5

Akhir minggu itu Matthew menghabiskan waktunya di lombok. Menjauh dari segala rutinitas. Termasuk pekerjaan yang selama ini begitu diagungkannya. Ia benar benar lelah, terutama mengingat buruknya hubungan dengan sang bunda. Pria itu tahu, kalau bundanya pasti sudah memghubungi berkali kali. Karena ia menolak memberikan pekerjaan pada adik tirinya. Sebab itulah ia mematikan semua ponselnya. Enggan diganggu oleh hal hal yang remeh.

Biasanya bunda tidak akan berhenti sampai keinginannya dipenuhi oleh Matt. Ia sendiri sebenarnya sudah letih. Hanya saja  belum punya alasan untuk menolak. Meski sebenarnya apa yang diminta bunda bukanlah hal yang sulit untuk dikabulkan. Tapi dia ingin kalau adiknya Amran bisa berjuang sendiri. Tidak selalu mengharapkan dirinya.

Tanpa diganggu oleh rutinitas dan juga rengekan bunda, kali ini Matt merasa jauh lebih tenang. Ia bebas berenang di laut. Atau makan di restoran sambil melihat, betapa indah tempat ini. Yang awalnya dibangun  oleh sang kakek,
Azka Wiratama. Jujur ia jarang kemari. Selain karena kesibukan, juga karena sebenarnya ia malas berada ditempat sepi.

Lamunannya terganggu saat sebuah panggilan dari resepsionis mampir di kamarnya.

"Ya hallo?" Sapanya.

"Maaf pak, ini ada sambungan dari ibu Sidney di Jakarta."

"Sambungkan." Suara pria itu terdengar tegas. Karena tidak biasanya sang ibu menghubungi saat ia ingin sendiri.

"Hallo Matt?"

"Ada apa ma?"

"Kamu bawa paspor?"

"Enggak, kenapa?"

Mamanya terdiam sejenak sebelum melanjutkan kalimat.

"Ini tentang Sam."

"Sam kenapa? Dia lagi liburan sama mommynya ke Genting."

"Seorang karyawan hotel menemukannya hampir tenggelam di kolam renang hotel pagi tadi. Tanpa ada satu orang dewasapun disampingnya?"

"Apa?!"

***

Dengan berlari Kencang Matthew memasuki lorong menuju ruang rawat inap putranya. Entah berapa orang yang sudah ditabraknya. Sesampai disana Jessi tampak terpekur sambil menutup wajah. Disamping mantan istrinya tersebut, kedua orang tuanya menemani. Menahan amarah pria itu mendekati mereka.

"Beri saya penjelasan." Tanya Matt pada Jessi.

"Aku sedang di area fitness. Tiba tiba dia keluar dan menuju kolam renang sendirian." Jawabnya terbata.

Matthew memejamkan matanya. Ia tahu Jessi berbohong. Perempuan dihadapannya ini paling tidak suka olahraga dan bangun pagi.

"Beri saya penjelasan yang lebih masuk akal." Desaknya.

"Jangan paksa dia Matt. Jessi sedang syok." Hardik mantan ibu mertuanya Alicia.

"Tidak mungkin ada anak kecil yang tidur di lantai sembilan belas. Kemudian tiba tiba turun sendiri. Apa dia pegang kartu access menuju pintu dan lift?"

Jessi tampak menangis semakin keras. Matt menggelengkan kepala. Dia sudah cukup pusing dengan semua masalah yang ada.

"Bagaimana keadaanya."

"Masih lemah, saluran pernafasannya sempat kemasukan air. Juga kekurangan oksigen."  Jawab Dana, Ayah mertuanya.

Putra sulung Bragy tersebut menghembuskan nafas kesal. Tapi mau marah marah pun percuma. Karena sudah terjadi. Dengan cepat ia mengecup kening Sam. Putranya bergerak sedikit.

"Dad?"

"Hai, my ranger?"

Sam tersenyum sedikit.

"Hidungku nggak enak. Nafasku sakit."

"Shhh, sebentar saja ya. Tunggu kamu sembuh."

Samudra mengangguk lemah. Ia segera memeluk leher sang ayah. Matt menundukkan kepalanya.

"Tidur sama aku dad" Bisik Sam lagi. Matt segera menyanggupi. Kemudian berbaring disisi putranya. Sang putra kembali memejamkan matanya, dan tertidur dalam pelukan sang ayah.

