JODOH PASTI BERTEMU

Yang tanya wajah Lovely, di mulmed ya? Hahahahaha

****

Seusai meeting, semua orang keluar, kecuali Ali beserta sekretarisnya, Prilly, Gladis dan Ayu. Mereka masih sibuk merapikan bawaannya. Prilly selalu diam, saat meeting pun konsentrasinya pecah, ketika mengingat semua hal manis hingga hal menyakitkan yang sudah Ali berikan untuknya.

"Miss, boleh saya kembali ke ruangan saya sekarang?" izin Ayu kepada Gladis.

"Oh iya Ayu, kamu duluan saja," jawab Gladis.

Ayu keluar dari ruang meeting, sedangkan Ali dan Prilly masih sibuk dengan tatapan yang terkunci. Gladis bingung, haruskah dia menyadarkan Prilly sekarang? Atau meninggalkan dia? Dia harus bagaimana? 15 menit berlalu, mereka masih betah dengan tatapan tanpa suara. 30 menit terlampaui, ruang meeting itu berpenghuni namun sunyi. Gladis menghela napasnya dalam.

"Terus aja kalian begini, sampai sukses! Gue capek lihat kalian begini! Gue mau pergi!" kesal Gladis menyadarkan Prilly.

"Gladis!" Prilly menahan pergelangan tangan Gladis. "Gue ikut," lanjut Prilly sambil melirik Ali yang masih memperhatikannya.

"Lo urusin aja dulu, bayi besar lo itu," tunjuk Gladis sembari melirik Ali, "baru lo nyusul gue. Daripada gue nunggu kalian tatap-tatapan nggak jelas begini, mending gue keluar," omel Gladis kesal.

Gladis keluar meninggalkan mereka bertiga di ruang meeting. Niat Gladis baik, Gladis hanya ingin memberi waktu untuk Ali dan Prilly berbicara lebih leluasa. Saat dia sudah di luar ruangan, kepalanya menyembul masuk.

"Heh! Lo mau ikut keluar, apa mau lihat drama korea live di sini?" gertak Gladis dari pintu kepada sekretaris Ali.

Wanita itu bingung antara penasaran dengan apa yang terjadi diantara bos besarnya dan wanita di hadapannya sekarang, dan dia juga takut karena Gladis menatapnya rajam.

"Mister, saya tunggu di luar." Akhirnya sekretaris Ali keluar, kini tinggal lah Ali dan Prilly yang duduk saling berhadapan.

Prilly masih duduk kaku di kursi kebesarannya, sedangkan Ali masih sibuk memperhatikannya. Dada Prilly naik turun, antara menahan emosi dan bingung untuk bersikap, harus bagaimana dia saat ini? Ali berdiri mendekatinya, lantas dia duduk di ujung meja meeting tepat di depan Prilly. Debaran jantung Prilly semakin tak terkontrol, napasnya terasa sesak.

"Maaf," ucap yang pertama kali terlontar dari bibir Ali.

Bibir Prilly masih kelu, tak sanggup untuk berucap, dia memilih untuk menunduk.

"Maaf, sudah mengusirmu waktu itu," sambung Ali menyesal, dia berusaha menjelaskan, belum juga Ali selesai, Prilly beranjak dari tempat duduknya berniat untuk keluar.

Namun sayang, tangan Ali lebih cepat, hingga tubuh sital Prilly jatuh tepat di pangkuan Ali. Ali langsung memeluknya dan menenggelamkan wajahnya di dada Prilly. Tanpa bersuara, Prilly memberontak, ingin melepaskan diri dari Ali. Apa daya, kekuatan Ali lebih besar daripada dia.

"Hentikan gerakanmu, atau kamu akan membangunkan adik kecilku yang masih tertidur lelap," kata Ali yang ingin menghentikan pemberontakan Prilly.

Sekejap tanpa Ali mengulang permintaannya, Prilly menghentikan tubuhnya. Dia membiarkan Ali membenamkan wajahnya di sela-sela dadanya.

"Kamu masih marah?" tanya Ali menghembuskan napas hangatnya di sela-sela dada Prilly, hingga aliran listrik dalam darah Prilly bergejolak.

Prilly masih diam tak membuka mulutnya, saat ini, mengeluarkan suara untuk menjawab setiap pertanyaan Ali sangat mahal.

"Apa kamu ingin aku memaksamu, untuk membuka mulut?" ujar Ali sedikit membuka bibirnya dan menghisap dada Prilly hingga tertinggal bekas merah, membuat bibir Prilly lancang mendesah.

