CANGGUNG
Kini Ali dan Prilly saat berpapasan tak saling memandang dan menyapa. Bagaimana tidak?
Flashback
Ali terus melumat dan mengusap paha Prilly, tangan Ali yang lain menarik tubuh Prilly agar menempel pada tubuhnya. Mereka hanyut dalam suasana yang semakin memanas itu. Decapan menguasai tempat itu, Ali terus menghisap dan lebih dalam memasukkan lidahnya, menyapu dinding rongga mulut Prilly. Lidah mereka bersilat, tanpa ampun Ali terus saja menikmati bibir itu. Tangan Ali yang tadi mengelus paha, kini semakin menjalar naik meraba dada Prilly. Keduanya tak memberikan sedikitpun celah hanya untuk sekedar mengambil napas. Desahan dari bibir Prilly yang di makan Ali habis, membuat api gelora semakin membara. Tak terasa Ali meremas dada Prilly hingga lenguhan nikmat keluar dari bibirnya yang masih dihisap Ali penuh nafsu.
"Astogfirullohhaladzim," pekik Bi Inah yang baru saja bangun berniat untuk ke kamar mandi sambil menutup matanya.
Ali dan Prilly terlonjak kaget dan langsung saling menjauhkan diri. Napas keduanya masih memburu, bagian bawah Prilly sudah basah dan Ali? Yang pasti semakin membengkak dan sakit terhimpit celana dalamnya. Prilly merapikan daster dan rambutnya yang sudah acak-acakan.
"Maaf Tuan, saya nggak tahu," ujar Bi Inah takut.
Setelah Prilly merapikan pakaiannya, lalu dia berdiri meninggalkan Ali begitu saja naik ke kamarnya. Ali mengusap wajahnya kasar dan berlari menyusul Prilly tanpa memperdulikan Bi Inah yang masih gemetaran, berdiri di tempat.
"Prilly." Ali menahan pintu kamar Prilly yang hampir tertutup. "Maaf," ucap Ali merasa bersalah. "Aku khilaf," sambungnya.
Prilly tetap tak menanggapi karena dia juga bingung harus berbuat bagaimana. Dia langsung menutup pintunya tanpa menghiraukan Ali lagi.
flashback off
Semenjak itulah mereka bingung untuk bersikap saat saling berpapasan dan berhadapan. Prilly juga kini tak lagi membantu Bi Inah di dapur, dia merasa malu kepada Bi Inah. Ali dan Prilly kini lebih banyak diam, suasana di sekeliling mereka terasa canggung.
"Mommy, Angel pengen makan nasi goreng," rengek Angel saat dia melendot manja di dada Prilly sambil menemani Ali menonton tivi di ruang tengah, itu saja karena permintaan Angel. Seandainya tak karena Angel, Prilly tidak akan mau berlama-lama berhadapan dengan Ali. Bukan karena apa-apa, Prilly hanya merasa malu.
"Mau Mommy belikan nasi goreng?" tanya Prilly mengelus pipi Angel lembut.
Angel menggeleng dan mendongak menatap wajah Prilly. "Nggak mau, Angel maunya nasi goreng bikinan Mommy."
Prilly melirik Ali sekilas, Ali terlihat serius menatap televisi yang menayangkan tentang bisnis dunia. "Kamu juga mau nasi goreng?" tanya Prilly memberanikan diri membuka suara lebih dulu kepada Ali.
Ali yang menyadari bahwa Prilly sedang mengajaknya bicara langsung menatap Prilly. "Kamu mau keluar?"
"Nggak, mau bikin sendiri," jawab Prilly menunduk menyibukkan diri mengelus pipi Angel, menghindari tatapan Ali yang entah mengapa kini membuat dadanya berdebar-debar tak tenang.
"Boleh," jawab Ali karena jika menolak, Prilly akan semakin marah padanya, pikir Ali.
Prilly menegakkan tubuh Angel, lantas berdiri melewati Ali sambil terus menunduk. Saat Prilly sampai di dapur, dia sempat mendengar kasak-kusuk pelayan Ali yang sepertinya sedang membicarakannya.
"Ehem!" deheman Prilly mengagetkan semuanya.
Semua berhamburan saat melihat Prilly. Bi Inah dan Pak Men tersenyum canggung.
"Saya mau bikin nasi goreng, ada yang mau bantu saya?" tanya Prilly basa-basi.
