama Angel. Apa ... dia ... a-kan ... kembali lagi?" tanyanya menahan sesak di dadanya, diiringi sesenggukan, sehingga kata-katanya terputus-putus dan ucapannya terbata-bata.

Prilly menangkap kepiluan yang dalam dari raut wajahnya. Cara dia menangis, membuktikan, bahwa dia sangat kehilangan Raja. Prilly memeluk Angel, dia mengusap-usap punggungnya, memberikan ketenangan. Karena Cinta sudah tertidur sejak tadi, efek samping dari obatnya, Prilly perlahan menurunkan Cinta di tempat tidur Angel. Prilly juga menyelimuti dan mengapitnya dengan dua guling. Setelah urusan Cinta selesai, saatnya dia berpaling mengurus masalah yang sedang dihadapi Angel.

"Kita ngobrol di sofa yuk! Kalau di sini, nanti bisa membangunkan Dedek Cinta," ajak Prilly, Angel mengangguk, lantas sangat pelan dia turun dari tempat tidurnya.

Mereka berjalan ke sofa, Prilly lebih dulu duduk, sedangkan Angel melendot di pangkuannya. Prilly mendekapnya, dia dapat merasakan kesedihan yang sedang Angel rasakan saat ini.

"Memangnya Raja mau pergi ke mana?" tanya Prilly pelan, mulai membuka obrolannya kembali.

Angel menyandarkan kepalanya di dada Prilly, dan Prilly mengelus kepalanya, hingga ke punggung Angel berulang kali, agar putrinya itu tak kembali bersedih.

"Dia tadi datang ke sekolah, bersama daddynya. Tapi cuma untuk berpamitan. Angel sedih, Mom," keluh Angel membayangkan, saat Raja menyalami satu per satu teman-temannya, ketika di kelasnya tadi, untuk berpamitan akan pindah.

Manik-manik air matanya kembali turun, Angel tak dapat membendung kesedihannya. Persahabatannya bersama Raja mulai terbangun, namun sekarang dia malah pergi meninggalkannya. Padahal Angel sudah mulai cocok bermain dan belajar bersama Raja, mereka juga sudah mulai saling mengenal satu sama lain.

"Apa Raja mengatakan sesuatu padamu?" tanya Prilly menunduk menghapus air mata Angel yang terus keluar, meski tak terdengar isakannya.

"Katanya, dia akan menunggu Angel di Indonesia," jawabnya menerawang, saat Raja menyalaminya untuk yang terakhir kalinya.

Angel sangat sedih, saat di sekolahan tadi, dia tak dapat menangis. Angel juga sempat mengantar Raja sampai di mobilnya. Raja memberikannya jepit rambut sebagai kenang-kenangan terakhir mereka. Karena tak ada rencana dan pembicaraan apa pun di antara mereka sebelumnya, Angel dengan spontan memberikan gelang emasnya kepada Raja untuk kenang-kenangan.

"Tapi Indonesia itu luas, Sayang. Ada pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan lain sebagainya. Negara kita juga memiliki ratusan provinsi, kita tidak tahu Raja tinggal di Indonesia bagian mana." Prilly ikut prihatin dengan apa yang sedang dialami putrinya.

Angel menegakkan tubuhnya, dia menatap Prilly sedikit takut. Dia akan mengatakan kejujur kepadanya saat ini juga.

"Mom." Angel menatap wajah teduh Prilly lekat, "maafin Angel, karena tadi Raja memberikan jepit rambut ini." Angel menarik jepit rambut emas yang masih dipakainya dan memperlihatkan kepada Prilly. Jepit rambut  berbentuk merak yang sangat indah, ada batu merah, sebagai mata meraknya.

"Wah, ini sangat indah Sayang. Kamu harus menjaganya baik-baik." Prilly terpukau dengan pemberian Raja.

Tapi, dari mana anak itu mendapatkan benda semahal ini? Pikir Prilly mencemaskan sesuatu.

"Angel akan menjaganya, Mom. Tapi, maafkan Angel Mom, gelang yang Mommy belikan waktu itu, Angel kasih buat Raja." Mata Angel sendu, dia menunduk takut saat mengatakan kejujuran kepada Prilly.

Prilly tersanjung dengan cara Angel membalas pemberian Raja. Meskipun tak seberapa, namun itu sudah sebanding dengan benda yang Raja berikan padanya. Prilly tersenyum dan membelai rambut Angel dengan kedua tangannya.

"Keputusan kamu tepat, Sayang. Mommy tidak akan marah padamu," tukas Prilly melegakan perasaan Angel, "tunggu sebentar." Prilly menurunkan Angel dari pangkuannya, lantas dia keluar kamar.

Tak berapa lama dia kembali lagi, membawa sebuah benda beledu berwarna merah, berbentuk persegi panjang, namun berukuran kecil. Prilly membuka benda tersebut, setelah dia kembali duduk di samping Angel.

"Sekarang, kamu simpan jepit rambutnya di sini. Kamu harus menjaganya baik-baik benda ini, Sayang. Jangan sampai rusak dan jangan sampai hilang. Mommy yakin, benda ini pasti sangat berharga bagi Raja." Angel menatap Prilly sebelum menyimpan jepit rambutnya. Prilly tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.

Perlahan, Angel meletakkan jepit rambut itu di dalam beledu itu. Prilly menutupnya, lantas dia memberikan kepada Angel.

"Kamu yang harus menyimpannya sendiri. Ini sekarang menjadi tanggung jawab kamu," timpal Prilly tak melepas senyuman manisnya mampu menenangkan hati Angel yang sedang pilu saat ini.

Angel langsung berhamburan ke pelukan Prilly. Dia kembali menangis di dada Prilly, hanya bersama Prilly, Angel dapat menumpahkan segala perasaannya. Prilly tak hanya menjadi ibu baginya, namun dia dapat menjadi seorang sahabat dan pendengar setia, saat dia mencurahkan keluh kesahnya, Prilly dengan sabar menasihatinya.

Prilly mengangkat Angel agar duduk di pangkuannya. Begitu erat tangan Angel memeluk tengkuknya, wajahnya ia telengkupkan di sela-sela leher Prilly. Dia membiarkan Angel menangis sepuasnya, agar tak ada lagi kesedihan setelah ini. Prilly mengelus punggungnya pelan, dan dia setia menemani putrinya yang sedang dilanda pilu.

#####

BTW, buat teman-teman, ada informasi penting. IG lama aku (rex_delmora) di-hack, terus sekarang aku aktif di akun IG rexdelmora_official.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top