8
Maka disinilah mereka berada sekarang. Dalam sebuah bioskop dengan semangkuk popocorn ukuran besar ditangan. Juga dua gelas coke yang berada dalam genggaman Nina.
"Kapan terakhir nonton mas?"
Matthew terdiam sejenak.
"Sepuluh tahun yang lalu mungkin." Jawab pria itu akhirnya.
"Sama siapa?"
"Sama temen temen kantor sih. Kebetulan ada yang ulang tahun. Trus semua diajak."
Nina tertawa.
"Kok ketawa?" Tanya Matt sambil meraih cokenya.
"Kirain, sama mommynya Sam."
"Kami nggak pernah ngedate."
"Sorry."
"Nggak apa apa. Kamu memang harus tahu banyak masa laluku sebelum memutuskan."
Nina mengambil popcorn dan mengunyahnya. Sesaat kemudian film dimulai. Posisi mereka sangat dekat. Meski Nina masih menjaga jarak dengan tidak bersandar pada bahu Matt.
"Mas suka film apa?" Bisik Nina.
"Misteri yang melibatkan FBI gitu. Kadang juga future fiction."
"Aku suka drama. Kadang juga kartun. Jadi nonton ya buat santai bukan buat mikir. Kalau Sam?"
"Sam suka nonton super hero. Dan kami biasa nonton di apartemenku."
"Pasti asyik."
"Ya, kecuali makanan dan minumannya. Aku nggak mungkin kasih dia coke. Palingan roti atau keripik kentang. Nin."
"Hmm."
"Nin."
"Ya mas?"
"Pernah pacaran?"
"Pernah, tapi selalu berakhir diselingkuhin."
"Sorry,"
"Nggak apa apa. Mungkin salahku juga mas. Yang selalu total kalau jatuh cinta."
"Nggak salah sih, mungkin dia aja yang kurang menghargai cinta kamu."
"Bisa juga sih. Gadis favorit mas?"
"Gak ada tipe tertentu. Yang enak diajak ngobrol aja. Punya wawasan luas. Dan bisa menyeimbangkan hidupku."
"Memang hidup mas gimana?"
"Ruwet, ribet dan sibuk. One day kamu akan tahu bagaimana sebenarnya aku."
"Kalau sekarang?"
"Takut kamu mundur duluan."
Nina tertawa kecil.
"Menurut mas, apakah orang menikah harus punya cinta?"
"Harus, karena cinta yang menyatukan. Saat pacaran banyak orang yang tidak menjadi dirinya sendiri. Saat menikah, semua pasangan kembali pada diri sendiri. kita selalu ketemu orang yang sama. Ada komitmen untuk selalu berdua. Tapi jangan lupa, masalah akan selalu muncul. Butuh cinta untuk tetap bisa bertahan."
"Bagaimana dengan kebutuhan?"
"Kebutuhan manusia selalu berubah. Tapi cinta tidak.."
"Lalu kenapa nembak aku?"
"Karena dari awal ketemu, aku suka kamu."
"Suka apanya?"
"Kamu cantik, cerdas, nggak ribet sama dandanan. Aku suka perempuan dengan wajah polos."
"Setiap perempuan pasti ingin cantik mas."
"Tapi nggak banyak yang berani tampil apa adanya. Kebanyakan mereka selalu berusaha menutupi kekurangannya. Padahal semua manusia harus berdiri diantara kekurangan dan kelebihan itu. Dan kamu, lebih cantik kalau nggak pakai make up."
"Mas bikin aku melayang."
"Aku cuma menyampaikan pendapatku tentang kamu. Dan apa yang aku suka dari seorang perempuan."
"Soal usia?"
"Usia tidak menjamin kedewasaan seseorang kan?"
"By the way, kayaknya kita jadinya ngobrol deh. Bukan nonton."
"Ya ngobrol sambil nonton" jawab Matthew sambil memakan popcornnya.
"Habis ini kita kemana mas?"
"Kamu maunya?"
"Jalan keliling kota aja deh."
"Nggak ada tujuan gitu? Kayaknya boleh dicoba deh."
***
Saat suaminya pulang, Andhara menceritakan kejadian tadi sore. Bahwa ada seorang laki laki yang berusia cukup matang menjemput putri mereka. Athalla hanya tertawa mendengar hal itu. Ia paham bagaimana istrinya. Sekaligus menasehati agar jangan terlalu khawatir. Nina sudah besar, dan bisa menjaga diri sendiri.
Untuk mengurangi rasa khawatir istrinya, Athalla mengajak Andhara ke kamar sang putri. Beruntung Nina belum tidur.
"Mami sama papi kenapa?" Tanyanya heran.
Athalla tersenyum sambil menghampiri putrinya yang tengah duduk di sofa.