Biasanya juga dia tak seperti ini, Prilly melakukan segala sesuatu di rumah ini, seperti rumah ini miliknya sendiri. Tapi entah kenapa semua sekarang terasa aneh dan canggung saat ingin melakukan kegiatan apapun.
"Mmm ... biar saya bantu Non," kata Bi Inah mendekat.
Prilly hanya mengangguk sedangkan yang lain menyibukkan diri dengan pekerjaannya masing-masing. Bi Inah sesekali melirik Prilly, entah apa yang ada di pikirannya, tapi lirikannya itu menyiratkan banyak tanda tanya.
"Pril," panggil Ali menghampiri ke dapur sambil menggendong Angel.
"Iya," jawab Prilly tanpa menoleh karena dia sedang mengupas bawang putih, selain itu dia masih malu dengan Ali.
"Nanti kalau udah selesai bawa ke ruang kerja aku aja. Aku sama Angel di sana," ujar Ali merasakan aura canggung di dapur itu.
Ali tak mempedulikannya, karena ini adalah rumahnya dan Ali yang menggaji mereka. Jadi untuk apa merasa sungkan?
"Ya," sahut Prilly masih tetap sama, tak mau menoleh.
Ali menghela napas dalam, lantas dia mengajak Angel masuk ke ruang kerjanya. Bi Inah masih terus membantu, hingga nasi goreng pun jadi.
"Sisanya, dimakan rame-rame aja Bi," kata Prilly sambil mengikat rambutnya keatas karena kegerahan.
"Iya Non, makasih," ucap Bi Inah.
"Yang harusnya bilang makasih saya Bi, karena udah dibantu masak malam-malam begini," sahut Prilly sambil mengambil dua gelas air putih dan meletakkan di penampan yang sudah ada dua piring nasi goreng untuk Ali dan Angel.
"Non Prilly nggak makan?" tanya Bi Inah, basa-basi yang ingin memecahkan suasana canggung ini.
"Nggak Bi, saya kalau udah diatas jam 6, nggak makan yang berat-berat," jawab Prilly mengangkat penampannya. "Ya sudah, saya tinggal ya?" Prilly melenggang menuju ke ruang kerja Ali.
Debaran jantung Prilly berjalan abnormal lagi, dia menarik napasnya dalam-dalam sebelum membuka pintu. Setelah perasaannya sedikit membaik, barulah dia membuka pintunya. Prilly melihat Angel duduk di sendirian di bawah lampu kerja. Suasana ruangan itu gelap, hanya lampu kerja yang menjadi pencahayaannya. Dimana Ali? Pikir Prilly.
"Angel?" panggil Prilly.
"Iya Mom." Angel membalikkan badannya, lantas dia turun dari kursi dan menghampiri Prilly yang membawa nasi goreng ke meja sofa yang ada di ruangan itu.
"Kok sendiri? Daddy mana?" tanya Prilly bingung sambil mengelus pipi Angel.
"Aku di sini Pril," sahut Ali, menegangkan tubuh Prilly.
Ali keluar dari kegelapan sambil membawa buku di tangannya. Dia menghampiri mereka yang sudah duduk di sofa.
"Kayak setan aja, sukanya digelap-gelapan," gumam Prilly yang masih dapat Ali dengar.
Ali sengaja duduk di sebelah Prilly, membuat jantung Prilly semakin ingin lepas dari tempatnya. Prilly mendengar di dadanya seperti ada ribuan gendang yang ditabuh bersamaan. Angel duduk di sofa single, sibuk memakan nasi gorengnya. Saat Prilly ingin berpindah tempat, tangan Ali menahannya.
"Mau kemana? Di sini saja," pintanya lembut. Prilly kembali duduk, tubuhnya terasa kaku dan bokongnya seperti terkena lem, sulit untuk digerakkan.
"Kamu nggak makan?" tanya Ali mengambil piring jatahnya.
"Mmm ... nggak," jawab Prilly singkat menormalkan detak jantungnya yang tak karuan itu.
"Mommy, kenapa nggak makan? Nanti sakit loh," sela Angel dengan pintarnya dia memakan nasi gorengnya sendiri sambil kakinya dia luruskan ke depan dan piring dia pangku.
"Angel aja tahu, kalau nggak makan nanti sakit. Apa perlu aku suapin?" goda Ali sudah menyendokkan nasi gorengnya.
"Aku diet," sanggah Prilly cepat.
"Ooooh, jangan keterlaluan begitu kalau diet. Nanti kalau kamu sakit, aku juga yang repot. Aaaaa." Ali mengarahkan sendoknya di depan mulut Prilly.
