INDONESIA, AKU KEMBALI
Angel tak sabar menunggu hari esok, sampai tengah malam dia masih terjaga. Dua koper besar sudah ia siapkan. Dia duduk di depan meja rias, lantas membuka benda beledu merah kesayangannya, Angel mengusap jepit rambut pemberian Raja. Sengaja, dia hanya menyalakan lampu tidur, hingga suasana di kamarnya remang.
"Aku akan pulang ke Indonesia, Ja. Semoga, aku bisa menemukanmu di sana. Aku akan datang, Ja," lirihnya mengusap jepit rambut mas berbentuk merak itu. Butiran air mata menggantung di pelupuknya.
Sudah sekian tahun, Angel berusaha melupakan Raja, namun dia tak pernah berhasil. Semakin dia memaksakan agar lupa, malah keinginannya untuk kembali semakin besar. Entahlah, apa yang akan Angel katakan nanti, jika sudah di hadapan Raja? Yang jelas, dia ingin bertemu Raja kembali. Sepeninggalan Raja, hatinya secara otomatis tertutup rapat. Rasanya, Angel tak ada lagi ketertarikan dengan pria lain. Maka dari itu, selama ini, dia tidak pernah memiliki kekasih, meski usianya sudah mencapai kepala dua.
"Angel?" panggil Prilly lirih mengejutkannya yang sedang sibuk mengamati jepit rambutnya itu.
Angel menyeka air matanya, lantas memasukkan benda beledu merah itu ke tasnya. Itu adalah benda pertama yang tak boleh ia lupakan.
"Mommy, kok belum tidur?" tanya Angel beranjak dari kursi riasnya, menghampiri Prilly yang sudah duduk di tepi ranjang.
"Mommy nggak bisa tidur. Tadi Mommy cuma mau ngecek kamu sama Cinta," jelas Prilly tampak raut wajahnya yang sendu.
Angel memeluk Prilly dari samping, dia menyandarkan kepalanya di bahu mommy yang begitu sabar mendengarkan keluh kesahnya selama ini.
"Mom, apa dia masih menungguku, seperti yang dulu pernah dia ucapkan?" tanya Angel menerawang ke masa kecilnya, ketika berpisah dengan Raja.
Prilly tersenyum dan mengelus rambutnya. "Tanyakan pada hatimu, apa katanya?"
Angel menegakkan tubuhnya, Prilly sedikit menggeser duduknya, kini mereka saling berhadapan. Angel menggenggam tangan Prilly, kekuatannya bisa sekuat dan setegar seperti saat ini berkat Prilly. Dia selalu memberikan harapan-harapan dan membuka matanya, untuk selalu menyadari serta menjalani kenyataan kerasnya kehidupan.
"Kalau kata hatiku, dia menepati janjinya. Dia masih menungguku, Mom." Prilly tersenyum manis seraya mengangguk, menyetujui ucapannya.
Dia membelai wajah cantik Angel, dan menatap setiap inci wajah cantik putrinya, dia membelai pipinya, menyentuh kedua matanya dan terakhir mencolek hidung mancungnya.
"Nggak terasa ya, anak Mommy sudah dewasa, perasaan baru kemarin Mommy gendong dan mengajak kamu bermain di taman, lari-lari, makan es krim bersama, dan ...." Prilly tak kuasa membendung kesedihannya, dia menangis dan memeluk Angel.
"Aaaaah ... Mommy jangan menangis. Semakin berat hati Angel buat berpisah. Satu tahun doang, Mom. Pasti nanti kita bisa berkumpul lagi," ujar Angel ikut menangis, namun tetap berusaha menghibur mommynya.
"Tapi, kita tidak pernah terpisah selama itu, Angel. Kita selalu bersama-sama," bantah Prilly membela diri.
Angel tahu, mommynya pasti akan begini. Lagaknya kalau di depan semua keluarga, sok kuat dan sok tegar, padahal dalam hatinya rapuh. Itulah Prilly, dari dulu tidak pernah memerlihatkan kesedihannya.
"Mom, minum yuk! Dingin nih!" ajak Angel menegakkan tubuh Prilly, berusaha mengalihkan kesedihannya.
Di London, minuman seperti itu sudah lumrah dan malah dikonsumsi sebagai penghangat badan saat cuaca dingin. Angel menarik Prilly, mengajaknya keluar dari kamar. Sesampainya di mini bar, Angel duduk terlebih dulu, sedangkan Prilly mengambil wiski beralkohol rendah dan dua sloki.
"Nanti kalau kamu sudah tinggal di Indonesia, sering-seringlah berkunjung ke rumah Oma, Auntie Lovely dan Auntie Gladis ya? Jangan lupa istirahat," wanti-wanti Prilly menuangkan wiski ke sloki.