Ali tersenyum miring, dia menarik tubuh Prilly agar semakin masuk ke dalam dekapannya. Bibir Ali terus mengecup belahan dada Prilly.

"Hentikan!" sentak Prilly akhirnya membuka mulutnya.

Ali tersenyum dan mendongakkan wajahnya untuk menatap Prilly. "Jadi begini caranya untuk kamu agar membuka suara padaku? Apa aku harus bertindak lebih, agar kamu mau berbicara banyak denganku?" Ali menyeringai mesum.

Susah payah Prilly menelan ludahnya saat merasakan pahanya terganjal sesuatu. Dia semakin tak berani bergerak.

"Kamu mau apa?!" gertak Prilly galak, dia juga memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Aku mau kamu," jawab Ali mengelus pipi Prilly lembut.

"Sudahlah, kembalilah ke kantor Anda, saya masih banyak pekerjaan," kata Prilly dengan tubuh kaku tak ingin semakin mengusik macan yang sedang kelaparan itu.

"Kamu lupa, ini jam istirahat?" tolak Ali mengunci pinggang Prilly sehingga kini tubuh rampingnya semakin terhimpit oleh kedua kaki Ali.

"Sudahlah, tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Aku sudah menikmati hidupku yang sekarang, jadi tolong jangan mengusik hidupku lagi," ujar Prilly tegas, namun Ali tak mau begitu saja menyerah.

"Kalau aku tetap akan mengusik hidupmu, terus ... apa yang akan kamu lakukan?" tantang Ali mengarahkan wajah Prilly agar menatapnya. "Aku dan Angel nggak bisa bertahan di dunia ini tanpa kamu. Kamu membawa pengaruh besar untuk hidupku dan Angel. Dengan mudahnya kamu memintaku untuk tidak mengusik hidupmu? Jangan bermimpi, aku akan selalu mengusik hidupmu, sampai kamu jatuh di pelukanku."

Prilly bergidik ngeri melihat sorotan mata Ali yang serius dan tak main-main dengan ucapannya.

"Lalu bagaimana dengan Lovely kamu itu? Bukankah dia sudah dapat mengurusmu dan juga Angel? Untuk apa kamu masih mengusik hidupku? Untuk membuatku lebih hancur dan sengsara?" seru Prilly kali ini memberanikan diri menatap ke dalam manik mata Ali.

Ali terdiam, entah apa yang akan dia lakukan kepada Lovely. Dia juga bingung, sampai saat ini, belum ada lagi pembicaraan ke arah yang serius dengannya.

"Hm? Nggak bisa jawab kan?!" cela Prilly menyesakkan dadanya dan juga dada Ali.

"Maaf, aku masih bingung. Aku mencintai kamu, tapi aku terikat janji dengannya." Ali menunduk tak berani menatap Prilly.

Prilly tersenyum kecut dan dia tertawa sambil menangis, meratapi perjalanan cintanya yang begitu rumit. "Ya ... ya ... ya ... ya, so ... sudah jelas sekarang jawabannya. Antara kita tidak akan bisa bersatu dan tolong lepaskan saya sekarang. Saya harus kembali bekerja." Prilly berusaha melepaskan diri, namun Ali justru berdiri dan mendorong Prilly hingga punggungnya terbentur tembok.

Ali menghimpit tubuh Prilly hingga dia tak dapat bergerak sedikitpun. Dengan jelas terasa, dada kenyal Prilly di depan dada Ali. Prilly melihat mata Ali sayu penuh nafsu.

"Tunggu aku, sampai urusanku dengannya selesai. Jangan pergi, sampai aku bisa melepaskannya," pinta Ali tulus.

Tanpa menunggu jawaban dari Prilly, bibirnya menyerbu bibir Prilly tanpa ampun. Ingin memberontak? Tak bisa, karena kedua tangan Ali mengunci tangan Prilly ke atas kepalanya. Sedangkan tubuh Ali benar-benar mengunci tubuh Prilly hingga tak dapat bergerak. Prilly hanya bisa pasrah menikmati hisapan dan lumatan bibir Ali yang semakin lama, semakin panas. Tangan Ali perlahan melepas jeratan di tangan Prilly, saat dia sadar, bahwa Prilly membalas ciumannya. Entah sadar atau tidak, tangan kanan Prilly meraba rahang kokoh Ali sambil memperdalam ciuman mereka.