"Nggak Big Bos, aku nggak makan yang berat kalau malam," tolak Prilly menahan tangan Ali.
Ali tersenyum puas saat Prilly sudah mau menyentuhnya lagi dan berbicara banyak dengannya. Menyadari tangannya menyentuh tangan Ali, Prilly segera menurunkannya.
"Ya sudah, kalau nanti malam lapar, jangan salahin ya." Ali langsung menyantap nasi gorengnya.
Sedangkan Prilly mati-matian sibuk menormalkan jantungnya. Prilly duduk kaku di sebelah Ali yang santai menikmati makan malamnya, begitupun juga Angel. Setelah selesai makan, Prilly berniat untuk mengembalikan piring ke dapur, namun Ali mencegahnya.
"Biar diambil pelayan aja, kamu langsung naik ke atas, tamani Angel tidur ya?" perintah Ali lembut semakin mengacak-acak perasaan Prilly. Jika hati Prilly dapat berteriak, mungkin seluruh dunia akan menutup telinganya.
"Aaaaaa, maunya bobo sama Daddy," rengek Angel manja sambil memukul-mukul sofa.
"Sayang, Daddy ada pekerjaan yang harus diselesai malam ini. Besok Daddy ada presentasi," jelas Ali namun sepertinya kali ini Angel tak mau mengerti.
Angel sudah mulai cemberut dan tatapannya penuh amarah. Jika sudah seperti itu, pasti sebentar lagi dia akan menangis. Benar saja, tanpa hitungan menit, Angel melepaskan tangisannya. Prilly langsung berdiri menghampirinya dan menggendongnya keluar dari ruang kerja Ali.
"Cup cup cup sayang, Angel, dengerin Mommy." Prilly berusaha menenangkan Angel yang masih terus menangis. "Daddy harus menyelesaikan pekerjaannya, jadi malam ini Angel bobo sama Mommy ya?" bujuk Prilly kali ini tak mempan bagi Angel.
"Mau sama Daddy, huaaaaaaaa ... Daddyyyyyyyyyyy." Tangisan Angel terdengar sampai di ruang kerja Ali.
Meski Prilly sudah membawa Angel masuk ke kamarnya, namun Angel masih saja terus menangis. Ali melepas kacamata bacanya, lantas dia menutup laptopnya dan menyusul Angel ke kamarnya. Prilly sudah membaringkan Angel di ranjang sambil memeluknya dan mengusap-usap punggungnya agar tangisannya mereda, namun Angel belum juga berhenti menangis. Ali masuk ke kamar Angel begitu saja dan menutup pintunya. Dia menghampiri Angel yang ada di dalam dekapan Prilly dan mengelus punggungnya lembut.
"Sudah ... sudah ... sudah, jangan menangis lagi, cup cup cup, iya Daddy temani Angel bobo." Ali naik di atas ranjang, lalu membalikkan tubuh Angel untuk gantian dia dekap.
Setelah Angel di dalam dekapan Ali, Prilly berniat untuk turun dari ranjang. Namun tangan mungil Angel menahan ujung bajunya.
"Mommy mau kemana?" tanya Angel masih sesekali terdengar isaknya.
"Mau ...." Prilly menatap Ali, sambil menunjuk pintu.
"Jangan pergi," pinta Angel dengan sesenggukan.
Melihat gadis kecilnya seperti itu, Prilly pun tak tega untuk menolak keinginannya.
Dia menatap Ali. "Sudahlah ... berbaringlah. Aku tidak akan berbuat macam-macam di depan anakku," ucap Ali meyakinkan Prilly.
Akhirnya Prilly pun kembali membaringkan tubuhnya, meski sedikit ragu. Angel mengarahkan tangan Prilly untuk memeluknya, dan dia pun tak melepaskan tangan Prilly, meski pun, tangan Prilly sudah memeluk tubuh mungilnya. Hati Angel sudah merasa baik saat Ali mendekapnya dan Prilly memeluknya dari belakang. Prilly menunduk tak berani menatap wajah Ali, hingga tangan Ali menarik dagunya agar dia mendongak menatapnya.
"Masih marah?" tanya Ali pelan karena dia merasakan napas Angel sudah teratur, itu tandanya dia sudah tertidur.
"Nggak, ngapain harus marah," elak Prilly belum berani menatap mata Ali yang sudah mampu memporak-porandakan hatinya saat ini.
