9. Aku, kamu dan hujan.

Hujan lagi.

Kenapa setiap siang hari selalu hujan? Seperti sudah punya waktu sendiri, hujan akan datang mulai siang hari setelah Nayla selesai memasak dan akan mengantarkan pesanan. Wanita itu menarik napas panjang. Bagaimana pun, hujan tetap saja menyisakan luka yang belum bisa dia lupakan begitu saja. Meskipun, berjuta cara sudah Nayla lakukan agar ingatan itu menghilang, tapi tetap saja kenangan itu selalu hadir ketika hujan datang.

Nayla melihat jam dinding yang tergantung apik di ruang tamu. Sudah hampir satu jam dia menunggu hujan reda, tapi langit semakin mengamuk, hingga air yang dicurahkan semakin lama semakin deras.

Nayla mendesah. Baru saja ada pesan masuk dari pelanggannya untuk segera mengantarkan makanan dengan segera. Memang, kadang kala Nayla harus turun tangan sendiri untuk mengantarkan makanan. Dengan lincah Nayla memesan taksi online, tidak mungkin dia menerobos hujan dengan menggunakan motor. Lagi pula, jumlah kotak makan yang ia bawa tidaklah sedikit.

Namun, Nayla terpekur sejenak. Dia berpikir lagi, bagaimana caranya untuk sampai ke lapangan?

Jas hujan atau payung?

Keduanya mungkin bisa melindungi tubuhnya, tapi tidak dengan hatinya.

Gawainya berbunyi kembali. Satu pesan masuk yang menuliskan, agar dia segera mengantarkan pesanan.

Nayla menarik napas dalam-dalam. Diambilnya, sebuah payung ukuran cukup besar. Setelah mengecek pesanannya aman di dalam kresek, dengan tekad, Nayla melangkah menuju tempat taksi online menunggu.

Langkahnya pelan. Dieratkan genggaman tangan di gagang payung. Ditulikan telinganya ketika suara petir menyambar. Dengan penuh perjuangan, akhirnya Nayla sampai ke tempat penjemputan.

Segera Nayla masukan semua bungkusan kresek sebelum dirinya masuk lalu duduk. Dia mengembuskan napas lega setelah berhasil menghalau hujan. Ternyata tidak separah yang dia pikirkan selama ini.

Kurang lebih satu jam, akhirnya mobil yang dia tumpangi berhenti di halaman sebuah rumah sakit. Segera dia turun sambil membawa semua bungkusan. Hujan pun belum juga reda ketika Nayla sampai, tapi karena mobil yang berhenti di teras yang beratap, jadi dia tidak harus menggunakan payung.

Segera, Nayla berjalan masuk lalu menuju ruangan yang sudah ditulis dalam pesan. Seorang perawat menyambutnya.

"Maaf, Bu agak telat," tutur Nayla dengan sopan.

"Nggak apa-apa kok, Mbak. Lagian masih hujan 'kan?"

"Iya, hujan. Oh ya, ini total tagihannya," ucap Nayla sambil menyerahkan secarik kertas nota.

"Oh iya, tunggu bentar saya ambil dulu uangnya."

Perawat itu berjalan menjauh dari Nayla. Dia menuju sebuah meja dan mengambil dompet.

"Jadi totalnya 250.000 ya, Mbak?"

"Iya," jawab Nayla.

"Ini uangnya, Mbak. Makasih banyak."

Perawat itu menyodorkan dua lembar uang kertas berwarna merah dan selembar pecahan lima puluhan. Nayla menerimanya dengan sopan sambil tak lupa tersenyum.

"Terima kasih, Bu. Silakan menikmati semoga makanannya tidak mengecewakan."

"Pasti enak lah Mbak, kan dulu juga pernah order."

Nayla tersenyum kemudian pamit untuk pulang.

Setelah memastikan uang yang baru saja diterimanya sudah aman di dompet, Nayla berjalan menuju pintu keluar.

Dia menarik napas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya perlahan. Akhirnya, tugasnya telah selesai. Namun, langkah kakinya seketika berhenti ketika melihat air yang turun di halaman rumah sakit semakin deras saja. Petir pun menyambar dengan suara yang menggelegar.

Tubuh Nayla seperti terpaku di tempatnya. Kakinya terasa berat untuk melangkah. Seperti sebuah kaset rusak. Kenangan tentang hujan waktu itu terlintas kembali tanpa permisi. Membuat sesak dalam dada Nayla.

Kenapa tadi saat mengantarkan makanan dia baik-baik saja dan mengira jika semua telah berlalu. Dan sekarang kenapa kenangan pahit itu hadir kembali.

