4 : Putri Heaven dan pertemuan
Mentari telah berbenam beberapa jam yang lalu. Alsera sendiri tengah berdiri di teras rumahnya dan memandang langit yang penuh dengan bintang. Dirinya telah sampai di rumah semenjak satu jam yang lalu dari studio.
Ia memandang bintang, dan yang paling terang di sana ialah Heaven, rumahnya. Ia merindukannya. Merindukan Ibunya yang merupakan Ratu Heaven.
Alsera Faresta adalah seorang putri dari kerajaan Heaven, yang ditugaskan untuk misi penting--sangat amat penting.
Alsera mengangkat tangannya. Menggerakan jemari lentiknya, dan muncul sebuah layar tak kasat mata dihadapannya. Layar yang menghubungkannya ke Heaven.
"Ratu ...," panggil Alsera pelan.
Tidak lama, tampaknya seorang sosok yang mirip dengan Alsera, atau tepatnya Alsera yang mirip dengannya.
Emily Faresta, Sang Ratu Heaven.
"Alseraku sayang, bagaimana dunia manusia?" tanya Ratu Emily.
"Dunia yang kejam Ratu, tapi aku cukup nyaman di sini," jawab Alsera.
"Aku merindukanmu," ujar Ratu Emily di mana itu membuat kedua sudut bibir Alsera tertarik ke atas, "tapi kau punya tugas yang sangat amat penting."
Senyum Alsera memudar. "Aku tahu, Ratu, aku akan segera menyelesaikannya."
"Aku mengirim dirimu, karena hanya dirimu yang dapat mengambilnya," ujarnya sesaat sebelum Alsera melenyapkan layar komunikasi itu.
Alsera bangkit. Tangannya mengepal di depan dada. Ia merasa sedih. Ia merindukan sosok Ibunya yang harus ia hormati sebagai Ratu. Perlahan Alsera membentangkan sayapnya. Mengepakannya perlahan dan mengangkat tubuhnya.
Baju Alsera kembali menjadi sebuah gaun putih bercorak abu-abu yang senada dengan warna matanya. Rambut hitamnya berpadu dengan princess crown yang bertengger manis dikepalanya.
Alsera mengepakan sayapnya. Menggerakan jemari tangannya dan membuka pintu. Melesat ke angkasa. Berputar-putar sebelum akhirnya terhenti, terbang di udara. Merasakan semilir angin menyapa setiap lekuk tubuh Alsera menciptakan perasaan nyaman.
"Mahkota yang sangat indah, Tuan Putri."
Sesosok bayangan muncul dari kegelapan.
---00---
Raditya Axel terbangun dari tidur malamnya yang lelap. Nafasnya terengah-engah. Sebab mimpinya semalam. Mimpi di mana dirinya menjadi sebuah roh dan menyaksikan pertemuan antara dua rival sejati, yakni malaikat dan iblis.
"Mahkota yang sangat Indah, Tuan Putri." Sesosok bayangan muncul dari kegelapan mengejutkan sosok menyerupai Malaikat dengan mahkota di atas kepalanya.
Mata malaikat itu menatap sosok itu tajam. "Pangeran Hell," malaikat itu menggeram, "mau apa kau?"
"Menyapa seorang yang akan menjadi sainganku dalam upaya mendapatkan sebuah barang berharga." Iblis itu terbang mendekat ke malaikat. Aura mencekam Sang Iblis sama sekali tidak membuat Sang Malaikat takut sedikit pun.
"Oh," ujar malaikat itu datar.
"Jangan pura-pura tidak tahu. Kau pasti tau bahwa akan ada seorang dari dunia manusia akan----"
Axel mengacak rambutnya frustasi. Ia mengutuk dirinya. Dirinya terbangun di saat mimpi itu tampak nyata dan penting! Menyebalkan! batinnya.
Axel menghela napas yang sangat panjang sesaat sebelum memutuskan untuk bangkit dan bersiap pergi ke sekolah.
Beberapa menit kemudian, Axel keluar dengan pakaian rapi, serta kacamata yang telah bertengger manis di hidungnya. Ia memasukan setiap buku mata pelajaran yang diperlukan, dan tidak lupa baju ganti serta kamera kesayangannya.
