BERSAMAMU LEBIH BAIK
Sebelum membaca, pemeriksaan E-KTP dulu ya? Di bawah 18 thn, pintar-pintar mencerna. Ok👍? Karena cerita ini sedikit gesrek, maklum otak author lama vakum menulis yang gesrek. Hahahaha lol😝
######
Hujan rintik-rintik di luar tak mengurangi semangat Ali, Prilly dan Angel untuk mengawali aktivitasnya. Seperti hari-hari biasanya, Prilly sudah sibuk membantu Angel menyiapkan keperluan sekolahnya. Sudah satu bulan di rumah Ali, Prilly dapat menghafal semua kebiasaan Angel sekaligus Ali.
"Selamat pagi Daddy," sapa Prilly menirukan suara Angel saat menyapa Ali.
Ali yang baru saja menyeruput teh hangatnya sambil membaca koran, mendengar sapaan itu langsung tersedak dan menyemburkan teh yang berada di mulutnya. Prilly dan Angel terkekeh lantas mereka duduk ikut bergabung bersama Ali di meja makan.
"Selamat pagi Daddy," sapa Angel manis, lantas dia berlutut di kursi sambil mencium pipi Ali.
Ali membalas ciuman di kening dan di kedua sisi pipi Angel. "Pagi juga Sayang," balasnya.
Prilly sudah terbiasa melihat adegan itu setiap pagi. Ternyata Ali tak seburuk yang ia pikirkan selama ini. Ali adalah daddy yang baik dan dia juga pria dewasa yang bertanggung jawab, menurut penilaian Prilly selama ini.
"Aku minta no rekening kamu ya? Hari ini aku transfer uang kamu," kata Ali yang kini mengubah sapaan Anda-saya menjadi aku-kamu.
Semua atas kemauan Prilly yang tak ingin terlalu formal dan terkesan kaku saat melakukan komunikasi sehari-hari menggunakan Anda-saya.
"Baiklah, nanti akan aku chat di WA kamu," sahut Prilly mengoleskan selai ke atas roti Angel sekaligus untuk Ali.
Secara tak langsung kini Prilly juga telah terbiasa mengurus apa yang Ali butuhkan.
"Daddy, pulang sekolah kita main ke mall yuk?" ajak Angel merajuk.
"Maaf Sayang, hari ini Daddy bakalan sibuk. Ada kolega dari luar negeri yang datang. Jadi Daddy harus siap di kantor," jelas Ali membuat hati Angel sedih.
Angel menunduk menghabiskan rotinya, Prilly yang melihat wajah cemberut Angel tak tega. Dia melirik Ali yang sibuk mengecek email di handphone-nya, seperti ada sebuah lampu di atas kepala Prilly, dia tersenyum penuh arti, menyeringai kepada Ali.
'Lihat saja nanti,' batin Prilly tertawa jahat di dalam hati.
"Sudah sarapannya?" tanya Prilly melihat roti Angel susah habis.
"Sudah Mommy," kata Angel masih merasa sedih karena keinginannya untuk mengajak Ali bermain ke mall, ditolak.
"Baiklah, Mommy siapkan bekal kamu dulu ya." Prilly beranjak dari duduknya berniat untuk ke dapur.
"Prilly," panggil Ali saat dia sampai di samping meja bar.
"Yaps!" Prilly membalikkan badannya.
"Tolong, sekalian ambilkan jas aku yang warna hitam di ruang biasa Bi Inah menyetrika," pinta Ali santai.
"Ya," balas Prilly datar, diiringi gerutuan, "sebenarnya gue ini baby sisternya Angel atau dia sih? Heran deh! Perasaan dulu nggak semanja gini, apa-apa bisa ambil sendiri."
Setelah beberapa menit, akhirnya Prilly kembali ke ruang makan, membawakan jas yang Ali maksud dan sekotak bekal untuk Angel.
"Ini." Prilly memberikan jasnya kepada Ali. "Angel, nanti waktu istirahat, jangan lupa bekalnya di makan ya." Prilly memasukkan kotak bekal milik Angel ke dalam tas sekolahnya. "Terus ini, Mommy kasih kamu susu kotak kesukaan kamu," sambung Prilly memamerkan susu kotak rasa stroberi kesukaan Angel.
"Yeaaaaaa, asyiiiiiik. Terima kasih Mommy." Angel turun dari kursi menghampiri Prilly, langsung memeluk kakinya.