Oma yang dimaksud Prilly adalah mamanya. Orangtua Prilly masih lengkap, dan mereka masih setia tinggal di salah satu daerah di Indonesia.
"Iya, Mom. Tenang saja. Angel kan sudah dewasa sekarang, bukan anak kecil lagi, Mom. Ayolah, Mom! Jangan perlakukan Angel seperti dulu, Angel sekarang sudah bisa kerja, sudah bisa masak, dan ...." Angel mengerling memotong ucapannya. "Dan juga ... sudah bisa belanja." Prilly terkekeh mendengar kata terakhir Angel.
Belanja, memang dapat diartikan luas, tapi yang dimaksud Angel kata 'Belanja' di sini adalah, membelanjakan upah kerjanya dengan membeli pakaian dan make up sebagai pendukung penampilannya.
"Oke ... oke, Mommy percaya kalau itu. Tapi ingat ya? Jangan boros, tabung penghasilanmu, siapa tahu nanti suatu saat, kamu ingin memiliki sesuatu sendiri. Misalnya, kamu mau investasi rumah, atau tanah, saat di Indonesia. Mommy mendukung kalau kamu menginvestasikan uangmu untuk itu, tapi-" ucapan Prilly terpotong.
"Kalau mobil dan handphone Mommy nggak setuju!" lanjut Angel cepat sudah hafal dengan kelanjutan yang akan Prilly katakan.
Mereka tertawa bersama, begitulah mereka, terkadang seperti teman yang saling mengisi satu sama lain. Di negara ini, Angel membatasi pergaulannya, tak ada satu orang pun di luar sana yang ia percayai, kecuali keluarganya sendiri. Bagi Angel, keluarga adalah sahabat dan orang-orang yang paling setia dan tulus. Selalu ada saat kondisi apa pun dan bagaimanapun dirinya.
***
Angel merentangkan kedua tangannya, begitu juga dengan Cinta. Mereka sama-sama menghirup udara dalam-dalam negara tercintanya. Angel sangat merindukan negaranya ini. Bagi Cinta, ini adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di Indonesia. Negaranya, yang belum pernah dia kunjungi, walaupun dulu mereka pernah liburan ke Indonesia, namun itu saja Cinta masih kecil, belum tahu apa-apa.
"Aku pulaaaaaang Indonesia!!!" pekik Angel bahagia sampai-sampai, orang-orang yang berlalu lalang di lobby bandara memerhatikannya.
Ali dan Prilly tersenyum sedikit membungkukkan tubuh mereka, meminta maaf kepada beberapa orang yang melihat ke arah mereka. Itu adalah ekspresi spontan Angel, saking bahagianya sudah berhasil kembali ke Indonesia.
"Angel," tegur Prilly sedikit berbisik.
Angel menurunkan tangannya, menoleh ke kana dan kiri, banyak orang yang memerhatikannya. Malu? Pastinya ....
"Mommy!" Angel langsung memeluk Prilly menyembunyikan wajah malunya.
Ali terkekeh mengacak rambut Angel. Yang belum menyadari situasi saat ini adalah Cinta. Dia masih merentangkan kedua tangannya dan memejamkan mata, merasakan suasana yang baru baginya. Senyuman tertarik dari kedua ujung bibirnya. Ali mendekatinya dan memeluknya, hingga dia baru tersadar.
"Apa kamu bahagia, Sayang?" tanya Ali mengecup pucuk kepala Cinta.
Cinta membalas pelukan Ali sangat erat. "Cinta sangat bahagia, Dad. Cinta mau tinggal di sini!"
Semua terkejut mendengar ucapan spontan Cinta. Namun mereka juga menyambutnya bahagia.
"Iya, sabar dulu. Nanti, setelah kamu menyelesaikan sekolah di London, baru kita akan pindah ke Indonesia. Oke?" sahut Ali meregangkan pelukkannya.
"Janji?" Cinta mengangkat jari kelingkingnya, menatap Ali serius.
Ali tertawa kecil dan mengusap kepala putri bontotnya itu. "Janji," balasnya menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Cinta.
"Daddy, berhutang padaku. Sampai bohong, awas! Cinta nggak mau sekolah!" ancamnya membuat semua tertawa gemas padanya.
"Iiiihhhh ... kamu kok lucu banget sih ...." Angel mencubit pipi Cinta dan memeluknya gemas.
Cinta membalas pelukan kakaknya. "Kita akan selalu besama kan, Kak?" tanya Cinta melo.
"Mulai dramanya?" ledek Angel melepas pelukan mereka.
"Serius!" rengek Cinta, menggertakkan kakinya ke lantai, belum bisa jauh dari Angel.