Ali memeluk pinggang Prilly, mereka menikmati ciuman yang sebenarnya menuntut lebih, namun tak mungkin mereka melakukan 'itu' saat ini. Tangan Ali terasa gatal, hingga ia tak ingin berdiam saja, tangannya menggerliya, mengelus bagian-bagian sensitif wanita, hingga nafsu Prilly semakin tertantang. Ali tersenyum puas karena dapat menaklukkan kerasnya hati Prilly dengan ciuman mautnya. Saat tangan Ali sampai di buah dada Prilly, dan ingin meremasnya, Prilly melepaskan ciuman mereka. Tangan Ali masih menengger di dada kanan Prilly, perlahan Ali menurunkannya.

"Maaf," ucap Ali.

Prilly tak menjawabnya, namun dia justru keluar dari ruang meeting begitu saja, meninggalkan Ali dengan napas yang masih tersengal. Di depan ruang meeting, ternyata Gladis dan sekretaris Ali masih setia menunggu. Prilly yang melihat Gladis tersenyum penuh arti, langsung berlari ke ruangannya.

"Gue kata apa, untung lo keluar, nggak keluar udah dikasih tontonan drama korea paling hot!" hardik Gladis menepuk bahu sekretaris Ali lantas mengejar Prilly.

Ali menghela napasnya dalam, dia membenarkan benda yang sudah membengkak di balik celana kainnya. Namun hatinya masih gundah, karena Prilly tak mengatakan apapun yang membuat hatinya lega dan tenang.

Prilly masuk ke ruangannya dengan napas memburu, dia langsung masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya rapat. Prilly menghadap pada cermin, lantas memegangi bibirnya yang bengkak karena Ali. Senyum terukir di bibirnya, sambil dia meraba bibir yang sudah merah karena ciuman panas mereka tadi.

"Prilly! Lo nggak papa?" tanya Gladis menggedor pintu Prilly keras.

Prilly mendengus kesal, karena Gladis benar-benar tak bisa melihatnya bahagia saat ini.

"Gue nggak papa, gue cuma kebelet pipis aja kok Dis," alasan Prilly yang masih mengecek dadanya memerah karena Ali meninggalkan kissmark di sana.

"Ooooh, kebelet pipis? Kirain kebelet kawin lo!" cerca Gladis dapat bernapas lega karena Prilly ternyata baik-baik saja. "Gue balik ke ruangan kerja gue sendiri ya, Pril?" teriak Gladis.

"Nggak makan siang lo?" tanya Prilly masih melihat dan tersenyum sendiri tak jelas menghitung bekas hisapan Ali di dadanya tadi.

"Gue udah kenyang, ngintipin drama korea. Gue kira ada termehek-meheknya, eh sialan! Malah dapat pornografi!" umpat Gladis diiringi tawanya sambil keluar dari ruangan Prilly.

"Gladiiiiiiiissss! Sinting lo! Dasar sahabat kurang ajar! Awas aja lo, kalau sampai ngintipin malam pertama gue!" teriak Prilly yang tak mungkin Gladis dengar lagi, karena dia sudah menghilang dari ruangan itu.

Prilly menutup mulutnya. "Eh, emang gue mau kawin? Kapan? Kok udah mikir malam pertama? Calon aja belum punya. Dasar, sableng!" gumam Prilly merutuki dirinya sendiri dan tersenyum tak jelas.

***

Prilly menata pakaiannya ke dalam koper. Hari ini dia akan pergi ke London untuk menyusul Tengku.

"Lo yakin nggak mau gue temenin?" tanya Gladis membantu Prilly merapikan barang bawaannya.

"Iya, yakin Dis."

"Di sana jangan malu-maluin ya? Awas kalau lo sampai mewek-mewek di kawinannya Tengku," ancam Gladis.

"Iya Dis, paling gue di sana akan meluk dia, terus tanya sama dia 'Piye? Iseh penak zamanku to?'" ujar Prilly membuat mereka tertawa terbahak.

Inilah waktunya Prilly melepaskan semuanya. Dia tak ingin terbebani dirinya dengan memikirkan Ali dan menerima kenyataan bahwa Tengku bukan lah untuknya. Toh, Prilly sudah tahu tentang perasaan Ali, jika dia mencintainya. Kalau Ali berjodoh dengannya, Prilly yakin, sejauh apapun dia pergi, Tuhan akan mendekatkannya lagi dengan Ali. Sekuat apapun orang menjadi penghalang, jika Prilly adalah tulang rusuk Ali yang hilang, mereka dapat apa? Hanya dapat melihat Ali dan Prilly bersatu dalam ikatan yang Tuhan takdirkan untuk mereka.