Ali sudah terbiasa melihat mereka seperti itu, hingga detik ini, Angel masih mengira jika Prilly adalah mommy kandungnya.
"Sudah siap semua kan? Sekarang waktunya kita berangkat." Ali mengelap bibirnya dengan tisu dan memakai jasnya.
Setiap pagi, jika Ali tidak ada meeting di luar kantor, atau sedang tidak ada pekerjaan ke luar kota, Prilly mengantar Angel ke sekolah satu mobil dengannya. Sudah seperti keluarga kecil bahagia, saat mereka mengantar Angel bersama ke sekolah. Dari awal kedatangan Prilly di rumahnya, Ali juga semakin bersemangat menjalani aktivitas kesehariannya.
"Eeeeehhhh, tunggu!" cegah Prilly saat Ali sudah siap dengan jas necisnya dan Angel sudah menggendong tas punggungnya.
"Apa lagi?" tanya Ali.
"Tas aku masih di atas." Prilly segera berlari ke kamarnya untuk mengambil tas jinjingnya.
Semenjak dia tinggal bersama Ali, cara berpakaian Prilly pun lebih sopan dan tertata rapi. Menyesuaikan kebiasaan Ali yang selalu rapi dan wangi.
"Tunggu Mommy di mobil aja yuk!" ajak Ali menggandeng tangan Angel.
Senyum tak pernah pudar dari bibir Angel, hari-harinya terisi dengan suka cita dan lebih bewarna. Apalagi, Prilly selalu memanjakannya. Setelah beberapa menit menunggu di dalam mobil, akhirnya Prilly pun menghampiri. Di dalam mobil mewah itu, Prilly duduk di sebelah Ali memangku Angel. Sepanjang perjalanan menuju ke sekolahan, Angel dan Prilly selalu berisik dan sesekali mereka tertawa lepas. Ali yang melihat kelakuan wanita berbeda generasi di depannya itu, terkadang merasa pusing karena tingkah mereka, ada kalanya Ali dibuat kesal, terharu, dan bahagia.
"Angel Sayang, jangan lupa ya pesan Mommy tadi. Terus kalau ibu guru menjelaskan, Angel harus ...." Prilly sengaja menggantung perkataannya agar Angel melanjutkan apa yang dia maksud.
"Mendengarkan," sambung Angel.
"Pinter," puji Prilly lantas mencium kedua pipi Angel sebelum gadis kecil itu berpamitan dengan Ali.
"Daddy, Angel sekolah dulu ya," pamit Angel memeluk leher Ali meski dia masih di pangkuan Prilly.
"Belajar yang rajin ya Sayang," petuah Ali mencium kening Angel.
Prilly turun mengantar Angel sampai di depan kelasnya. Ali yang melihat sifat keibuan Prilly, merasa melihat sosok orang yang berbeda saat awal pertemuan mereka dulu. Prilly kembali masuk ke dalam mobil, beginilah keseharian Prilly, setelah mengantar Angel, dia harus keliling dulu ikut Pak Men, mengantar big bosnya ke kantor.
"Aku mau ke kantornya Gladis," izin Prilly di tengah perjalanan.
"Ya. Tapi jangan sampai lupa jemput Angel," peringatan Ali menatapnya tegas.
"Iya ... iya, bawel! Nggak bakalan lupa kalau itu mah. Tenang aja," seru Prilly percaya diri. Ali hanya menganggukkan kepalanya. Dia sudah mempercayai Prilly jika soal Angel, belum soal hatinya.
Sampai di kantor Ali, Prilly tak pernah ikut turun. Dia selalu di dalam mobil, setelah Ali turun, Pak Men segera melajukan mobilnya ke kantor tempat Prilly dulu bekerja.
"Gladiiiiiiiiis," pekik Prilly setelah berhasil menemukan sahabat baiknya itu.
Seperti orang yang sudah lama tidak bertemu, mereka saling memeluk manja dan berjingkrak. "Gila lo! Berasa satu abad nggak ketemu lo seminggu. Gimana? Betah dengan pekerjaan baru lo itu?" tanya Gladis mengajak Prilly duduk di sofa.
Gladis mengambilkan bir kaleng dingin yang selalu tersedia di ruangannya. Dia membukakan untuk Prilly dan juga dirinya.
"Baby sister kelas wahid, ya ... gue ini. Bayangin aja, gue digaji 100 juta per bulan, cuma ngurusin anak kecil. Nemenin dia main, nidurin dia ...." ucapan Prilly terpotong. "Tapi nggak nidurin bapaknya juga kan?" sahut Gladis cepat disusul tawanya yang menggelegar menguasai ruang kerjanya.
