6. The Dark Axelia 2.
Axelia melangkah di taman kerajaan Adromaliys. Menyentuh bunga-bunga yang tengah bermekaran. Langkah Axelia semakin pasti saat ia melihat tangga tinggi menuju gedung istana utama. Axelia menepukkan kedua tangannya saat kakinya mulai menaiki tangga. Tiba-tiba lantai tangga tersebut penuh dengan kelopak bunga mawar merah. Axelia menatap keatas saat taburan bunga mawar merah juga mengiringi setiap langkahnya. Mahkota kecil yang mulai bersinar membuat seluruh gaun Axelia berubah.
Gaun putih yang berubah menjadi merah lengkap dengan hiasan yang membuat kecantikan Axelia terpancar jelas. Perlahan mahkota Axelia menghilang dengan taburan bunga mawar yang masih mengiringi langkahnya. Axelia terus melangkah dan tersenyum saat matanya bertemu dengan Leon Arsenio Afton. Sedangkan Leon hanya diam dan terpaku melihat Axelia yang melangkah di bawah taburan bunga mawar merah. Kesadaranya seakan hilang saat matanya menatap mata Axelia.
Axelia mendekati Leon, mengelilingi tubuh Leon dan menarik baju Leon agar mendekatinya. Menatap mata Leon dalam hingga Leon semakin terhanyut akan kecantikan Axelia. Tangan Leon perlahan terulur untuk merengkuh tubuh Axelia semakin merapat pada tubuhnya. Namun Axelia lebih dulu mendekatkan dirinya dan membisikkan sesuatu yang membuat Leon membelalakkan matanya.
"Rasamu begitu menggoda, hingga aku ingin menghancurkannya."
Axelia tersenyum mendapati Leon yang masih terpaku. Axelia melangkah pelan meninggalkan Leon dengan anggun. Sedangkan Leon seakan berpikir keras untuk memecahkan kata-kata yabg Axelia ucapkan. Langkah Axelia semakin jauh untuk memasuki sebuah ruangan. Leon yang tersadar mengikuti langkah Axelia dengan cepat. Menuju ruangan dimana tubuh Ayahnya terbaring bagai manekin mati. Namun saat Leon sampai di ruangan tersebut, sosok Axelia sama sekali tak ia temukan. Leon terus mencari karena mulai merasa khawatir dengan keadaan tubuh Ayahnya.
"Sial! Siapa dia berani memasuki ruangan terlarang yang aku ciptakan!" teriak Leon gusar.
Lain halnya dengan kerajaan Zagan. Dexter Floryan Achilles tengah mengadakan pesta kecil. Dexter terlihat bahagia dikelilingi oleh beberapa wanita cantik yang tengah menuangkan minum di gelasnya. Bahkan tak jarang Dexter mengecup pipi salah satu dari mereka. Axelia yang telah sampai di kerajaan Zagan tersenyum sinis. Melihat pesta kecil tersebut dan menatap Dexter dari jauh. Axelia mendekat dan melewati Dexter dengan anggun. Berlalu dan tersenyum manis saat tatapan Dexter mengikuti langkahnya.
Dexter langsung bangun dan mengikuti langkah Axelia. Terus berlari kecil karena pergerakan Axelia yang sangat cepat. Axelia tersenyum dan terus melangkah dengan sesekali menoleh kebelakang. Memberi kode pada Dexter agar terus mengikutinya. Hingga akhirnya Axelia sampai pada sebuah kamar mewah yang indah. Axelia duduk bersandar di atas meja dan tersenyum saat Dexter menemukannya. Menyilangkan kaki jenjangnya hingga paha mulus Axelia terlihat jelas.
Dexter tersenyum melihat itu semua. Semakin mendekat dan semakin terpesona saat wajah Axelia semakin dekat dan jelas. Kecantikan yang terpancar dengan senyum menggoda dan tubuh seksi yang Axelia miliki membuat Dexter tak dapat berpikir dengan benar. Dexter semakin mendekati Axelia dan berdiri tepat di depan tubuh Axelia.
"Kau cantik," ucap Dexter pelan. Hal itu membuat Axelia semakin tersenyum manis.
Tangan Dexter terulur untuk menyentuh wajah Axelia, namun dengan cepat Axelia menahan tangan Dexter.
"Jangan menyentuhku," ucap Axelia lembut bagai bisikan. Senyum Axelia terkembang saat jari lentiknya menyentuh wajah Dexter lembut. "... karena aku datang untuk melenyapkan kalian." sambung Axelia dalam hati.
Dalam keterpesonaan, Dexter semakin hanyut akan senyum Axelia. Tak ada yang dapat menyadarkannya hingga Axelia pergi menghilang lalu Dexter terlihat begitu kehilangan. Semua hal yang Axelia lakukan seakan melekat di kepala mereka. Kecantikan, keanggunan, dan senyum manis yang menggiurkan, mampu membuat lima Pangeran iblis itu bagai tersihir dan tak dapat melupakan wajah Axelia.
