- c h a p t e r e l e v e n

“Learning what the people we love about like are true love.”

.
.
.

NADA piano yang terdengar acak-acakan seperti anak kecil baru belajar bermain piano terdengar santer di sebuah bangunan seberang rumah Paman Jung, tempat di mana Kai memadu kasih dengan piano kesayangannya. Bahkan, tidak hanya Kai, ternyata Dalmi juga demikian. Gelak tawa Kai juga mengiringi setiap nada yang salah ketika dimainkan Taehyung. Terkadang omelan layaknya seorang guru les piano pada murid les privatnya juga dilontarkan pada Taehyung. Dia tak peduli jika itu kakak sepupunya, toh, kini ia tengah berperan menjadi gurunya secara tak lantas.

Waktu ke waktu, Taehyung menjadi dekat dengan Kai. Banyak waktu yang dihabiskan bersama adik sepupunya itu, termasuk diajari bermain piano. Memang mendiang ibunya dan Yeonjun piawai memainkan piano, tetapi tidak dengannya. Ia tak mewarisi bakat sang ibu, juga ia dulu tidak ada ketertarikan bermain piano, tidak seperti Yeonjun. Dia hanya sesekali menjadi penikmat permainan mereka saja. Terlebih lagi, permainan merdu sang ibu. Begitu pun juga Kai yang mewarisi bakat ibunya yang merupakan adik dari ibu Taehyung dan Yeonjun.

Kim Areum dan Kim Arin, kedua wanita Kim bersaudara itu mahir memainkan piano. Bahkan, Areum—ibunya Taehyung dan Yeonjun—pernah ikut dalam sebuah acara resital besar di Kota Seoul waktu dulu. Namun, entah bagaimana caranya mengapa ibunya itu berakhir jatuh hati pada Park Taejoon, seorang ketua gangster Grave Moon yang terkenal di Gangbuk. Taehyung tak ingat bagaimana cerita pertemuan mereka, padahal waktu kecil dulu ia sering bertanya pada ibunya. Jadi, ia anggap pertemuan mereka adalah sebuah takdir. Jika mereka tidak bersatu di bumi, bagaimana mungkin akan lahir dirinya dan Yeonjun? Sedangkan bibinya—Kim Arin—dan Paman Jung bertemu karena pamannya merupakan tangan kanan ayahnya dulu. Namun, usai insiden kematian istrinya, beliau tiba-tiba menghilang bersama putranya, Kai Jung.

Kembali pada permainan piano Taehyung, ia diajarkan oleh Kai memainkan Ode to Joy oleh Ludwig van Beethoven. Alasan Kai mengajarkan ini karena memiliki melodi yang akrab di telinga dan cocok untuk diajarkan pada seseorang pemula dengan cepat. Sebab, melodinya yang berisi lima nada saja yang bahkan dapat dimainkan pada tuts putih dengan menggunakan satu tangan kanan dalam posisi lima jari pada tangga nada C Mayor.

Namun, tentu saja tidak selancar itu. Kerap kali omelan Kai ini memekakkan telinga. Sungguh, kalau menurut Taehyung, Kai akan menjadi guru les piano paling killer jikapun itu terjadi.

“Sudah kubilang, Kak, jemarinya lemaskan!” kata Kai sembari memukulkan tongkat panjang kecil pada setiap punggung tangan Taehyung. Tentu saja, ia merintih kesakitan. Pemukulnya itu kecil, tapi mematikan. “Bukan hanya permainannya jadi terdengar kaku, tapi tangan Kakak juga bakal keram, tahu.”

“Ah, benar-benar cerewet,” gerutunya seraya mendelik sebal ke arah adik sepupunya. Tentu saja, Kai juga dengar, ia tak terima dikata-katai cerewet. Toh, ia bertindak demikian demi kakak sepupunya yang ingin mahir bermain piano. Kendati belajar bermain piano bisa dengan otodidak, tetapi tanpa ketekunan tidak akan pernah mahir.

“Bukankah Kakak ingin segera bisa memainkan Lacrimosa seperti yang dimainkan Bibi Park dan Yeonjun?”