"Gue juga mau nikah Pril," kata Gladis tiba-tiba, setelah mereka selesai merapikan pakaian, yang akan Prilly bawa.

"Sama?" tanya Prilly shock menatap Gladis serius.

"Sama jodoh gue lah," jawab Gladis sambil mendaratkan bokongnya di tempat tidur Prilly.

"Iya, tapi siapa?" desak Prilly penasaran mengikuti Gladis duduk di tepi tempat tidurnya.

"Belum tahu, Tuhan belum ngirim ke gue. Masih OTW kali," celetuk Gladis asal membuat Prilly geram.

"Gladisssssss!!! Bacot lo ya, emang nggak pernah makan bangku sekolah!" Gladis tertawa lepas mendapat serangan bantal dari Prilly.

"Lo pikir gue rayap, enak aja lo! Kan dulu waktu sekolah cuma sampai depan gerbang, balik lagi, lo ajakin gue beli siomay dan batagor," sahut Gladis di sela adu bantalnya bersama Prilly.

"Dasar, kampret lo! Lo yang ngajakin bolos, manjat tembok sampe rok gue sobek!" bantah Prilly yang justru mereka mengenang saat kelakuan badung dan nakalnya duduk di SMA.

Tawa menggelegar di kamar Prilly, melepaskan beban di hati justru dapat melegakan perasaannya saat ini. Puas bercanda dengan Gladis, kini waktunya dia menyusul cinta lamanya yang akan menapaki kehidupan baru.

"Gue berangkat dulu ya?" pamit Prilly saat Gladis mengantarnya ke bandara.

"Lo nggak bilang sama Om Ali, kalau mau ke London?" tanya Gladis sebelum Prilly masuk ke antrian pengecekan tiket.

"Nggak, buat apa? Emang harus ya? Dia bukan siap-siapa gue, Dis. Kalau jodoh nggak bakal kemana," jawab Prilly memasukkan handphone-nya ke dalam tas.

"Ya udah deh, terserah lo aja. Yang penting lo happy di sana. Dan jangan lama-lama ya? Lo tega ninggalin kerjaan banyak ke gue?" rajuk Gladis sambil memasang wajah mengiba.

"Ya, gue tahu maksud lo!"

"Aaaaaaah, lo emang temen baik dan sangat pengertian. Inget ya, jangan lebih satu bulan! Kalau lo lebih dari satu bulan, bodoh amat! Gue tinggal kerjaan di sini dan nyusul lo ke sana," ancam Gladis yang selalu rela berkorban demi kebahagiaan sahabatnya itu.

Gladis rela bekerja dobel saat Prilly sedang tak masuk kerja. Karena memang Gladis adalah wakil Prilly, jadi saat salah satu tak ada di tempat, mereka yang merangkap pekerjaan di kantor.

***

Suasana pesta yang mewah dan meriah tergelar di ballroom hotel ternama di London. Prilly berjalan di red karpet, membiarkan gaunnya menjuntai ke belakang menyapu lantai. Tatanan rambut dan make up yang sesuai, membuat dia terlihat anggun dan menawan.

"Gilaaaaa, udah dandan cantik, masuk di gedung elit, nggak punya gandengan. Truk aja gandengan, lah gue? Hampa! Angin doang!" umpat Prilly dalam hati sambil terus berjalan mendekati Tengku yang sedang mengobrol dengan teman-temannya.

Prilly menarik napasnya dalam, memasang senyuman terbaiknya, memperlihatkan bahwa dia baik-baik saja, meski sebenarnya hatinya tidak baik.

"Tengku?" panggil Prilly menyentuh bahu pria bertubuh atletis dan berparas tampan itu.

Tengku membalikkan badannya, menyambut Prilly hangat. "Prilly?" sapa Tengku. "Aku kira kamu nggak akan datang, suatu kehormatan bisa ada kamu di sini," ujar Tengku bahagia serta terkejut seperti orang yang habis mendapatkan mobil undian.

"Ya, aku pasti datang," kata Prilly tersenyum sangat manis.

"Apa kabar kamu?" tanya Tengku menyalami tangan Prilly dan mencium pipi kanan dan kirinya.

Jantung Prilly berdisko tak teratur. Dia terus menahan perasaan yang tak karuan saat ini.

"Aku ra popo," seloroh Prilly justru di tanggapi Tengku kekehan, padahal Prilly sudah mati-matian menahan gemuruh di dadanya.

