13. Rasa itu Ada Karena Terbiasa

Sepertinya urat malu Akmal sudah putus. Berkali-kali ia diabaikan dan diusir oleh Nayla, tapi tetap saja datang dan datang lagi ke rumah wanita tersebut.

Malam ini pun, Akmal menyempatkan diri untuk datang ke rumah Nayla, meskipun badannya terasa lelah. Karena bagi Akmal dengan melihat wajah Nayla maka lelahnya akan terobati.

Lelaki itu juga berencana untuk meminta makan malam, perutnya sudah keroncongan. Dengan senyum merekah dan semangat 45, Akmal berjalan menuju rumah Nayla setelah memarkirkan mobilnya di dekat lapangan. Begitulah, dia setiap hari, rela berjalan kaki untuk melihat sang wanita pujaan hati.

Oh ya tak lupa dia juga membawa sebuket bunga yang sengaja dibeli waktu perjalanan ke rumah Nayla. Ya, meskipun wanita itu sering menolak bunga pemberiannya.

Akmal sudah sampai di depan rumah Nayla. Tangannya mulai mengetuk pintu kayu yang warnanya sudah mulai luntur. Namun, beberapa kali dia mengetuk, tidak ada sahutan dari luar. Lelaki itu merasa ada aneh.

Dia kemudian mengintip dari jendela yang kordennya terbuka sedikit. Sepeda motor Nayla masih ada di ruang tamu, jadi tidak mungkin wanita itu pergi.

Tidak kehabisan ide, Akmal mulai mengambil ponsel dari dalam saku. Dicarinya kontak Nayla yang diberi nama "Calon Istri 😘".

Setelah itu, dia langsung menekan tombol hijau. Panggilan teleponnya tersambung, tapi tidak ada tanda-tanda Nayla akan mengangkatnya. Hingga panggilan ke-tiga, suara wanita itu akhirnya terdengar. Namun, ada yang aneh dengan suara Nayla, dan itu langsung membuat Akmal khawatir.

Dengan sedikit paksaan, akhirnya Nayla mau membukakan pintu untuk Akmal. Lelaki itu dapat melihat, wajah Nayla yang pucat.

"Kamu sakit?" tanya Akmal sambil memapah Nayla untuk duduk setelah membukakan pintu.

"Sedikit kecapekan," balas Nayla dengan suara lirih.

Sebenarnya, Nayla enggan untuk membuka pintu saat Akmal menelepon tadi. Dia ingin istirahat saja tanpa harus meladeni dokter menyebalkan tersebut. Namun, lelaki berkacamata itu malah mengancam akan terus mengetuk pintu rumahnya apabila tidak dibukakan.

"Lebih baik kamu pulang," pinta Nayla. Dia sungguh tidak ingin meladeni tingkah aneh Akmal. Tubuhnya butuh istirahat.

Bukannya menuruti permintaan Nayla, lelaki itu malah mendekat lalu menyentuh kening Nayla.

"Kamu demam," ucap Akmal setelah merasakan panas di kening Nayla.

"Nggak apa-apa, sedikit istirahat besok juga sembuh."

Akmal menggeleng. Di saat sakit begini, wanita di depannya ini masih saja keras kepala.

"Kamu sudah makan?" tanya Akmal dengan wajah cemas.

Nayla menggeleng dengan malas.

"Tunggu sebentar."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Akmal berlari keluar. Nayla tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu. Namun, Nayla berinisiatif untuk menutup saja pintu rumahnya. Dengan tertatih-tatih, dia berjalan menuju pintu. Belum juga pintu rumahnya tertutup sempurna, Akmal muncul kembali dengan napas ngos-ngosan seperti habis berlari.

"Kenapa pintunya ditutup," protes Akmal.

Dia kemudian memapah Nayla ke kursi panjang.

"Kamu berbaring dulu, biar saya periksa."

Nayla menurut saja. Terlihat Akmal membuka sebuah tas hitam kemudian dia mengambil stetoskop dan pengukur tekanan darah. Ternyata, Akmal berlari keluar untuk mengambil alat agar bisa memeriksa Nayla.

Tanpa protes wanita berusia 32 tahun itu menurut saja ketika Akmal mulai memasangkan alat pengukur tekanan darah di tangannya. Dia dapat melihat bagaimana seriusnya Akmal ketika memeriksa tekanan darahnya.

"Kamu punya darah rendah?" tanya Akmal.

Nayla mengangguk.

"Tekanan darah kamu cuma 80/60. Kamu pusing?"

Nayla kembali mengangguk.

"Kamu benar kecapekan dan kurang darah."

Meskipun Akmal adalah dokter obgyn, tapi dia juga paham masalah seperti ini. Karena tidak sedikit pasiennya yang hamil juga mengalami kurang darah.

"Kamu baring saja di kamar, saya antar," pinta Akmal karena melihat kaki Nayla yang tertekuk ketika berbaring di kursi.

Nayla mengangguk kemudian mencoba bangun, tapi kepalanya terasa pening hingga tubuhnya hampir saja limbung. Untung saja dengan sigap Akmal memeganginya.