Kini Axelia tengah tersenyum di kerajaan Orthon dengan Arven yang tak mengerti permainan Axelia. Axelia berbalik dan menatap Arven lama. Membuat Arven tertunduk takut dengan tatapan Axelia.
"Arven, kau tak pernah mengatakan padaku bahwa para Raja yang menghancurkan kerajaanku tak lagi mempunyai jiwa."
Arven tertunduk. "Yang Mulia, itu-"
"Katakan yang sebenarnya," potong Axelia cepat.
"Jiwa mereka, berada di tangan Yang Mulia."
"Berada di tanganku?" tanya Axelia mengulang perkataan Arven.
Arven kian menunduk. "Yang Mulia, itu semua karena Yang Mulia penguasa kegelapan."
Axelia tersenyum sinis. "Apa yang terjadi jika aku membangkitkan mereka?"
Arven cukup tercengang mendengar perkataan Axelia. Membangkitkan para Raja yang menghancurkan Orthon? Bukankah itu juga akan membangkitkan kenangan pahit? Arven kembali menatap sesaat senyum sinis yang terkembang di bibir tipis Axelia.
"Apakah Yang Mulia akan membangkitkan mereka semua?" tanya Arven pelan dengan rasa ketidaksetujuan.
"Akan sangat menyenangkan jika bermain dengan tikus sekarat lalu membangkitkan mereka hingga aku membuat mereka sekarat kembali. Aku ingin membuat mereka menderita lalu mati perlahan secara mengenaskan!" Axelia tertawa tipis hingga membuat Arven kian menunduk.
Arven bergidik ngeri mendengar perkataan Axelia. Hingga Arven memilih untuk diam dan menunggu perintah Axelia selanjutnya. Tak lama mereka kembali ke dunia manusia setelah menutupi seluruh kerajaan Orthon dengan aura kegelapan yang Axelia miliki. Kerajaan Orthon bagai lenyap hingga tak tampak sama sekali.
***
Pagi ini Axelia terbangun dengan malas. Entah kenapa seluruh tubuhnya terasa begitu lemas. Namun mata Axelia terbelalak kaget saat mendapati tubuhnya memakai pakaian ala kerajaan yang terlihat asing. Axelia melangkah mendekati kaca dan menatap pantulan bayangannya. Make up tipis dengan seluruh tatanan rambut yang tak pernah Axelia bayangkan, membuat Axelia bergerak mendekati kaca.
"Ini ...," Axelia mengulurkan tangannya pada kaca untuk menyentuh bayangannya sendiri.
Mata Axelia kembali terbelalak kaget saat bayangan dirinya menyeringai dan menatapnya tajam. Sontak Axelia mundur selangkah saat bayangan dirinya mulai bergerak merapikan rambut panjang yang tergerai sedikit.
"Axelia Acantha," ucap bayangan tersebut pelan.
Axelia menggeleng dan mengusap kedua matanya. "Tidak. Aku pasti sudah gila jika melihat bayanganku sendiri berbicara dan memanggil namaku." Axelia kembali menatap bayangannya di cermin yang tersenyum sinis.
"Benar, kau tak gila hingga tahu bahwa aku adalah dirimu. Axelia, aku adalah dirimu. Aku ... adalah dirimu!" ucap bayangan tersebut dingin penuh penekanan.
Seketika semua ruangan terlihat samar saat mata Axelia tak sanggup lagi bertahan. Gelap menyongsong dengan tubuh Axelia yang terjatuh di lantai. Lalu bayangan dalam cermin tersebut juga menghilang dengan kabut asap putih tipis yang mengiringinya. Arven yang mengetahui hal itu segera masuk kedalam kamar Axelia. Mengangkat tubuh Axelia dan kembali merebahkan di atas tempat tidur.
"Awal perkenalan dengan sisi gelap Yang Mulia." Arven menghela napas dalam membayangkan betapa mengerikan senyum sinis yang Axelia miliki saat menjadi Ratu kegelapan.
"Ahk, Ratuku yang sekarang pasti sangat terkejut saat mengetahui sisi dirinya yang lain," ujar Arven pelan. Arven menggunakan kekuatannya untuk mengembalikan seluruh tatanan pakaian kerajaan yang Axelia kenakan. Semua berganti dengan pakaian yang biasa Axelia gunakan saat berada di dunia manusia.
Sebuah ketukan pintu diiringi dengan panggilan nama Axelia membuat Arven menoleh cepat. Arven segera menghilang dan menyamarkan tubuhnya. Tak lama Nenek yang mengasuh Axelia masuk dan membelai wajah Axelia.
"Axelia, sudah waktunya bangun. Bukankah kau harus kesekolah?"
Suatu pergerakan kecil membuat sang Nenek tersenyum. Perlahan mata Axelia terbuka dan menatap sekelilingnya dengan takut. Lalu beralih pada tubuhnya yang telah menggunakan pakaian seperti manusia pada umumnya. Mata Axelia menoleh ke samping dan mendapati sang Nenek ada bersamanya. Hal itu semakin membuat Axelia bernapas lega.