Taehyung sudah mengeluh, raut mukanya sudah benar-benar kusut. Bahkan, ia sampai merengut, “Aku hanya ingin diajarkan memainkan Lacrimosa saja, hanya itu yang ingin aku bisa mainkan.”

Lacrimosa itu memiliki tingkatan permainan piano yang tinggi, kau harus bisa dasar-dasar yang lebih mudah dulu. Memangnya kalau kita main game langsung ke level membunuh raja? Tidak, kita harus melewati level pertama meski harus melawan si kecil goblin. Jika langsung membunuh raja, karakter yang kita mainkan langsung mati begitu saja tanpa skill dari pengalaman yang kita lalui dari level-level rendah.”

“Tapi bisa saja, kan, dengan keberuntungan bisa menang? Begitu pun aku yang berlatih terus memainkan Lacrimosa saja juga akan mahir memainkannya, 'kan?”

Taehyung tetaplah Taehyung. Dia benar-benar kepala batu. Kai rasanya ingin menyerah mengajarkan kakak sepupunya itu.

“Terserah Kakak saja. Asal Kakak tahu, di dunia ini tidak ada yang instan, bahkan mi instan sekalipun harus dimasak.” Kai mengambil alih tempat duduk yang tadi diduduki Taehyung, lebih tepatnya ia mengusir kakak sepupunya itu dari kursi piano. “Memangnya Bibi Park dan Kak Yeonjun dulu belum pernah mengajarkanmu bermain piano?”

Taehyung memandang lurus ke luar jendela depan piano, di luar sana menyajikan hamparan biru zamrud yang indah dan rerumputan hijau dari pekarangan rumah Paman Jung yang berada di atas tebing. Kedua paduan rona biru dan hijau sangat segar memanjakan mata. “Belum pernah. Lebih tepatnya, aku tidak pernah mau meski mereka menawarkan diri untuk mengajariku.” Lalu, pandangannya kembali beralih menatap Kai tengah mengelap piano dari sedikit debu yang menempel. “Jadi, kau bisa langsung ajarkan aku Lacrimosa, 'kan?”

Helaan napas mengudara dari mulut Kai, mengindikasi ia sudah lelah menghadapi keras kepalanya kakak sepupu. Dengan sengaja, ia menutup tuts piano agak keras. Ya, ia sudah kesal.

“Tidak bisa. Harus dari dasar dulu,” ucapnya tegas. “Oh, ayolah, Kak, aku ini guru piano yang lebih baik daripada Kak Dalmi asal Kakak tahu.”

“Secara tidak langsung kau mengata-ngatai Dalmi menyeramkan,” sindir Taehyung seraya terkekeh puas. “Oh, ayolah, nanti kuajarkan bela diri dari petarung sejati sepertiku.”

“Tidak tertarik.”

Bagai dijatuhkan langsung dari tebing tinggi, lalu di dasarnya tertancap patok, dan benda tajam itu menusuk tepat rongga dada. Ngilu. Ataukah perumpamaan ini terlalu ekstrem? Intinya ditolak itu sakit, apalagi mentah-mentah tiada ketertarikan sedikit pun.

“Kak Dalmi selalu melatihku bermacam-macam bela diri, mulai dari tinju, taekwondo, sampai judo. Dulu ia selalu melatihku setiap hari sampai badanku rasanya sudah remuk,” jelas Kai. Taehyung yang mendengar itu lekas membelalakkan mata, sehebat apa Ahn Dalmi bisa menguasai berbagai bela diri. Namun, mengingat siapa kakaknya, ia tidak heran lagi. “ Kautahu, Kak Dalmi itu sangat hebat dan selalu berlatih. Dia itu pemegang sabuk hitam taekwondo, bahkan pernah menjuarai kompetisi taekwondo nasional. Dia selalu ikut berbagai kompetisi sampai akhirnya ia berhenti ketika … ah, sepertinya hari ini Kak Dalmi ada di sana.”