Pletak!
Prilly menjitak kepala Gladis pelan. "Kampret lo! Lo pikir gue cewek apaan nidurin om-om. Yang ada om-om itu yang nidurin gue!"
Ups! Prilly menutup mulutnya karena merasa salah bicara. Gladis semakin tertawa lepas hingga memegangi perutnya. "Gila lo ... gila ... gila ... gila!" umpat Gladis meletakkan birnya di meja.
"Sejak Angel minta ditemenin tidur, sering sih gue mergokin Big Bos masuk ke kamar, terus dia selalu mengutarakan isi hatinya kepada Angel yang sudah terlelap tidur sambil membelai kepalanya. Gue kan nggak budeg Dis, jadi gue samar-samar masih dengar semua yang dia bicarakan," cerita Prilly sambil membuka bungkus snack untuk dia cemil.
"Terus apa aja yang sering dia katakan sama anaknya," tanya Gladis penasaran.
"Dasar, kepo!" Prilly meraup wajah Gladis lalu terkekeh melihat sahabat baiknya itu mencebikkan bibirnya. "Intinya gue merasa kasihan sama dia. Walaupun hidupnya bergelimpangan harta, tapi hatinya kesepian. Ck, kasihan," decak Prilly membayangkan raut wajah Ali saat sedih.
"Memang dia kelihatannya bahagia karena punya uang banyak, tapi orang tidak tahu bagaimana isi hatinya," sungut Gladis.
"Ya," jawab Prilly singkat.
"Habis ini, mau kemana lo?" tanya Gladis meminta snack yang sedari tadi Prilly cemil.
"Biasa, jemput anak emasnya Big Bos."
"Weeeeeh, udah kayak ibu rumah tangga aja lo," ledek Gladis diiringi tawanya.
"Kampret lo!" Gladis semakin tergelak tawa keras.
Waktu telah tiba, saatnya Prilly harus menjemput Angel. Mengobrol dengan Gladis membuat dia tak menyadari, waktu yang begitu cepat baginya. Setelah Angel bersama dia, Prilly tak langsung mengajak Angel pulang ke rumah.
"Mommy, kok ke kantor Daddy?" tanya Angel setelah mobil berhenti di lobby kantor Ali.
"Katanya mau ngajak Daddy jalan-jalan ke mall?" sahut Prilly sambil membantu Angel mengganti baju serangannya dengan pakaian nyaman untuk bepergian.
Angel hanya menurut saja, apa yang Prilly lakukan kepadanya. Setelah dia siap, Prilly menggandeng tangan Angel masuk ke kantor Ali.
"Permisi Mbak," sapa Prilly kepada resepsionis.
"Iya Mbak, ada yang dapat saya bantu?" tanya resepsionis itu sopan.
"Apa Big Bos ada?" tanya Prilly membuat resepsionis itu bingung.
"Big Bos?" ulang resepsionis.
"Maksud saya Mister Jhehan Aliandra Wijaya," jelas Prilly.
"Ooooh, Mister Ali," ujar resepsionis tadi melihat penampilan Prilly dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Mmm, maaf sebelumnya apa sudah ada janji?" tanya resepsionis tadi ragu.
"Harus ya ... saya buat janji dulu? Bilang saja dimana ruangannya. Anaknya nyariin," gertak Prilly nyolot membuat resepsionis tadi takut.
"Tapi maaf Mbak, Mister Ali sedang ada tamu. Jadi nggak bisa diganggu," kata resepsionis tadi takut karena Prilly menatapnya tajam.
"Ya sudah, biar saya sendiri yang mencari ruangannya." Prilly mengajak Angel meninggalkan resepsionis tadi.
"Mbak ... tung ...." Resepsionis tadi kalah cepat saat ingin menahan Prilly, karena dia dan Angel sudah lebih dulu masuk ke lift.
Prilly menuju ke lantai paling atas, karena biasanya pemilik perusahaan akan memiliki satu tempat khusus di lantai tertinggi, dan itu adalah wilayah kekuasaannya. Setelah sampai di lantai atas, Prilly bertanya kepada seorang wanita yang duduk di depan sebuah ruangan yang Prilly lihat hanya ruangan itu yang ada di lantai ini.
"Maaf Mbak, apa benar ini ruangannya Mister Ali?" tanya Prilly masih saja setia menggandeng tangan Angel.
