09 • Trigonometry
…
'D-7 Final Exam'
Satu kalimat sebagai pengingat yang terpampang dengan sengaja di papan tulis di depan kelas entah mengapa menjadi suatu kalimat keramat bagi para siswa. Hari-hari ke depannya tak sedikit siswa menjadi gila. Itu berlaku bagi para siswa ambisius, tetapi tidak bagi siswa yang tak mempedulikan angka tercetak pada selembar kertas itu. Salah satunya Min YoonA. Masuk perguruan tinggi saja ia tak kepikiran karena kondisinya yang sepertinya tak memungkinkan. Sebut saja ia pecundang sudah menyerah lebih dulu.
"Baiklah, kita akhiri pelajaran kita sampai sini. Ingat, seminggu lagi pekan ujian dan jangan lupa belajar yang giat!" pungkas Guru Kim sembari membenarkan posisi kacamata kotak khasnya. "Ah, dan kau … Choi Yeonjun!"
Lelaki pemilik mata monolid itu terkesiap lalu refleks menunjuk dirinya sendiri seolah-olah tak tahu apa-apa. "Ya? Kenapa dengan saya, Pak?"
"Bapak tahu kau seorang trainee idol, tapi jangan lupakan kewajibanmu bahwa kau masih seorang siswa yang harus memprioritaskan belajar untuk ujian, paham?"
Dengan menahan emosi agar tak kesal sebagai bentuk sopan santun terhadap gurunya, Yeonjun menarik garis simetris mengejawantah senyum paksa. "Baik, laksanakan, Pak!"
Sebelum benar-benar keluar dari ruang kelas, Guru Kim saling adu tatap dengan Yeonjun yang masih terus mempertahankan senyumannya—yang sebenarnya malah terlihat konyol—sebagai peringatan bahwa ia tengah mengancam dan akan mengawasinya. Baru setelah Guru Kim raib dari pandangan, Yeonjun menghela napas simultan bola matanya berotasi kesal. Pasti saja setiap pekan ujian Guru Kim selalu begitu padanya sebab tahu bagaimana nilai di bidang akademik yang tercetak pada selembar kertas hasil evaluasinya tak sebagus nilai olahraga. Terlebih lagi ia adalah seorang trainee yang sejujurnya memiliki waktu sedikit untuk mempelajari ulang mata pelajaran sekolah. Jika saja bisa, ia ingin bertukar otak dengan Beomgyu. Sebab, bagaimana bisa anak itu selalu malas-malasan dan tak peduli soal ujian, nilai, dan tetek bengek menyoal akademik, tetapi selalu mendapat nilai di atas standar? Malah Yeonjun juga tahu kebiasaan Beomgyu sama seperti dirinya; tidur saat jam pelajaran.
"Yoon, hari ini kau jadi, 'kan?" celetuk Hyuka kala melihat YoonA tengah beres-beres hendak pergi. YoonA mengangguk singkat.
Sementara Yeonjun yang sempat menguping, ikut menyeletuk, "YoonA mau ke mana, Kai? Jadi apa?"
"Katanya belajar.bersama.berdua.dengan.Kang.Taehyun," seloroh Hyuka dengan penekanan di setiap leksikal kata. Jangan lupakan senyuman jahil tercanang di wajahnya yang memang tak perlu senyum jahil pun sudah terlihat menyebalkan akan muka jahilnya.
"Oh? Kau?" Ekspresi kaget Yeonjun berubah menjadi tawa yang meledak. "Wah, ini benar-benar perubahan besar dari seorang Min YoonA! Jika Beomgyu tahu, kau habis-habisan diledeki dia. Setiap diajak belajar bersama dengan Soobin kau 'kan sukanya tidur bukan belajar. Kau yakin benar-benar belajar, 'kan?"
"Kekuatan cinta. Pasti materi kali ini masuk ke kepalanya. Mana mungkin ia tertidur kalau di sampingnya ada lelaki tampan incarannya. Apalagi kecerdasan Taehyun salah satu siswa unggulan di kelas khusus. Intinya, tak perlu diragukan lagi," imbuh Hyuka.
YoonA mendelik tajam ke arah Hyuka maupun Yeonjun yang tengah tertawa puas. "Sudah meledeknya?"
Tetap saja kedua lelaki itu adalah temannya. Seakan-akan hidupnya itu tak puas meledeki YoonA. Kendati sebenarnya tak separah ledekan Beomgyu padanya. Ah, mengingat namanya saja sudah buat dia pusing dan kesal melanda dalam satu waktu. Untung saja ia tak satu kelas dengan si beruang tukang hibernasi itu.
"Teman mau berubah lebih baik bukannya didukung malah diledek terus. Ya sudah, aku pergi dulu. Kalian jangan menyesal ya, kalau nilaiku nanti ternyata lebih bagus dari kalian." Begitu mengatakannya, YoonA melenggang pergi.