Sementara ibunya hanya bisa duduk tanpa melakukan apa apa. Karena tak sekalipun Sam menoleh kearahnya. Hal tersebut sudah menjadi pertanda bagi Matt. Kalau hubungan mantan istri dan putra sulungnya memburuk.

***

Dua hari kemudian, Sam sudah jauh lebih sehat. Terutama karena kedatangan kedua  eyangnya dari Jakarta. Yakni Sidney dan Bragy. Anak kecil itu tampak senang, terutama karena eyang kakungnya membawakan  beberapa set lego. Ia segera menyusun mainan tersebut bersama sang ayah.

Dari Sam pula Matt tahu kalau malam itu, Jessi tidak pulang ke kamarnya. Karena sedang menghadiri pesta salah seorang temannya di sebuah club. Ia meninggalkan putranya bersama pengasuh. Dan menginap di kamar temannya karena dalam keadaan mabuk berat. Pagi itu sebenarnya Sam ingin berenang. Pengasuhnya yang menemani. Namun, pada saat yang sama,  sang pengasuh tengah ke kamar mandi. Jadilah anak kecil itu berenang sendirian. Dan tanpa sadar sudah memasuki area kolam yang dalam.

Beruntung ada seorang petugas yang lewat. Dan melihat Sam sudah lemas. Pria itu segera mengangkat Sam dan melaporkan pada pihak hotel. Parahnya, Jessi tidak bisa dihubungi. Akhirnya ia dibawa ke rumah sakit diiringi sang pengasuh. Jessi hanya  bisa tertunduk. Akhir akhir ini mommy Sam itu memang banyak menghabiskan waktu bersama teman temannya. Tapi tidak pernah sampai tidak pulang.

Malam itu adalah pengecualian. Salah seorang sahabatnya berulang tahun. Dan mereka larut dalam pesta sampai malam. Saat pulangpun ia dituntun oleh beberapa temannya yang lebih sadar. Jessi sangat menyesal. Apalagi karena Matt mengetahui kejadian tersebut bukan langaung darinya. Karena panik, pengasuh Sam menghubungi Sidney.

Kesal melihat tingkah mantan istrinya, saat itu juga Matt meminta. Agar Sam diijinkan tinggal bersamanya saat weekend atau hari libur. Ia tidak ingin kejadian yang sama terulang lagi. Jessi dan kedua orang tuanya hanya bisa diam. Meski sebenarnya mereka tidak rela. Mengingat Jessi adalah putri tunggal, dan Sam juga adalah cucu satu satunya. Namun, apabila Matt membawa masalah tersebut ke pengadilan. Maka sudah pasti posisi mereka sangat sulit.

***

Matt membuka kemejanya begitu sampai di rumah. Dua hari tidak ke kantor. Rasanya beban pekerjaannya semakin bertambah. Malam ini ia pulang sudah hampir pukul satu pagi. Dan pagi ini, rencana ia harus ke Jogja. Karena merasa tanggung, pria itu memilih untuk tidak tidur. Melainkan menyusun isi kopernya. Pukul dua ia akan berangkat ke bandara. Jam lima ia sudah take off.

Selesai semua, dilihatnya kembali barisan chat yang belum terbaca. Seketika bibirnya tersenyum, saat nama Nina tercantum disana. Sudah beberapa hari mereka tidak saling sapa. Karena ia fokus pada pemulihan Sam. Gadis itu hanya mengingatkan untuk menghadiri penanaman bibit bakau tahap dua. Di daerah yang berbeda.

Matt kembali melirik Rolex oyster perpetual Sea Dweler 43 mm miliknya. Hampir pukul tiga pagi. Gadis itu pasti masih tidur. Pikirnya. Namun akhirnya Matt membalas chat tersebut. Dengan harapan begitu bangun. Nina akan membalasnya.

Tanpa menunggu pria itu segera meraih koper, kemudian turun kebawah. Memilih salah satu mobil. Jeep Wrangler Rubicon d_Cab brute menjadi pilihannya pagi itu. Sambil menghirup udara pagi Jakarta, jalanan masih lengang. Namun setiba di bandara suasana tampak sudah ramai. Segera Matt memasuki  check in counter. Setelah memastikan semua selesai segera ia menuju waiting room. Memesan segelas kopi ia kembali membuka ponselnya.

Ada balasan Nina disana. Memberikan emoc bertepuk tangan atas kesediaannya. Matt tersenyum lebar. Gadis itu sudah bangun. Ia segera menghubungi Nina.