"Mamimu tadi bilang kamu dijemput seseorang dirumah."
Nina tersenyum malu.
"Namanya Marthew pi, Anaknya om Bragy Wiratama."
Papinya cukup terkejut. Ia mengenal Matthew. Seorang pria lajang yang punya nama dalam dunia bisnis.
"Apa kamu nggak merasa dia terlalu dewasa untuk kamu?"
"Aku nyaman pi, meski hubungan kami belum lama. Aku suka dia yang dewasa. Sama kayak papi. Aku kepengen punya suami seperti papi. Laki laki yang serius dan bertanggung jawab. Doain kami ya pi, mi."
Andhara merasa terharu, matanya berkaca kaca. Ia tahu siapa pria yang disebut Nina. Meski baru sore tadi ia mengenalnya secara langsung. Nama pria itu tidak asing dalam pembicaraan disetiap arisan ibu ibu yang diikutinya. Ia memeluk Nina.
"Mami cuma minta kamu jaga diri baik baik ya sayang. Jaga nama baik keluarga besar kita. Mami percaya kakak bisa."
"Pasti mi." jawab Nina.
Ditatapnya Nina sekali lagi. Perlahan Athalla menyentuh punggungnya. Mereka harus pamit karena Nina terlihat sudah mengantuk. Dalam pejalanan menuju kamar Athalla berbisik
"Terima kasih sayang, sudah menjadi ibu yang baik untuk Nina."
Andhara berhenti dan menatap Athalla. Ianhanya tersenyum dan memeluk suaminya erat.
***
Jumat sore itu, Jessi mengantar Sam ke Jakarta. Untuk berlibur akhir pekan bersama ayahnya. Sam terlihat sangat senang. Matthew menjemputnya di bandara. Segera sang putra berlari kepelukan ayahnya. Sudah dua minggu mereka tidak bertemu akibat kesibukan sang ayah.
"Kamu pulang kemana?" Tanya Matthew pada Jessi setelah mereka di mobil.
"Antar ke rumah yang di kemang saja. Besok pagi aku mau ke Bali. Oh iya, Sam akan libur sampai hari selasa. Rabu nanti antarkan saja ia ke bandara. Kita ketemu disana."
"Ok," jawab Matthew singkat. Ia segera mengarahkan mobilnya menuju kediaman Jessi. Sepanjang jalan mereka hanya diam. Keduanya tidak ingin berbincang. Hanya Sam yang kadang bertanya ini dan itu. Selesai mengantarkan mantan istrinya, Matt mengarahkan mobil menuju apartemen pribadinya di Casa Grande.
Memasuki apartemennya, Sam melompat riang.
"Kata mommy aku liburnya lama Dad?"
"Ya, kamu suka?"
"Suka sekali. Malam ini kita mau kemana?"
"Di rumah saja. Besok daddy akan ke ajak kami ke Bogor. Kita main sepeda ya."
Sam mengangguk. Saat masuk ke kamar sang ayah, Sam dikejutkan oleh sesuatu.
"Itu siapa?" Tanyanya saat melihat foto Nina diatas nakas.
"Aunty Nina. Kamu pernah ketemu kan waktu menanam pohon di pantai.?"
"Iya aku ingat. Aunty Nina cantik."
"Ayo mandi, habis itu kita makan malam sambil nonton tivi."
Sam segera bersorak girang. Ia segera membuka pakaiannya dan berlari ke kamar mandi. Dengan telaten Matthew memandikan putranya.
"Kalau nafas apa masih suka sakit dadanya?" Tanya Matt saat menggosok dada Sam.
"Enggak, cuma kalau lari saja."
Ayahnya mengangguk.
"Dad,"
"Ya."
"Kemarin mommy bawa pacarnya ke rumah."
Matt terdiam sejenak. Mencoba memilih kalimat terbaik. Ini pasti akan terjadi padanya dan juga Jessi. Tapi bagaimana menjelaskannya pada Sam?
"Lalu?"
"Kata mommy aku akan punya daddy baru. Apa nanti aku nggak akan ketemu daddy lagi?"
Pertanyaan yang terlalu sulit untuk dijawab pada anak anak berusia empat tahun.
"Daddy akan tetap ada. Hanya kami akan saling membantu supaya kamu tidak kesepian."
"Apakah aku juga akan punya mommy baru?" Tanya Sam saat ayahnya melilitkan handuk ketubuhnya.
"Bisa saja." Matt memilih untuk tidak berbohong. Terutama mengingat hubungannya dengan Nina akhir akhir ini.
"Dad."
"Ya?"
"Aku akan tetap sayang kalian berdua." Matthew segera memeluk putranya. Yak terasa airmatanya merembes keluar.