"Benar, aku pasti hanya bermimpi. Semua itu tak mungkin," ucap Axelia dalam hati saat mengingat kejadian yang membuatnya takut.
Axelia segera bergegas saat sang Nenek keluar dari kamarnya. Mempersiapkan segala keperluan sekolah hingga akhirnya Axelia kembali menatap bayangan tubuhnya di depan cermin. Tak ada perubahan di sana hingga Axelia bernapas lega. Axelia mengelus dadanya dan berujar pelan.
"Benar, aku pasti sudah gila jika mengira bahwa mimpi itu jadi kenyataan."
Axelia keluar kamar dan berpamitan pada Neneknya. Melangkah cepat untuk bergegas menuju sekolahnya. Senyumnya terkembang saat melihat Kay tengah menunggu dan melambaikan tangan padanya. Axelia menatap senyum tipis di bibir Kay yang membuat hatinya menghangat. Lalu ikut melambaikan tangan pada Kay yang masih berdiri menunggunya.
"Kay...!" seru Axelia sambil berlari menghampiri Kay yang masih tersenyum manis.
"Hei, kau terlihat," ucap Kay mengantung sesaat sambil memperhatikan gadis di depan tubuhnya. "... cantik." sambung Kay lagi.
Untuk sesaat rona merah itu hadir di kedua pipi Axelia. Axelia meninju perut Kay ringan. "Apa kau tengah merayuku?"
Kay tertawa kecil. "Aku hanya berkata jujur. Apa kau berharap aku berkata kau buruk dan ingusan seperti saat masih kecil?"
Mata Axelia melotot. "Jahat!" Axelia mencibirkan bibirnya dan melangkah lebih dulu.
Kay tertawa melihat reaksi Axelia. Dengan cepat Kay menarik tangan Axelia dan membawa tubuh Axelia mendekati tubuhnya. "Baiklah, kau Axeliaku yang cantik dari dulu. Karena aku ...,"
Axelia menaikkan satu alisnya menunggu kata-kata Kay yang terpotong. "Karena aku?" ulang Axelia mengikuti kata-kata Kay.
"Karena aku sudah tahu semua tentangmu. Termasuk saat kau mengompol jika ketakutan. Hahaha," alih Kay cepat diiringi tawa yang menggema.
Hal itu membuat Axelia samakin kesal. Jantung Axelia bahkan berdetak lebih cepat untuk sesaat. Namun saat mendengar tawa Kay yang menyebalkan membuat Axelia mendengus kesal.
"Kau menyebalkan!" teriak Axelia kesal.
Kay semakin tertawa melihat reaksi Axelia. Dengan pelan Kay menggenggam tangan Axelia dan menatap kedepan. Berjalan pelan hingga Axelia ikut berjalan di sampingnya. Senyum manis menghiasi bibir keduanya. Mereka berjalan beriringan menuju sekolah dengan bergandeng tangan.
Evard yang sedari tadi memperhatikan keduanya menatap datar. Ada banyak rasa yang berkecamuk di hatinya. Ingatan Evard berputar pada sosok gadis cantik yang memeluknya semalam. Wajah gadis itu begitu mirip dengan tunangannya. Yang artinya begitu mirip juga dengan Axelia. Banyak hal yang Evard pikirkan, hingga Evard melihat senyum manis Axelia yang ditujukan untuk Kay.
Evard mengeratkan genggaman tangannya saat melihat senyum itu. "Dia," Evard menggeleng pelan. "... tidak, Evard. Sadarlah, dia bukan tunanganmu. Senyum mereka sangat berbeda. Dia terlihat seperti gadis itu. Gadis yang datang lalu menghilang,"
Evard memalingkan pandangannya saat dua tangan berbeda itu saling menggenggam. Dengan napas kasar, Evard menukar pakaiannya menjadi seragam sekolah yang Axelia dan Kay gunakan.
"Zaen...!" panggil Evard kasar.
Tak lama Zaen muncul dan menghaturkan hormat pada Evard. "Hamba disini, Yang Mulia."
Evard menatap dingin Zaen. "Aku ingin masuk di sekolah yang sama dengan gadis yang aku temui beberapa hari yang lalu. Urus semuanya hingga tak ada yang curiga dengan kedatanganku."
"Dilaksanakan, Yang Mulia." Zaen segera menghilang dan melaksanakan perintah dari tuannya.
Sedangkan Evard memilih berjalan kaki dan menyusul Axelia dari belakang. Menjaga jarak dan tetap menatap semua hal yang Axelia dan Kay lakukan. Hal itu membuat Evard berkali-kali harus menghembuskan napas kasar.
"Aku menyadari bahwa dia bukanlah dirinya. Namun kenapa mataku tak mampu lepas untuk menatap dan ingin tahu segala tentangnya. Axelia, aku merasa ada hal besar yang akan aku temukan saat menatap senyummu." Evard terus melangkah dan berbicara sendiri dalam hati. Terus mengikuti Axelia dan Kay dengan tatapan datar nan dingin.
°•••°
See you in next chapter. Terimakasih atas dukungannya selama ini.
=Ellina Exsli=
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top