9
Rencana saya mau buat Andhara dan Semeru dalam satu cerita.
Jujur, waktu menulis Andhara kemarin, saya kok merasa tekanan pembaca tinggi sekali. Apalagi ada yang sampai memaki maki tokoh Athalla. Saya yang nulis sampai stress baca komennya.
Saya pun ikut dibully sama readers, saat saya membelokkan arah cerita. Beberapa langsung memblok akun saya setelah memarahi habis habisan via DM. Ada juga yang gak mau baca cerita saya lagi katanya karena kecewa.
Saya sangat berterima kasih kepada kalian yang sudah mendukung saya. Pada apa yang sudah saya tulis. Menyerahkan semua pada jemari gendut saya. Dan pikiran yang kadang ngelantur kemana mana.
Adakah diantara kalian yang masih mau membaca, jika saya membuat sequelnya Ara Eru?
🌷🍀🌷🍀🌷🍀
Minggu malam di GI
Berjalan bersisian dikeramaian salah satu mal terbesar di Jakarta. Membuat Nina sedikit canggung. Beberapa kali mereka bertemu dengan kenalan Matt. Dan pria itu dengan gentle memperkenalkan Nina. Lebanyakan dari mereka berusia jauh diatas perempuan muda itu. Sampai sampai ada istri salah satu kolega Matthew yang memandangnya dengan sedikit meremehkan.
Nina berusaha menahan kekesalannya. Dan tetap berada disamping laki laki itu. Ya, ia memang belum berani menyebut Matthew sebagai kekasih. Karena sebenarnya mereka masih dalam tahap pendekatan. Sampai kemudian saat mereka makan malam di Tatemukai. Sebuah restoran jepang yang terletak di mal tersebut. Nina melampiaskan kekesalannya.
"Besok besok jangan kemari lagi ya. Tempatnya terlalu ramai." Sungut Nina.
"Memangnya kenapa? Nggak ada masalah kan?"
"Males aja ketemu sama ibu ibu kayak tadi. Ngelihatin aku kayak gimana gitu. Aneh banget."
Pria didepannya menarik nafas panjang. Sesaat kemudian bertanya.
"Kamu terganggu?"
"Ya jelas, dia kayak melecehkan aku gitu. Seakan aku perempuan nggak bener. Seharusnya kan dia lebih bisa menahan diri. Apa perlu aku ngenalin diri sebagai anaknya pak Athalla. Supaya dia nggak memandangku kayak gitu?"
Matthew menatapnya dengan lembut dan meraih jemari Nina yang berada diatas meja.
"Jangan pusing dengan omongan orang. Tanpa dijelaskan pun, suatu saat nanti mereka akan tahu kamu siapa. Tenang saja. Kemarahan tidak perlu diumbar." Ujarnya pelan.
"Tapi aku merasa cara dia melihat, sepertinya aku perempuan nggak bener."Nina berusaha mempertahankan argumennya.
"Dan dia salah kan?"
"Aku nggak tahu."
"Aku tidak akan memaksa kamu untuk tampil dewasa. Jadilah diri kamu sendiri. Biarkan orang berpikiran buruk. Karena buktinya, mereka tidak berada disampingku. Kamulah yang berada ditempat yang mereka inginkan."
"Narsis ih." Ujar Nina sambil tersenyum meski sedikit.
"Kalau ada orang yang memandang rendah, biarkan saja. Karena sesungguhnya ia tengah berada dalam kegamangan. Merasa egonya terganggu. Orang seperti itu hanya pantas dikasihani."
"Aku childish ya mas?"
"Enggak, kamu hanya sedang berusaha membuat dirimu nyaman saat berada disampingku."
Nina tersenyum semakin lebar. "Oh ya, Sam dimana?"
"Lagi sama eyangnya. Dari bogor tadi aku pulang sendiri. Besok siang baru dia balik ke Jakarta. So, kita punya banyak waktu."
"Apa dia baik baik saja?"
"Sejauh ini ya."
"Ibunya?"
"Sedang di Bali."
"Liburan?"
"Kurang tahu, aku nggak tanya kemarin. Cuma ngantar dia dari bandara ke Kemang. Lalu berjanji akan mengantar Sam ke bandara saat mau pulang."
Tak lama pesanan mereka datang. Dan mereka mulai menikmati makanan favorit Matt tersebut.
***
Matthew tengah memasuki kantor sahabatnya Bagas di Kembang Goela. Ini adalah pertemuan mereka. Kemarin Dante menghubunginya. Meminta bertemu disini.