"Iyaaaaa. Kita akan selalu bersama Dedek cantik," jawab Angel mengacak sayang kepala Cinta.
Tin!
Suara klakson mobil menyadarkan mereka yang sudah sedari tadi menunggu jemputan. Pak Min, supir setia Ali turun dari mobil dan menyambut majikannya. Bi Inah sudah kembali ke Indonesia beberapa tahun yang lalu, karena faktor usia, dia tak mampu lagi bekerja jauh dari keluarganya. Alhasil, Ali dan Prilly memulangkannya ke Indonesia, namun masih dia pekerjakan untuk menjadi kepala ART di rumah mereka yang ada di sini.
"Tuan ... Nyonya," seru Pak Min ciri khas logat Jawanya keluar.
Pak Min langsung menjabat tangan Ali dan Prilly. Perasaan bahagia sangat dia rasakan. Kesetiaannya bekerja dengan Ali, hingga sampai saat ini masih bertahan. Walaupun majikannya, jarang pulang ke Indonesia, namun Pak Min setia menunggu. Memang hanya Ali yang sering bolak-balik London-Indonesia, karena urusan bisnis.
"Bagaimana kabarnya Pak Min? Semua sehat?" tanya Ali penuh perhatian.
"Alhamdulillah Tuan, semua sehat dan Bi Inah sama yang lainnya, sudah menyiapkan penyambutan buat Tuan dan Nyonya di rumah," terang Pak Min antusias dan sangat bahagia bisa kembali berkumpul bersama keluarga ini.
Pak Min membantu Ali memasukkan koper-kopernya di bagasi. Sedangkan Prilly dan kedua putrinya sudah masuk terlebih dulu ke mobil. Senyum bahagia selalu terpancar di wajah mereka.
"Mom, hari pertama kita akan ke mana?" tanya Angel tak sabar ingin berkeliling.
"Tempat pertama yang akan kita kunjungi adalah rumah Oma dan Opa," jawabnya sudah merindukan kedua orangtuanya.
Meski orangtuanya sering berkunjung, bila ada bisnis ke London, namun tetap saja rasa pertemuan di Indonesia berbeda dan lebih terasa spesial. Sebenarnya sedikit ada rasa beban di hati Prilly selama ini. Dia adalah anak tunggal, tapi selama ini, dia lebih mementingkan keluarga barunya, sampai-sampai dia tak ada waktu banyak untuk mendengar keluh kesah orangtuanya.
"Sudah siap?" tanya Pak Min bersiap menancap gasnya, Ali menoleh ke belakang melihat ketiga wanita berbeda generasi yang sudah memenuhi rongga hati dan merengkuh pusat perhatiannya.
"Siaaaaap!!!" seru Angel dan Cinta heboh menguasai ruang mobil.
Pak Min sangat bahagia. "Waaah ... sudah ndak sabar ya Non? Dulu Non Cinta pas pulang ke sini masih bayi. Cuma bisanya nangis, ngompol, sekarang sudah gede, cantik lagi!" puji Pak Min seraya menjalankan mobilnya.
"Itu kan dulu?" sahut Cinta lancar berbahasa Indonesia, Pak Min terkejut, tak ada logat luar negeri dari ucapannya.
"Loh? Non Cinta bisa to, paham bahasa Indonesia?" tanya Pak Min, semua tertawa.
"Bisa dong Pak Min. Soalnya ada komandannya, kalau di lingkungan rumah harus nasionalisme. Bendera Indonesia berkibar!" sungut Cinta mengerling Angel yang duduk di sebelahnya. Karena dia duduk di tengah-tengah, diapait oleh Prilly dan Angel.
"Waaaah, bagus itu, Non. Tak pikir ndak bisa bahasa Indonesian. Pak Min, sudah mau siap-siap beli kamus bahasa Inggris," gurau Pak Min menghangatkan suasana yang sedang macet.
Angel menoleh kanan dan kiri, dia merindukan semua ini. Banyak perubahan di negaranya, lebih maju namun kemacetan belum dapat terurai. Tapi, itu tak menjadi masalah baginya, yang penting dia sudah di Indonesia, dan akan mencari keberadaan Raja.
Prilly menatap keluar jendela, rindunya kepada orangtua sudah menyesakkan dada. Prilly tahu, papanya sudah membicarakan tentang bisnisnya kepada Ali. Dia hanya ingin lebih banyak memiliki waktu bersama orangtuanya. Jika orangtuanya diminta untuk tinggal besama, pasti papa Prilly selalu menolak. Mereka lebih nyaman tinggal di Indonesia, dalam situasi apa pun, yang penting papa mamanya tetap saling bersama. Prilly dan Ali tak pernah memaksa mereka, asal hubungan kedua keluarga masih terjalin baik dan mereka juga masih saling mengikuti perkembangan informasi yang dialami kedua orangtuanya, itu sudah cukup melegakan.