"Ma, pa, aku pergi dulu," ujarnya seraya memandang sebuah photo yang menampilkan sebuah keluarga.
Ada laki-laki dan satu perempuan saling berpelukan mesra, di bawah antara kakinya terselip seorang anak kecil dengan wajah cemberut ingin ikut berphoto, itulah Axel. Laki-laki dan perempuan itu adalah kedua orang tuanya yang telah meninggal.
"Aku pasti sukses, Pa! Ma!" Axel tersenyum lebar dan mengunci pintu rumahnya. Melangkahkan kakinya menuju tempat yang dipenuhi banyak buku, ilmu, ocehan, masalah, kebahagiaan, bernama sekolah.
Tak berapa lama dirinya sampai di gerbang sekolah, bersamaan dengan Alsera. Alsera melemparkan senyum manis ke arah Axel. Axel tersenyum sesaat sebelum wajahnya kembali datar karena melihat sepasang sayap tak kasat mata di punggung Alsera.
"Dasar menyeramkan."
Alsera melotot sesaat, lalu kembali tersenyum. "Terserah. Dimata manusia lain gue cantik kok," ujarnya.
Axel lemparkan pandangan hmmm? Masa-sih? yang di balas kekehan oleh Alsera.
"Kemarin lo baik banget ya, sekarang jadi jutek," ledek Alsera.
"Karena di kamera sayap lo nggak keliatan, gue lupa kalau lo itu mahluk astral." Axel berlalu pergi tak acuh.
Alsera menggelengkan kepalanya sekilas, kemudian ikut melangkah masuk ke dalam sekolah.
Mata abunya yang memancarkan ketegasan membuat semua orang terpaku pada Alsera. Memandang Alsera lekat-lekat hingga sosok yang dipandangi menoleh dan tersenyum pada satu orang.
"Se ... ra," sapanya gugup. Mata birunya segera bertemu dengan mata abu Alsera.
"Dion. Kenapa liatin gue?" tanya Alsera dengan senyumannya.
Dion mengerjap sesaat, sebelum cengiran jahilnya tampak menghiasi. "Semua orang juga memandangi lo, Ser. Lo itu cantik sih."
Axel mengangkat satu alisnya saat menyaksikan kegiatan aneh yang terjadi itu. Astaga Dion kesambet apa pagi-pagi, batin Axel.
"Terima kasih." Kemudian Alsera berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Dion yang terkejut dengan semua yang terjadi.
Dion melotot sesaat kala menyadari kelakuannya yang aneh tadi. Dirinya berdeham sekilas dan berbalik. Menahan malu karena dirinya bertingkah aneh di depan sosok yang harusnya bisa menjadi teman.
Axel hanya menggeleng. Dirinya merangkul Dion dengan akrab dan berkata, "Lo kesambet apa?"
Dion menatap Axel dengan ekspresi marah, kesal, dan bingung. "Dia cantik, bro."
"Hmmm," gumam Axel.
"Lo liat apa dari dia pas kemaren masuk? Apa dia malaikat makanya dia cantik kek gitu?" tanya Dion curiga.
"Bisa jadi." Axel menepuk-nepuk bahu Dion dan kembali berlalu pergi.
Dion mematung sesaat. Saat sepenuhnya sadar Dion melambaikan tangannya dan mengejar Axel. "Apa?! Apa?! Dia malaikat 'kan?!"
Axel terkekeh. "Kalo dia iblis lu masih kek gitu?"
"Ehmm ...," Dion tampak memikirkannya sejenak, "mung---"
"Karena lo pasti jawab nggak. Jadi gue bilang aja dia iblis biar lu nggak berkelakukan kayak tadi," potong Axel seraya menaikan kacamatanya.
"Enak aja temen gue lo bilang iblis!" teriak sebuah suara cempreng dari belakang Axel dan Dion.
"Elo?" tanya Axel tak percaya dengan penglihatannya.
.
.
.
-To Be Continue-
Oke ... jadi berapa lama Icha nggak update cerita ini? *nangis* Ada yang masih baca?
23 Febuari 2016.
Dengan Imajinasi,
Ichaa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top