"Hei... Duda yang nggak kesepian lagi. Pa kabar lo?" Tanyanya sambil bangkit dari kursi kebesarannya sambil tersenyum lebar.
Matthew mengerenyit tanda tak suka.
"Maksud lo?"
"Nggak usah sok marah. Gue udah lihat kemarin di XXI sama di GI.
"Terus, maksud lo gak negor gue disana?"
"Nunggu lo cerita aja. Dah berapa lama?"
"Belum jadian, masih pendekatan."
"Lama amat, perempuan butuh kepastian. Entar dia malah bingung. Ada yang nembak duluan. Mampus lo!""
"Setan lo!" Balas Matthew sambil memukul bahu sahabatnya. "Dante mana? Dia yang WA gue. Sekarang malah dia yang belum datang."
"Nggak tahu, sibuk kali ngurus anaknya. Kan bininya naik jabatan."
Matt hanya menggelengkan kepala.
"Mau pesen apa Bro?"
"Nasi bakar komplit aja deh. Yang pakai tuna ya. Jangan lupa es dawetnya, banyakin nangkanya."
"Ok siip,"
Sambil menunggu makanannya datang, Matthew membuka ponselnya. Dilihatnya banyak chat di grup keluarga. Dibuka lalu dibacanya satu persatu. Ternyata Kay tengah bergabung. Bersama beberapa sepupunya yang lain. Mereka membicarakan rencana ulang tahun eyang akhir bulan ini.
Ia sendiri malas bergabung, karena ada adiknya disana. Entah kapan ia bisa memaafkan seorang Kayana. Seorang adik yang tega menghianatinya demi sebuah persahabatan. Apa yang tidak diberikannya pada Kay dulu. Perhatian, perlindungan dan juga selalu mengalah. Tapi semua tidak pernah dianggap. Bagi Kay, Matt adalah budaknya. Yang harus mengikuti keinginan sang tuan putri.
Melihat sahabatnya termenung, Bagas bertanya.
"Kenapa bengong?"
"Nggak apa apa."
"Oh ya, ulang tahun eyang jadi akhir bulan? Dirayain dimana?"
"Nggak tahu, mereka lagi pada berembuk di grup."
"Lo nggak nimbrung?"
"Lagi ada Kay."
"Dia bakal pulang?"
Matt mengangkat bahu. "Nggak tahu. Terserah dia."
Bagas tahu bagaimana bencinya Matt pada adiknya. Karena itu ia memilih untuk tidak ikut berkomentar. Sebagai sahabat, ia mengenal Matt dengan baik. Bila tidak keterlaluan, maka pria itu tidak akan menciptakan permusuhan.
Ia juga tahu, saat kejadian itu, Matt tengah dekat dengan Desti. Adik Dante! Apa yang dilakukan Kay merusak semuanya. Baik hubungan Matt dengan Dante. Juga antara Desti dan Matt. Bahkan Matt dan Dante lama tidak bertegur sapa. Karena Desti terlihat sangat terpukul akibat pernikahan Matt dengan Jessi. Semua keruwetan itu disebabkan oleh Kay.
Menurut Bagas, Kay terlalu berani saat itu. Menyatukan Jessi dan Matt jelas membuat hubungan Kay dan Dante memburuk. Tapi seorang Kay tetaplah Kay. Tidak pernah peduli dengan apa yang akan terjadi. Meski pada akhirnya menyesal setengah mati. Karena kakak kesayangannya tak pernah mau menegurnya lagi.
Saat pesanan Matt datang, tepat saat itu pula Dante tiba.
"Makan bro!" Ajak Matt.
"Lo duluan, gue masih kenyang. Dah lam"
"Belum, palingan setengah jam. Kok telat, darimana tadi?"
"Nganter bini gue ke pesta."
"Ada apa, lo ngundang ketemuan disini?" Tanya Matt.
"Lo.makan aja dulu. Gue mau ngomong serius."
"Tentang? Gue bisa ngobrol sambil makan."
"Desti."
Bagas dan Matt saling tatap, namun memilih diam dan membiarkan Dante melanjutkan ceritanya.
"Kenapa dia?' Tanya Bagas.
"Suaminya selingkuh, padahal.dia lagi hamil enam bulan."
"Gue udah lama tahu." Jawab Bagas.
"Kenapa lo nggak bilang ke gue?" Tanya Dante sambil menatap Bagas tak suka.