Wanita yang sedang Prilly hadapi itu melongo melihat penampilannya dari atas hingga bawah. Prilly ikut melihat dirinya sendiri, apa ada yang salah dengannya? Mengapa sedari tadi orang-orang menatapnya seperti itu?
"Mbak?" panggil Prilly menyadarkan sekretaris Ali tersebut.
"Eh iya," jawabnya gugup.
Prilly hanya tersenyum lantas bertanya lagi, "Mister Ali apa di dalam?" Prilly menunjuk ruangan tersebut dengan menampilkan senyuman terbaiknya kepada sekretaris itu.
"Iya, tapi Mister Ali ...." Belum juga sekretaris tadi selesai bicara, Prilly sudah lebih dulu membuka pintu ruangan tersebut, dan Angel pun langsung masuk dengan memekik ceria.
"Daddyyyyyyyy." Ali terkejut, ternyata benar kata dua wanita yang diluar tadi, Ali sedang berbicara dengan seorang wanita sexy di ruangannya.
Angel langsung memeluk Ali dan mencium pipinya. Wanita yang duduk di depan meja Ali dengan pakaian super mini, hanya dapat tercengang mendengar anak gadis memanggilnya 'Daddy'. Prilly yang berdiri di samping meja kerja Ali, memperhatikan penampilan wanita tersebut. Dari raut wajahnya, Prilly menangkap aura wajah ketertarikan dia kepada Ali. Sebuah ide konyol terbesit di kepalanya.
"Daddy?" panggil Prilly dibuat semanja mungkin sambil menghampiri Ali yang sudah memangku Angel. Ali yang mendengar panggilan Prilly tadi tampak shock. "Apakah jam makan siang, tetap harus masih menemani kolega? Seharusnya kamu itu pulang ke rumah dan makan bersama keluarga," ujar Prilly berpura-pura membenarkan dasi Ali, dengan berlagak manja, sambil melirik wanita di depannya, yang wajahnya sudah merah menahan emosi.
"Prilly, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ali bingung melihat sikap Prilly yang tak biasa itu.
"Mau ngajakin Daddy pulang, buat nemenin kita jalan-jalan ke mall. Bukan kah begitu Angel, Sayang?" jawab Prilly mengerling sengaja memanasi wanita tersebut.
"Mister Ali, lain kali kita lanjutkan lagi obrolannya. Sebaiknya saya kembali ke hotel." Wanita tadi beranjak dari duduknya.
"Miss Viona, tunggu," cegah Ali, menghangatkan hati wanita yang dia panggil 'Viona' itu.
Viona tersenyum penuh kemenangan, lantas dia membalikkan badannya. "Maaf atas gangguan ini, lain kesempatan kita lanjutkan obrolan tadi. Terima kasih waktunya."
Eng Ing Ong! Zonk!
Viona tercengang dengan apa yang dikatakan Ali tadi. Dia pikir Ali mencegahnya pergi agar mereka dapat melanjutkan obrolannya di tempat lain, tanpa ada yang mengganggu entah siapapun itu. Ternyata Ali menyetujui basa-basinya. Prilly mengulum bibirnya menahan tawa saat melihat wajah emosi Viona.
"Ya sudah, permisi," pamit Viona marah membuat Ali mengerutkan dahinya tak mengerti.
Setelah Viona meninggalkan ruangan tersebut, Prilly melepaskan tawanya. Ali dan Angel menatapnya heran.
"Kenapa kamu tertawa sampai seperti itu?" tegur Ali menghentikan tawa Prilly.
"Ya ampun Big Bos, wajah wanita itu tadi, lucu sekali. Bikin aku nggak bisa nahan tawa," ucap Prilly enteng sambil menunjuk pintu dan melanjutkan tawanya, yang kini diikuti Angel.
Mereka berdua tertawa terbahak, membuat Ali harus mengelus dada. Begitulah salah satu kejahilan Prilly yang dapat menghidupkan suasana dan yang selalu dapat membuat Ali pusing tujuh keliling. Ali menyandarkan tubuhnya lemas di sandaran kursi kebesarannya, sedangkan Prilly dan Angel masih saja terbahak.
"Lama-lama aku gila dibuat kalian," gumam Ali menepuk jidatnya sendiri. Angel dan Prilly semakin tertawa keras, melihat wajah lesu Ali.
########
Duh ... happy ya? Mau lagi? Puas-puasin dulu deh. Hahahaha
Makasih untuk vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top