Ia pernah bermimpi memberikan kehidupan normal pada anaknya kelak. Merasakan pahitnya hidup dimasa kanak kanak. Membuatnya tidak ingin putranya menjalani kehidupan seperti yang pernah dilaluinya dulu. Tapi jalan hidup berkata lain.
.
.
.
Malamnya, setelah Sam nyenyak, ia menghubungi Nina.
"Halo, lagi ngapain Nin?:
"Baru selesai cari data mas. Sam sudah tidur?"
"Sudah, kamu sudah makan?"
"Sudah, sama mami tadi. Mas makan apa?"
"Selera anak kecil. Ikan goreng tepung sama kentang goreng. Dikirimin mama tadi."
"Kalau ada Sam. Mamanya mas yang kirim makanan?"
"Ya, apalagi Sam baru sembuh. Mama kan dokter. Jadi dia paling peduli sama kesehatan kami semua. Bagaimana hari kamu?"
"Baik mas. Masih menyesuaikan diri. Ternyata jadi mahasiswi S1 dan S2 itu berbeda." Jawab Nina sambil tertawa.
"Ada yang bisa aku bantu?"
"Mas S2 juga?"
"Ya, dibidang manajemen bisnis dan pemasaran."
"Ambil dimana dulu?"
"NY.."
"Keren ih."
"Kamu kenapa nggak mau ke luar?"
"Betah di Indonesia aja. Aku nggak tipe orang yang ambisius mengejar sesuatu. Lagi pula passionku bukan itu."
"Lalu apa tujuan kamu."
"Menyadarkan banyak orang untuk mencintai lingkungan. Bagaimana rusaknya laut, dan hutan kita. Sampah dimana mana. Dan aku ingin suatu saat kelak. Semua orang menyadari kesalahan mereka dibidang itu."
"Apa kamu ada niat menjadi ibu rumah tangga?"
Nina terdiam seketika.
"Maksud mas?"
"Aku sedang mencari istri. Meski bukan buru buru banget. Rasanya butuh pendamping."
"Apa aku masuk dalam hitungan kandidat?"
"Kamu bukan kandidat. Tapi satu satunya."
"Istri seperti apa yang mas inginkan."
"Tidak ada kriteria khusus. Sekedar kamu bisa pesankan makan malam di restoran saat kamu sedang sibuk. Menjadi teman ngobrolku menjelang tidur."
"Bagaimana dengan teman tidur?"
"Ditempat tidur bukan lagi teman. Tapi partner. Bagian hidup."
"Mas."
"Ya?"
"Aku takut."
"Kenapa?"
"Apa kata orang nanti."
"Hidup itu tidak boleh bergantung pada orang lain. Sepanjang kamu bahagia, tidak melanggar norma sosial dan susila. Ya sudah jalankan saja. Oh ya, tanggal dua puluh lima bulan depan kamu kemana?"
"Nggak ada. Palingan makan malam sama keluarga."
"Aku ajak makan siang disuatu tempat. Mau?"
"Dimana?"
"Ada deh."
"Ok mas."
"Kamu kayaknya masih seger ya Nin."
"Baru mandi."
"Nin."
"Hmm."
"Kangen."
Nina tertawa kecil.
"Nanti kedengaran Sam. Nggak enak."
"Dia sudah tidur. Besok kamu kemana?"
"Pulau seribu, Adri pulang. Udah lama direncanain juga. Mas?"
"Ke Bogor. Sekalian ngajak Sam main sepeda. Kamu pulangnya kapan?"
"Minggu sore kayaknya mas. Kenapa?"
"Kalau nggak capek, ketemuan minggu malam yuk."
"Sam sama siapa nanti?"
"Bisa sama mamaku sebentar."
"Ok nanti aku kabarin ya mas. Mas sudah makan?"
"Udah, kamu sudah ngantuk?"
"Belum sih, ini sambil tiduran. Mas?"
"Habis ini mau kerja sebentar. Sam akan libur sampai selasa. Mumpung dia tidur, aku mau cek berkas kerjasama dan beberapa laporan. Supaya bisa quality time dengan Sam."
"Memang rencana mau kemana?"
"Di rumah saja. Main game, ngobrol, berenang. Dia belum boleh terlalu lama di luar seperti di mal. Karena kemarin paru parunya bermasalah."
"Selamat bersenang senang mas."
"Kamu juga, selamat tidur ya."
"Mas jangan tidur terlalu malam."
"Makasih, bye sayang." Ucap Matthew sambil mematikan sambungan sambil tersenyum.
Yang Matthew tidak tahu, diujung sana pipi sang gadis merona merah.
***
Selamat siaaaaanggg
Happy reading
Maaf untuk typo
23 Okt 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top