"Gue nggak tega sama adek lo. Dia ipar gue juga. Dulu gue berharap Raymond bakal sadar. Bahwa nggak cuma Desti yang akan tersakiti. Tapi keluarganya juga. Mereka dijodohin kan?"
Matt hanya diam, ia merasa bersalah. Atas apa yang menimpa mantan kekasihnya.
"Desti udah di rumah. Orang tua gue yang jemput. Meski kemarin orang tua Raymond menolak. Tapi buat apa adek gue disana kalau akhirnya dia menderita?"
"Raymond?" Tanya Matt akhirnya.
"Dia nggak di rumah. Lagi ke Aussie. Ngurus bisnis restonya disana. Sekalian bawa pacarnya mungkin."
"Orang tuanya?"
"Nggak bisa ngomong apa apa. Setelah semua bukti dikasih ke mereka. Kayaknya mereka juga tahu, cuma pura pura nggak tahu aja."
"Desti baik baik aja kan?" Tanya Matt.
Pertanyaan itu mendapat tatapan tajam dari Bagas.
"Jangan main main Matt."
"Emang kenapa?" Tanya Dante.
"Matt lagi pendekatan sama Nina Athalla."
"Anaknya mantan menteri yang baru lulus SMU itu?"
"Dia lagi lanjut S2. Jangan bilang dia anak SMU!" Protes Matthew
"Kok gue nggak tahu, udah berapa lama?" Tanya Dante tak percaya.
"Jadi tadinya lo cerita tentang Desti. Ada maksud ngedeketin lagi sama Matthew?" Tanya Bagas pada Dante.
Pria itu terdiam. Dan akhirnya cuma bisa menggelengkan kepala. "Gue pusing lihat nasib adek gue!"
Matthew meletakkan sendoknya. Nasi bakar tuna itu terasa tidak enak lagi untuk disantap.
***
Matt akhirnya mengantarkan Sam ke Bandara. Dari tadi pagi putranya terlihat enggan untuk pulang. Dari kemarin ia mengatakan kalau ingin tinggal di Jakarta saja. Namun sang ayah dengan tegas menolak. Sempat ngambek malah dari tadi pagi. Ia masih mogok bicara dengan ayahnya. Jadilah sepanjang jalan mereka hanya diam. Setiap pertanyaan Matt hanya dijawab yes, no, dan i don't know. Membuat ayahnya akhirnya diam.
Sesampai dibandara, Jessi sudah menunggu. Ia memeluk Sam dengan erat. Sambil berbisik bahwa ia sangat merindukan Sam. Tapi sang putra masih bertingkah cuek. Malah terkesan menolak pelukan mommynya. Jessi bertanya dengan menaikkan kedua matanya kearah Matt. Dan pria itu hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahunya sambil menggeleng.
Bahkan saat Jessi meminta agar Sam pamit pada ayahnya. Anak kecil itu hanya memberikan pelukan singkat. Tanpa berkata apa apa kemudian berlari menghampiri mommynya. Matthew menarik nafas panjang. Kalau saja ia masih punya waktu banyak. Maka ia akan mengajak putranya itu untuk berbicara.
"Bagaimana liburanmu?" Tanya Jessi saat mereka sudah berada di ruang tunggu.
"Baik."
"Kemana saja?"
"Bogor, main sepeda. Terus berenang dan nonton film."
"Lalu kenapa terlihat sedih?"
"Aku mau tinggal di Jakarta saja. Tapi daddy tidak mengijinkan."
"Di Jakarta daddy sibuk bekerja kan?"
"Mommy juga sibuk, kalau di Jakarta ada Eyang Idne sama eyang Agy."
"Lalu kamu mau membiarkan mommy kesepian?"
Sam menggeleng. "Kan momny sudah punya Uncle David."
Jessi memejamkan mata sejenak.
"Lalu Daddy?"
"Aku nggak tahu, tapi di kamar Daddy ada foto aunty."
Jessi yang sedang menatap ponselnya seketika menoleh.
"Foto? Sam kenal?"
"Kenal, auntynya cantik. Pernah ke pantai bareng eyang juga."
Perempuan cantik itu kembali memejamkan matanya. Namun kali ini untuk meredam gejolak emosi yang tiba tiba naik kepermukaan. Meski sudah lama bercerai, dan tengah menjalin hubungan dengan pria lain. Ia tidak siap mendengar kabar ini.
"Apa auntynya cantik?"
Sam mengangguk. "Dan baik!"
Dua kata terakhir sudah cukup menyesakkan Jessi.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
25okt19
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top