"Kayak lagu Indonesia aja, di sini London, bukan Indonesia Pril," ujar Tengku dengan senyum yang masih mampu membuat hati Prilly bergetar.

"Ya, gue juga tahu kali, kalau sini London bukan Jonggol!" hardik Prilly memutar bola matanya jengah.

Tengku terkekeh menatap wajah kesal Prilly. "Maaf, sekarang balik lo-gue lagi nih?" goda Tengku.

"Ya, itu lebih baik. Daripada aku-kamu tapi nggak jadi kita," sergah kesal Prilly.

Tengku semakin tertawa dibuatnya. "Maaf, gue nggak bisa jaga hati," ucap Tengku yang kali ini sepertinya dia serius.

"Gue udah maafin lo, dan gue nggak sakit hati kok, tenang aja, hati gue kan terbuat dari besi dan baja. Jadi mau dihantam ribuan ton kontainer, masih mampu bertahan," dusta Prilly yang kenyataannya dia hancur di dalamnya, namun karena menjaga image, dia mengakatakan hal demikian.

"Baguslah kalau begitu, gue lega. Yang pasti gue berdoa, semoga lo bisa dapetin cowok yang lebih baik daripada gue. Yang bisa bimbing lo di jalan yang bener dan bisa lindungi lo," ujar Tengku tulus.

"Makasih ya atas doanya. Tapi yang pasti gue akan dapetin pria itu," sahut Prilly mantap dan bangga.

"Lo mau menyumbang lagu?" tawar Tengku mempersilakan Prilly naik ke podium.

"Waaaaah, boleh. Lagu dangdut ya? Aku ra popo," gurau Prilly menutupi kepedihan hatinya.

"Jangan malu-maluin deh Pril. Udah dandan cantik, elegan, masa nyanyinya aku ra popo. Yang lebih pantas dong," protes Tengku.

"Iya deh, dengerin aja entar. Lagu Indonesia ya, tamu lo juga banyak yang dari Indonesia kan?" kata Prilly menatap mata Tengku yang begitu meneduhkan hatinya.

"Iya, sana!"

Prilly tersenyum manis, lantas naik ke podium dan mengarahkan bibirnya di mikrofon.

"Good night all, This evening, I will sing for a former lover me." Prilly menunjuk Tengku yang melototkan matanya kepada Prilly.

Prilly justru menjulurkan lidahnya tak acuh kepada Tengku. Dia mengambil gitar dan mulai menyanyikan sebuah lagu yang mencurahkan isi harinya saat ini.

Biar kisah cinta ini
Sampai disini sajalah
Jangan coba ganggu lagi
Aku telah kecewa

Dulu selalu kau ucapkan
Setiamu kepadaku
Tapi tuk saat ini
Kau duakan aku
Kau lebih memilih dia

Luka luka hatiku
Perih ... perih semua
Kau tancapkan duri cinta
Yang meracuni hidupku

Tolong aku Tuhan
Kuatkanlah aku
Semoga engkau bahagia
Bersama pilihan hatimu

Semoga engkau bahagia
Bersama pilihan hatimu

Di ujung lagu, Prilly menunjuk ke arah Tengku. "Thank, semoga kamu bahagia selalu ya, my friend."

Tengku tersenyum mendengar ucapan terakhir Prilly yang menyebutnya 'my friend'. Itu berarti Prilly sudah rela melepaskannya dan menganggapnya teman, meski dia sudah menyakiti hatinya.

Merelakan yang bukan milik kita, akan lebih melegakan hati. Melihat kenyataan meski terpahit sekalipun, namun tetap terus akan menjadi pelajaran dalam kehidupan kita. Jadi, lebih baik merelakan daripada mempertahankan jika akan selalu menyakitkan.

########

Asyeeeeeekkkkk.
Mas Tengku sudah selesai, urusannya. Beginilah jadi cewek, kalau ditinggal nikah! Harus seterong💪 sesakit apapun hati, tetap jaga harga diri. Sukaaaaaaa sama karakter cewek yang begini. Wkwkwkwkwkwk

Yang pernah ditinggal nikah, yang sabar ya? Hihihih

Aku lagi sibuk sama berondong DJ, jadi maaf kalau harus menunggu update ya? Hahahahaha
Nikmati saja yang ada. Udah dulu ya? Mau lanjut, bobo manja di bawah ketek berondong DJ😝

Makasih untuk vote dan komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top