"Jangan lupa tak hanya kabari hasil ujianmu nanti, tapi kabari juga hubungan kalian!" teriak Yeonjun.
"Aku mendukungmu, Min YoonA!" Itu Hyuka, tak mau kalah. Lalu mereka melanjutkan tawa sekeras-kerasnya usai mendapat jari tengah dari YoonA sebelum gadis itu melenggang buru-buru pergi.
Perasaan dongkol yang diimplementasikan dengan gerutuan lolos dari ceruk bibirnya selama perjalanan melewati koridor sekolah. Memang benar kalau ia tak seperti Min YoonA yang biasanya tak peduli dengan belajar sebelum ujian. Namun kali ini berbeda, ia antusias menyetujui ajakan Taehyun belajar bersama. Entah karena orang yang mengajaknya belajar itu Taehyun atau karena tebusan rasa bersalahnya yang selalu menarik kesana kemari Taehyun tanpa perizinan. Ya, anggaplah ia mengakui jika dirinya adalah orang tukang memaksa. Mungkin Taehyun berpikir demikian.
Obsidian kembarnya menangkap punggung tegap yang kini tengah membelakanginya tepat di pintu utama sekolah. Baru saja tungkai jenjangnya mengayun antusias sinkron dengan birai senyum cerah terpatri di wajahnya seketika luntur. Ia mengurungkan niat untuk mengagetkannya kala mendapati Taehyun melempar senyum pada seorang gadis di hadapannya. YoonA memicingkan mata, menelisik siapa gerangan gadis yang bisa-bisanya mengantongi senyuman Taehyun yang langka.
"Taehyun, apa kau sudah menunggu lama?"
Lelaki Kang itu menoleh, menemukan kedatangan gadis Min yang membuatnya menunggu usai jam sekolah. "Cukup lama. Jika aku tak berbaik hati, lebih baik aku tinggalkan kau saja."
YoonA mencibir lalu atensinya teralihkan pada gadis tadi yang membuatnya penasaran. Netranya membeliak lalu kurva manis berusaha diciptakan sebagai bentuk ramah tamah. Pasalnya ia pun mengenal sosok gadis di depannya itu meski tak tahu namanya.
"Kau … gadis yang kemarin, 'kan?" pastinya.
Gadis itu memamerkan senyuman serta matanya membentuk bulan sabit sembari menganggukan dua kali jemala lalu sedikit membungkuk. "Halo, Kak. Namaku Seo Jangmi," ujarnya. "Benar, aku yang kemarin. Aku mau berterima kasih pada kakak-kakak sekalian sudah menyelamatkanku kemarin. Sebenarnya kebetulan aku bertemu Kak Taehyun juga dan Kak …." Jangmi menggantungkan kalimatnya.
Sadar jika Jangmi tak mengetahui namanya, lekas YoonA menyambung, "YoonA. Aku Min YoonA," seraya menyambar lengan Jangmi untuk berjabat tangan.
"Tak kusangka ternyata kau satu sekolah dengan kami."
"Aku juga tak menyangka yang menyelamatkanku kemarin itu Kak Taehyun dan Kak YoonA."
"Mendengarmu memanggil kami dengan embel-embel 'kakak' berarti kau adik kelas kami?"
"Ehm, aku tahun kedua."
"Ekhem." Dehaman Taehyun menginterupsi dialog dua gadis yang memang sudah umum perempuan itu ceriwis. Terlebih lagi eksistensinya dilupakan. Lantas kedua gadis itu menoleh pada sumber suara lalu mereka saling bertukar tatap disambung kekehan yang sedari tadi ditahan.
"Bayi besarku merajuk, hm?" seloroh YoonA. Alih-alih dongkol sebab malu dipanggil begitu, pipi Taehyun terpoles rona merah dan salah tingkah. Bisa-bisanya gadis Min ini selalu berbicara tanpa difilter oleh inti jemalanya maupun mulutnya.
Jangmi sadar akan situasi kalau ia tak seharusnya berada di dalam lingkar atmosfer sejoli itu lantas hendak undur diri. "Ah, sepertinya aku mengganggu kalian. Kalau begitu aku pamit pergi ke ruang belajar sebelum makin larut."
"Iya—"
"Eh, kau mau pergi ke ruang belajar juga untuk persiapan pekan ujian, 'kan?" YoonA menyela Taehyun. "Bagaimana kalau kita pergi bersama ke sana lalu belajar bersama juga? Taehyun yang akan ajari. Kapan lagi 'kan ada tutor semuda dan setampan Kang Taehyun?"
Jangmi sedikit ragu, sementara Taehyun memejamkan mata berusaha menahan kekesalan akan tindak dadakan YoonA. Mau tak mau ia harus menuruti sebab memang tak ada salahnya juga mengajari orang guna berbagi ilmu. Toh, itu suatu kebaikan, 'kan?