Kuriositas Taehyung semakin dibuat penasaran, apa yang sebenarnya disembunyikan Kai dan Paman Jung menyoal Dalmi? Sosok gadis itu seolah-olah misterius, dan ternyata Taehyung tidak tahu semua tentangnya. Informasi yang diberikan Jungkook ternyata belum semuanya. Satu hal yang paling ingin ia ketahui adalah, mengapa Dalmi seperti melarikan diri dari kakaknya? Apakah hubungan mereka tidak baik-baik saja?

Lengan Taehyung sekonyong-konyong ditarik oleh Kai menuju belakang bangunan ini. Ternyata di belakang ada satu jalan menuju ruang bawah tanah. Mereka menuruni anak tangga perlahan-lahan, Kai memintanya untuk sebisa mungkin langkahnya tidak bersuara. Sebuah pintu dari kayu ternyata tidak tertutup rapat, bagaimana ia bisa tahu ternyata Kai mengajaknya untuk mengintip Dalmi tengah berlatih bela diri. Tampak surai panjang hitam lurusnya diikat satu dengan tinggi-tinggi. Tubuh ramping penuh peluhnya pun dibaluti tank top khusus olahraga dan celana training. Dengan pukulan keras ia tengah memukul samsak. Dia tampak tengah berlatih tinju, bukan taekwondo.

“Dia sedang berlatih tinju, katamu ia atlet taekwondo. Seharusnya ia tengah memakai dobok, bukan memakai pakaian terbuka seperti itu,” bisik Taehyung.

“Kan, sudah kubilang kalau Kak Dalmi itu hebat dalam segala jenis bela diri, termasuk tinju, bukan hanya taekwondo saja.”

Asyik mereka berdebat satu sama lain di depan pintu, tanpa mereka sadari jika Dalmi pun sudah menyadari keberadaan mereka. Bahkan, saat ini ia sudah berada di depan pintu, lebih tepatnya di depan mereka yang tengah menunduk dan berhadapan satu sama lain.

“Orang yang mengintip harus diberi pelajaran, bukankah begitu?” Suara gadis itu mengejutkan mereka. Nada dingin juga tatapannya seakan-akan menusuk sampai buat mereka berdua sekonyong-konyong menciut.

“Hai, Dalmi!”

“Eh, Kakak.”

Dengan cengiran tolol, mereka tampak seperti benar-benar orang bodoh yang tertangkap basah sudah mengintip dan tak tahu harus bagaimana lagi. Melarikan diri saja tidak bisa, sebab tak lantas sorot mata yang menyalang di hadapannya itu ganal-ganal mengunci mereka untuk tidak bisa kemana-mana lagi. Kecuali, mereka memasrahkan diri habis di tangan Dalmi. 

“Masuk!”

Perintahnya saja tak bisa dibantah. Taehyung yang sebenarnya seorang ketua gangster juga seorang pembunuh bayaran yang seharusnya ditakuti saja ciut di depan Dalmi. Sial, bagaimana bisa ia menjalankan rencananya jika ia ciut oleh targetnya sendiri. Konyol sekali.

“Kai, kaududuk di sana. Park Taehyung, kau kemari.”

Taehyung menurut saja dengan perintah Dalmi. Ia diminta berdiri di atas matras bela diri. Tak lupa sarung tangan berwarna merah dilemparkan ke arahnya.

“Pakai itu, tampaknya kau juga seorang petarung. Sudah lama aku tidak berduel, mau menemaniku? Sebagai pelajaran kau sudah mengintip seorang gadis.”

Menarik.

Taehyung menyeringai, ia pun merasa semakin tertarik dengan targetnya sendiri. Sehebat apakah ia? Dengan bertarung seperti ini, ia akan tahu seberapa kemampuan bela dirinya dan bagaimana teknik khas bela dirinya. Dengan begitu, ia akan tahu kelemahan dan kelebihan sang target. Tidak rugi juga.

“Baiklah, tapi tidak seru kalau tidak ada permintaan dari sang pemenang. Bagaimana?”

Deal.”[]

110122, ara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top