"Dad, kita akan pergi ke rumah Opa kapan?" tanya Angel tak sabar ingin menghirup udara sejuk di tempat tinggal orangtua Prilly sekarang.
Ali menoleh ke belakang, karena dia duduk di sebelah Pak Min. "Besok kita rencanakan ya? Yang pasti, secepatnya, sebelum acara ulang tahun Ziedan."
Mereka sengaja mengambil libur panjang, kebetulan berbarengan dengan liburan sekolah Cinta. Mereka ingin lebih lama sejenak bersantai di Indonesia, sebelum kembali pulang ke London dan disibukkan kembali dengan pekerjaan.
"Yes!!! Kita akan bertemu Opa sama Oma. Cinta tidak sabar ingin melihat rumah dan perkebunan kopi yang sering mereka ceritakan, Mom," pekik Cinta antusias.
"Iya, tapi tidak hari ini. Khusus hari ini, kita harus full time di rumah. Beristirahat!" tegas Prilly.
"Yaaaaah ...," keluh Angel dan Cinta bersamaan melemaskan badan mereka bersandar di sandaran jok.
Ali dan Prilly hanya tersenyum, melihat kedua putrinya seperti itu, suatu hal yang sangat membahagiakan buat mereka, melihat putrinya bahagia.
***
Sebuah sambutan meriah dari para pekerja di rumah ini, ketika mereka masuk ke dalam rumah sangat mengejutkan, namun juga membahagiakan. Prilly sangat merindukan rumah besar yang penuh dengan cerita cintanya dengan Ali. Dia mengedarkan pandangannya, berkeliling melihat-lihat, tak ada perubahan di rumah ini, dari dia meninggalkannya, sampai saat ini semua tetap sama. Air mata haru menutupi bola matanya. Ali memeluk Prilly dari belakang dan dia menempelkan pipinya dengan pipi istrinya.
"Kamu bahagia bisa kembali ke sini, Mom?" tanya Ali, Prilly menangis bahagia sampai tak mampu menjawab. Dia mengangguk membalikkan badan dan memeluk suaminya erat.
"Aku sangat bahagia, Dad. Rumah ini penuh kenangan buat kita. Di sini, awal cerita kita dimulai," isaknya menjawab, dalam pelukan Ali.
"Bukan kah ... awal cerita kita di jalan? Bukan di sini," goda Ali mengingatkan, awal pertemuan mereka dulu saat Prilly mabok berat sehingga menubruk mobil Ali.
Prilly tertawa lepas, jika mengingat masa lalu, berbagai rasa dirasakan. Suatu kesalahan, menjadi terkesan.
"Jangan diungkit itu lagi, Om! Saya malu!" timpal Prilly ikut mengenang masa lalu mereka, dia menelungkupkan wajahnya di dada Ali.
Ali ikut tertawa terbahak, seandainya mereka dapat mengulang waktu, mungkin saja mereka akan merubah cara pertemuan yang lebih baik. Namun, tak perlu diubah, karena segala cerita di masa lalu, biarpun itu dulu dirasa memalukan, ketika dibahas sekarang, menjadi kenangan yang lucu dan tak akan dilupakan.
"Mommyyyyyyyy ... Daddyyyyyyyy!!!" teriak Cinta melengking mengganggu mereka yang sedang berpelukan, mengenang masa lalu yang sangat indah bagi keduanya.
"Ya ampuuuun, anak-anak memang tidak pernah bisa membiarkan kita bermesraan sebeeentar ... saja," gerutu Ali melepaskan pelukannya.
"Itulah mereka, Dad," sahut Prilly tersenyum, mengangkat sebelah alisnya, memberi kode Ali, untuk mengajaknya naik ke atas, melihat hal apa yang membuat Cinta memanggil hingga demikian.
Ali merangkul Prilly, mereka menaiki anak tangga satu per satu. Mengingat masa lalu, ketika Prilly menjadi baby sitter Angel, saat pertama Ali terperangah menatap paha mulusnya, dan sebagainya. Ali tersenyum sendiri, lantas menggelengkan kepalanya. Suara gaduh terdengar di kamar Angel, mereka pun segera membuka pintu kamar itu. Ternyata Angel dan Cinta malah asyik berperang bantal dan guling sambil tertawa bersama. Prilly dan Ali membiarkan mereka, malah mereka asyik melihat perang bantal antara adik kakak itu. Prilly memeluk perut Ali dari samping dan meletakkan kepalanya di dada, nyaman, sedangkan tangan Ali merengkuh pinggangnya. Mereka tersenyum bahagia menyaksikan keakraban Angel dan Cinta.
THE END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top