YoonA dengan sigap menarik lengan Jangmi yang tak kunjung memberi jawaban. "Ayo, jangan ragu begitu! Kita orang baik kok, dan kami memastikan agar pria jahat kemarin pun takkan mengganggumu lagi."
Benar, tak hanya itu. Taehyun pun berpikir ini bukan ide yang buruk. Tak bohong jika Taehyun mengkhawatirkan kejadian kemarin terulang lagi terhadap gadis bernama Seo Jangmi itu.
***
"Oh, kalau sin 30 ditambah cos 60 itu kenapa bisa jadi satu?"
"Karena nilai sin 30 itu setengah, begitu pun cos 60 juga nilainya setengah. Kalau setengah ditambah setengah jadi satu, 'kan? Paham?"
YoonA mengangguk ragu sembari menggaruk kepalanya dengan pensil. Ya, tandanya ia sedikit paham dan banyak tidak pahamnya.
"Kau ini bagaimana, ini 'kan materi trigonometri di kelas satu," Taehyun menggerutu. Begitu pun YoonA.
"Kau 'kan tahu otakku ini tak secerdas dirimu yang masih ingat pelajaran yang lalu."
"Baiklah-baiklah. Kalau begitu hafalkan tabel trigonometri ini dan kerjakan latihan soal-soalnya. Kalau sudah, aku akan memeriksanya. Biar kau ingat!"
Taehyun kembali berkutat dengan buku tebalnya. Membaca soal, menggarisbawahi kata penting, membuat coretan, lalu membuat jawaban. Begitu terus hingga sebuah pensil menyentuh lengannya. Taehyun menoleh, itu bukan ulah YoonA, melainkan ulah Jangmi.
"Kak Taehyun," panggilnya ragu.
Dengan senang hati Taehyun mengindahkan, ia mengangkat alisnya sebagai respons seolah-olah bertanya 'ada apa?'.
"Ini … apa aku boleh bertanya? Kurasa aku masih tak mengerti materi ini."
"Tentu saja."
Jangmi memangkas jarak dengan Taehyun seraya menyodorkan bukunya dan menunjuk materi mana yang belum dipahaminya agar dijelaskan oleh Taehyun. Sedang YoonA yang tak sengaja mengamati mereka hanya menggerutu sebab Taehyun menjelaskan pada Jangmi begitu detail dan pelan. Tak seperti pada dirinya yang lebih ke seperti mengomel kala menjelaskan. Pilih kasih! pikirnya. Apa seharusnya ia tak mengajak Jangmi tadi? Mengapa ia begitu menyesal padahal bukankah itu suatu kebaikan mengajak orang belajar bersama? Ah, tidak tahulah. Perasaan semrawut macam apa ini yang mengusiknya? Ia akhirnya memutuskan kembali berkutat menghafal tabel trigonometri seperti apa yang disuruh Taehyun tadi.
Sementara Taehyun menjelaskan, sesekali Jangmi mencuri pandang. Di dalam benaknya, Kak Taehyun itu memang tampan seperti apa yang selalu digunjingkan satu sekolah. Namun, katanya sulit sekali mendekatinya sebab ia terkesan cuek dan menarik diri untuk berinteraksi dengan yang lain. Hingga dikabarkan seorang gadis dari kelas reguler, bukan gadis luar biasa yang masuk kelas khusus ataupun masuk jajaran unggulan kelas dapat menarik hati Taehyun. Begitu yang digunjingkan seantero sekolah. Gadis itu Min YoonA yang selalu ada di dekat Taehyun akhir-akhir ini. Namun, saat Jangmi bertanya pada mereka berkencan atau tidak, jawabannya yaitu tidak.
Senyuman Jangmi merekah. Jika mereka tak ada hubungan apa-apa, bukankah tak salah 'kan kalau ia mendekatinya? Toh, Taehyun itu seratus kali lebih baik dari mantan kekasih Jangmi kemarin yang selalu menyakitinya baik fisik maupun psikis.
Selesai menjelaskan, Taehyun memastikan Jangmi sudah paham atau tidak. Tentu saja Jangmi kelabakan, takut terciduk kalau ia sedari tadi malah memperhatikan wajah Taehyun, bukan penjelasannya.
"Aku mengerti sekarang, Kak. Terima kasih," kilahnya.
Taehyun menganggukkan kepala lalu menoleh beralih pada YoonA. Memastikan gadis itu benar-benar menuruti perintahnya. "Yoon, bagaimana? Apa kau sudah ha—YoonA!" Pekikan histeris Taehyun kala mendapati darah mengalir dari rongga hidung YoonA.