Ali hanya tersenyum lega, setidaknya jika sudah ada pembicaraan seperti ini, hatinya sudah dapat tenang.
"Maaf, aku ...," ucapan Ali terputus.
"Sudahlah, jangan dibahas lagi. Kita sama-sama khilaf dan sama-sama tak ada yang menolak, itu berarti, kita sama-sama menginginkan," ujar Prilly yang tak ingin lagi membahas soal malam itu.
Ali hanya mengangguk dan tersenyum simpul. "Tidurlah, tengah malam nanti, aku harus bangun untuk menyelesaikan pekerjaanku," kata Ali mengusap lembut dahi Prilly, membuat Prilly merasa nyaman dan kantuknya pun tiba.
Mata Prilly semakin berat saat jari Ali terus mengelus keningnya. Tatapan Ali tak pernah sedikitpun berpaling untuk melihat wajah Prilly yang tertidur tenang di bawah lampu temaram.
"Aku menginginkanmu Prilly," lirihnya sebelum dia beranjak dari tempat tidur untuk kembali ke ruang kerjanya.
Sebelum keluar kamar, Ali menyelimuti dua Angel berbeda generasi itu dan satu kecupan melayang di masing-masing kening mereka.
"Good night my Angel," ucap Ali kepada Angel dan Prilly.
Ali keluar dari kamar Angel dan menuju ke ruang kerjanya.
***
Pagi ini hujan turun cukup deras, membuat suasana malas untuk melakukan aktivitas. Ali yang dari semalam tidak tidur, terlihat jelas dari wajahnya, meski sudah mandi.
"Nggak tidur ya semalam?" tanya Prilly mengoleskan selai di roti Ali.
"Nggak sempat," jawab Ali menerima rotinya yang sudah selesai Prilly olesi selai. "Boleh minta tolong?" tanya Ali menggantung.
"Iya, apa?" sahut Prilly ketus sambil memberikan roti satu lagi kepada Angel.
"Buatkan aku kopi," pintanya lesu.
"Ya, tunggu sebentar." Prilly beranjak ke dapur, membuatkan kopi untuk Ali.
"Pagi Non," sapa Bi Inah dan yang lainnya.
"Pagi juga," jawab Prilly yang langsung membuatkan Ali kopi hitam yang cukup kental.
"Bi, bekalnya Angel nanti tolong bawa ke depan ya?" pinta Prilly setelah selesai membuat kopi.
"Baik Non," sahut Bi Inah mengangguk.
Prilly kembali ke ruang makan, melihat Ali meletakkan kepalanya di atas meja makan. Prilly menghela napas dalam, sampai sebegitu bos besarnya bekerja demi kelangsungan ribuan karyawannya.
"Big Bos." Prilly mengguncangkan tubuh Ali dan meletakkan kopinya di meja.
"Angel, makannya sudah selesai Sayang?" tanya Prilly merapikan rambutnya.
Ali mendongakkan kepalanya, wajahnya terlihat kusut dan lesu. Dia langsung menyeruput kopinya.
"Kalau nggak kuat mending nggak usah kerja dulu aja," kata Prilly sambil menyisir rambut Angel.
"Kalau aku nggak kerja, terus mau kasih makan apa kalian?" ujar Ali santai.
"Nasi lah, masa iya kerikil!" sungut Prilly selesai mengikat rambut Angel.
Angel yang mendengar perdebatan kecil Ali dan Prilly hanya terkekeh sambil menutup mulutnya.
"Nasi dari apa?" tanya Ali yang belum mau mengalah dari Prilly.
"Beras lah! Anak TK aja juga tahu," jawab Prilly nyolot.
"Iya, emang berasnya panen sendiri? Nggak kan?" desak Ali terus tak ingin mengalah berdebat dengan Prilly pagi ini.
"Udah ah! Males pagi-pagi udah debat." Prilly memasukkan bekal Angel ke dalam tas.
"Kamu hari ini jangan keluar ya? Di rumah aja, mungkin aku pulang siang. Sekalian Angel aku yang jemput," ujar Ali lemas dengan mata yang sangat berat.
"Iya," jawab Prilly selesai menyiapkan keperluan Angel dan Ali.
#########
Kok berasa udah kayak keluarga, tapi belum sah. Wkwkwkwk
Kan, jadi kurang nonjok rasanya. Hahahaha lol
~ Biarin kurang nonjok, yang penting udah bisa omes😝😝😝😝😋 wkwkwkkwkwkk
Makasih ya untuk vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top