Nayla masih berdiri di posisinya. Namun, dadanya semakin sesak dan kepalanya mulai pusing. Dia ingin bergerak untuk mencari tempat duduk, tapi kakinya seolah tidak bisa untuk digerakkan. Penglihatan matanya mulai menggelap dan napasnya sudah semakin sesak. Akhirnya, kakinya tidak bisa menopang berat tubuh Nayla. Dia akan ambruk, tapi seseorang lebih dulu menangkapnya, tapi tepat saat matanya terpejam.

***

Akmal baru saja keluar dari ruangan praktiknya. Selain praktik di klinik dia juga mempunyai jadwal praktik di sebuah rumah sakit di kota Surabaya.
Hujan sejak tadi pagi membuatnya enggan untuk beranjak dari tempat praktiknya meskipun pasien terakhirnya telah pergi kurang lebih empat puluh menit yang lalu.

Setelah cacing dalam perutnya sudah tidak bisa lagi diajak kompromi. Akmal akhirnya beranjak untuk membeli makanan di sekitar rumah sakit. Namun, baru beberapa langkah dia seperti melihat bayangan Nayla melintas di depannya. Tanpa basa-basi lagi dia langsung mengikuti. Akmal yakin jika yang baru saja melintas itu adalah Nayla. Yakin seyakin-yakinnya seperti cintanya pada wanita itu.

Langkah kaki Akmal berhenti saat melihat Nayla juga berhenti tak jauh di depannya. Dia menatap lurus pada tubuh ramping Nayla. Akmal tertegun sejenak dan bertanya dalam hati, kenapa Nayla tiba-tiba berhenti dan seolah enggan untuk bergerak. Matanya juga menangkap tubuh Nayla yang sedikit bergetar ketika baru saja terdengar suara petir yang menggelegar.

Akmal ingin mendekat, tapi diurungkan niatnya. Dia ingin melihat apa yang selanjutnya akan dilakukan oleh wanita di depannya ini.

Belum selesai Akmal beradu dengan pikirannya sendiri, dia melihat tubuh Nayla yang mulai limbung, dengan cepat lelaki itu berlari untuk menangkapnya. Meskipun, dia harus mengorbankan sikunya yang membentur keramik.

Kejadian tersebut begitu cepat hingga membuatnya tidak bisa berpikir selain menangkap tubuh Nayla agar tidak jatuh ke lantai.

"Dokter tidak apa-apa?" tanya seorang perawat.

" Saya tidak apa-apa, cepat bawa bankar," perintahnya tegas.

Tak berapa lama bankar pun tiba, Akmal segera memindahkan tubuh Nayla dibantu oleh beberapa orang.

Segera dia mendorong bankar ke ruangan praktiknya yang kebetulan sedang kosong.

"Nay," panggil Akmal seraya memeriksa denyut nadi serta kelopak matanya.

Seorang perawat membawakan sebuah botol kecil minyak kayu putih.

Akmal segera membuka botol tersebut dan memegangnya tepat di depan hidung Nayla agar wanita itu bisa menghirupnya.

Perawat lainnya membantu dengan menaikkan kaki Nayla agar peredaran darahnya lancar. Melonggarkan kancing celananya.

"Nay," panggil Akmal lagi. Nampak raut wajah cemas.

Meskipun dia sering menghadapi ribuan pasien, tapi melihat wanita yang dia cintai terbaring tak sadarkan diri membuatnya takut.

Akhirnya, setelah dengan telaten Akmal membaui hidung Nayla dengan minyak kayu putih. Wanita itu perlahan membuka matanya.

"Nay," panggil Akmal lagi.

Nayla membuka matanya seraya menatap sekeliling. Apa yang terjadi dengan dirinya. Terakhir dia ingat kalau akan pulang dan hujan telah menghentikan langkahnya. Dan setelah itu semuanya gelap.

"Nay, mana yang sakit, hah?" tanya Akmal yang terdengar masih panik, sambil memeriksa tubuh Nayla.

Nayla yang baru saja sadar, hanya menatap lelaki di depannya dengan perasaan aneh. Kenapa di situasi seperti ini, dia harus bertemu dengan dia. Dan dari sekian banyak dokter di rumah sakit, kenapa harus dokter kurang waras ini yang menolongnya. Sepertinya semesta benar-benar telah berkonspirasi untuk mempertemukan dirinya dengan lelaki ini melalui hujan.

***

"Jangan terlalu membenci sesuatu, bisa jadi sesuatu itu baik untukmu. Dan jangan terlalu menyukai sesuatu, bisa jadi itu buruk untukmu."

***

Mau dong eikeh pingsan terus ditolong sama dokter...#eh

Kayaknya, aku udah mulai ketularan bucin sama nih Dokter.

Masih semangat kan untuk mengikuti kisah mereka?

Oh, ya doakan lancar nulis biar bisa up setiap hari.

Salam Bucin
Dokter Akmal

HK , Selasa, 16 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top