YoonA menoleh, mengernyitkan dahi bingung. Lalu ia menyadari sesuatu yang hangat mengaliri filtrumnya. Ia menyentuhnya memastikan bukan cairan merah sialan itu lagi yang harus keluar. Sayangnya, iya. Memang apalagi yang harus ia harapkan? Jika lendir yang keluar dari rongga hidung, justru itu membuatnya malu.
Dengan sigap Taehyun mengambil tisu—entah mengapa ia pun ikut antisipasi selalu membawanya—dan menyeka cairan merah pada filtrum milik YoonA. "Mendongak!" titah Taehyun, nadanya kentara sekali sangat cemas dan panik. Begitu yang terdengar oleh YoonA maupun Jangmi di sana yang berusaha menawarkan bantuan apalagi, tetapi YoonA menolak.
YoonA menatap langsung bagaimana raut muka Taehyun yang mencemaskannya. Bagaimana Taehyun menahan belakang kepala YoonA seraya menyumpalkan tisu agar cairan merah itu tak keluar lagi tanpa seizinnya. Bibirnya berkedut ingin mengukir kurva, tetapi agaknya tak pantas tersenyum di sikon seperti ini.
Sebelum jantungnya benar-benar melompat dari tempatnya karena degupan yang terlalu cepat, YoonA lekas mengambil alih segala tindakan Taehyun padanya agar ia melakukannya sendiri. Taehyun menyerahkannya, tetapi air mukanya masih terlalu cemas.
"Kita pulang saja, ya?"
Oh, bagaimana bisa ia menolak ajakan Taehyun yang jarang berbicara dengan nada lembut dengan wajah teduh seperti ini? Ia seperti bukan Kang Taehyun yang biasanya cuek dan frontal.
Tak ada pilihan lain, YoonA mengangguk pelan. Mendapat persetujuan, lekas Taehyun membereskan buku-buku dan alat tulis miliknya dan milik YoonA. Meski perdebatan kecil terjadi karena YoonA terlalu merepotkan Taehyun.
"Jangmi, tidak apa-apa 'kan kalau kami pulang lebih duluan dan meninggalkanmu sendirian?"
"Oh, tidak apa-apa kok, Kak Taehyun. Lagi pula tadinya aku memang akan belajar sendiri."
"Maafkan aku, ya. Padahal tadi aku yang mengajakmu belajar bersama."
"Tak perlu minta maaf, Kak YoonA. Lebih baik Kak YoonA pulang saja mengingat kondisi Kakak."
"Kami pulang duluan ya, Jangmi. Hati-hati juga nanti saat kau pulang!"
"Baik, Kak. Hati-hati juga kalian dan semoga tak terjadi apa-apa lagi dengan Kak YoonA."
Begitu konversasi dengan segala basa-basi pamitan usai, Jangmi memandang kepergian mereka. Senyum getir terukir kala melihat punggung mereka saja sudah terlihat cocok. Sepertinya pupus sudah harapannya sebelum ia berjuang. Ia merasa tak seharusnya menjadi orang ketiga di antara mereka.
Sementara Taehyun dan YoonA sudah berada di dalam bus. Beruntung sekali begitu mereka sampai ke halte, busnya pun datang. Sepanjang jalan Taehyun memastikan YoonA baik-baik saja hingga pertanyaan yang selalu berkelibat dalam benaknya perlu terlontar demi melangiskan rasa penasarannya.
"Kau benar-benar baik-baik saja, 'kan? Sebenarnya kau kenapa seringkali mimisan?"
YoonA bungkam, butuh beberapa saat untuk menjawab. "Aku hanya kecapekan saja. Tak perlu dipikirkan," jawabnya sekenanya.
Sejujurnya, jawabannya terkesan ambigu dan belum cukup melenyapkan rasa penasarannya. Taehyun merasa ada sesuatu yang ia tak ketahui. Namun, agaknya cukup sampai sini dulu ia bertanya. Toh, ia belum sedekat itu dengan YoonA hingga gadis itu membagi kepercayaan padanya.
"Taehyun."
"Hm?"
"Boleh aku pinjam pundakmu?" Taehyun tak lekas menjawab, ia hanya mengernyit bingung. "Aku ingin tidur sebentar. Kalau sudah sampai, bangunkan aku, ya?"
Taehyun paham. Ia mengangguk dan dengan senang hati memberikan pundaknya sebagai sandaran kepala YoonA. Sementara gadis itu sudah memejamkan mata, Taehyun mengulas senyum samar. Tak apa kali ini ia hanya sebagai sandaran kepala YoonA kala terlelap singkat, kali saja di lain waktu ia bisa menjadi sandaran bagi YoonA hingga gadis itu mau menceritakan semua yang terjadi sebenarnya padanya. Hanya saja mereka butuh waktu. Ya, waktu yang akan mengatur semuanya.[]
…
Selamat berbuka puasa bagi yang berpuasa!
[170421]
—luv, ara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top