"Hai Nin, selamat pagi. Maaf saya mengganggu"

"Pagi pak. Nggak ganggu kok. Saya lagi siap siap."

"Mau ngapain?" Tanya Matt penasaran.

"Hari ini saya wisuda pak."

"Selamat kalau begitu."

"Terima kasih. Bapak lagi dimana? Kok pagi pagi sudah balas chat saya?"

"Mau ke Jogja pagi ini. Ada beberapa proyek disana. Tapi nanti malam sudah balik lagi."

"Safe flight ya pak."

"Ok Nin, oh ya kamu kuliah dimana?"

Nina menyebutkan sebuah nama universitas swasta yang cukup bergengsi.

"Tapi kamu lumayan cepat ya lulusnya."

"Iya pak, kebetulan."

"Ya sudah, kamu pasti lagi dandan. Pesawat saya sudah mau berangkat. Sekali lagi selamat ya Nin."

"Terima kasih banyak pak." Jawab gadis itu.

Matt tersenyum. Ia tahu apa yang harus dilakukan sekarang.

***

Nina baru tiba tiba di rumah bersama seluruh anggota keluarganya. Meski hanya sebentar, karena setelah ini mereka berencana untuk makan malam bersama. Di sebuah restoran uang telah direservasi oleh Andhara. Meletakkan buket bunga besar, sebagai ucapan selamat dari kedua orang tuanya. Mereka kembali dikejutkan, oleh sebuah buket bunga di ruang tamu.

Nina meraih kartu yang terdapat dibagian tengah. Dan ia hampir memekik kegirangan saat mengetahui nama pengirimnya.

Congratulation Karenina Putri Athalla. Success for you.

MW

"Siapa Nin?" Tanya maminya.

"Temen ma." Jawab gadis itu pendek.

"Temen apa temen?" Tanya papinya.

"Masih temen pi."

Namun semburat merah diwajah gadis itu membuat sang ayah mengerti. Bahwa seseorang yang mengirim buket bunga tersebut pastilah spesial dihati putrinya. Athalla hanya bisa berharap kalau Nina akan menemukan pria terbaik dalam hidupnya kelak.

Sementara gadis yang mendapatkan bunga tersebut, menaiki tangga dengan sumringah. Ditangannya, ia membawa bunga kiriman Matt ke kamarnya. Sesampai disana, Nina meraih kamera ponsel dan melakukan swaphoto. Lalu mengirimkan kepada pria itu. Diiringi ucapan terima kasih.

Thank you for the beautiful flowers. I like it.

Matt yang masih harus mengunjungi dua tempat lagi sebelum pulang ke Jakarta hanya  bisa tersenyum. Sebenarnya ingin menghubungi gadis yang sudah mencuri perhatiannya itu. Sayang, ia tengah berada diantara tiga karyawanya. Dan tidak ingin kehidupan pribadinya menjadi sumber berita menarik bagi mereka.

Malamnya saat akan kembali ke Jakarta, Matt kembali mengirim pesan pada Nina. Bertanya apakah ia sedang sibuk. Tapi tak ada jawaban. Pria itu mengira, mungkin putri Athalla tersebut tengah asyik bersama keluarga besarnya. Karena dalam status terakhirnya terlihat ia tengah duduk bersama beberapa orang disebuah restoran.

Matthew tidak ingin mengganggu. Toh ia bukan siapa siapa.  Bisa saja Nina sudah punya teman dekat. Tapi perasaannya mengatakan kalau gadis itu tengah available. Mengingat jawaban jawaban yang diberikan saat mereka tengah berbincang.

Memasuki ruang tunggu, kembali pria itu melihat status disalah satu akun media sosial milik sang gadis. Ada beberapa foto baru. Dan salah satunya bersama kedua orang tuanya. Mereka tampak sangat bahagia. Matt tertunduk. Seketika ia menyadari jurang diantara mereka. Seorang Matthew terlalu tua untuk Karenina. Dan latar belakangnya akan sulit menembus kuatnya dinding pertahanan keluarga Athalla. Kembali pria itu menarik nafas panjang. Ditengah kegalauannya, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Berasal dari peangasuh putranya.

Pak, Sam demam tinggi. Ibu belum pulang.

Pesan tersebut segera menyentaknya. Ada apa lagi?

***

Happy reading

Maaf untuk typo

181019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top