"Kamu masih kuat jalan?" tanya Akmal dengan wajah yang semakin khawatir.

Karena tidak sabar menunggu jawaban Nayla, akhirnya Akmal langsung saja menggendong wanita itu untuk masuk ke kamar. Dan Nayla tentu saja merasa kaget dengan perlakuan Akmal, tapi dia sudah tidak mempunyai tenaga untuk protes.

"Kamu baring saja dulu, saya buatkan teh manis."

Tanpa menunggu balasan dari Nayla, Akmal sudah melesat menuju dapur. Dan Nayla lebih memilih untuk memejamkan mata daripada mencegah Akmal. Biar saja lelaki itu berbuat sesukanya.

Tak berapa lama, Akmal sudah kembali dengan nampan berisi segelas teh manis yang masih mengepulkan uap panas.

"Nay, minum dulu," pinta Akmal sambil mengusap lembut bahu Nayla.

Nayla pun membuka matanya. Dengan dibantu oleh Akmal, dia pun kemudian bangun lalu meneguk teh manis buatan lelaki tersebut. Setengah gelas sudah Nayla habiskan dan itu membuat Akmal sedikit lega.

"Saya masak bubur dulu, kamu harus makan."

"Tidak usah, saya tidak lapar," tolak Nayla seraya berbaring kembali.

"Kamu jangan keras kepala, kamu butuh makan agar bisa minum obat."

Akmal yang tidak ingin berdebat lagi, langsung pergi menuju dapur. Kalau hanya masak bubur saja dia bisa. Tak lupa dia juga menggoreng telur mata sapi.

Sambil menunggu bubur matang, perutnya mulai bereaksi meminta makan. Namun, ia abaikan dan memilih fokus dulu untuk memasak.

Tak berapa lama bubur pun matang. Akmal menaruh bubur tersebut di mangkok lengkap dengan telur mata sapinya.

Di kamar, Nayla terlihat memejamkan mata ketika Akmal masuk.

"Nay, makan dulu," pintanya lirih sambil menyentuh lengan Nayla dengan lembut.

"Nay," panggil Akmal lagi.

Perlahan, akhirnya Nayla mau membuka mata. Dengan dibantu oleh Akmal, dia mulai bangun dan duduk.

"Makan ya, saya suapi."

"Saya bisa makan sendiri," balas Nayla. Dia tidak ingin merepotkan Akmal.

"Sekali ini saja, kamu jangan protes. Biar saya yang suapi."

Nayla pun menurut saja. Dengan telaten Akmal menyuapi Nayla hingga bubur dalam mangkuk tersebut habis.
Ternyata lelaki di depannya ini bisa masak juga.

"Kamu punya persediaan obat?" tanya Akmal.

Nayla menunjuk laci di samping tempat tidurnya.

Akmal membuka laci tersebut. Kemudian melihat beberapa jenis obat-obatan. Dan dia memutuskan untuk mengambil kablet penurun panas.

Nayla tinggal sendiri, membuatnya harus siap beberapa obat.

"Saya ambilkan air dulu."

Tak berapa lama lelaki itu sudah kembali dengan segelas air putih.

"Minum obatnya," pinta Akmal sambil menyodorkan sebutir obat dan air putih. Belum selesai Nayla minum, terdengar suara aneh yang berasal dari perut Akmal.

"Kamu belum makan?"

Akmal hanya mengiyakan sambil menyengir.

Nayla tersenyum tipis. "Di dapur ada mie instan, kalau kamu mau."

Akmal mengangguk kemudian menyuruh Nayla untuk berbaring kembali. Setelah itu membereskan mangkok bekas makan Nayla dan segera pergi ke dapur untuk memasak mie.

Setelah kepergian Akmal, Nayla enggan memejamkan mata. Ada perasaan yang sukar untuk dimengerti. Hatinya terasa hangat oleh perlakuan Akmal. Sudah lama dia tidak mendapatkan perhatian seperti itu. Bahkan lelaki itu mengabaikan rasa laparnya hanya untuk merawat dirinya terlebih dahulu. Nayla seperti mendapatkan kesejukan dalam hatinya yang telah lama gersang. Mungkin, dirinya yang selama ini begitu keras kepala hingga selalu saja mengabaikan kehadiran lelaki berkacamata itu.

Nayla tersenyum tipis dan berterima kasih dalam hati. Ternyata, masih ada seorang lelaki yang begitu memperhatikannya. Sepertinya, dirinya harus mulai belajar untuk menerima kehadiran Akmal dalam hidupnya. Mungkin Tuhan mempunyai rencana lain untuk masa depannya kelak.

Tak lama kemudian, Nayla mulai memejamkan mata dan larut dalam mimpi.

*****

Nayla bangun dengan keadaan lebih baik. Badannya terasa lebih segar. Dia kemudian menuju kamar mandi. Niatnya untuk membersihkan diri. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seorang lelaki sedang berada di dapur.

"Kamu...?"

"Kamu sudah bangun?" tanya Akmal yang masih mengenakan pakaian seperti yang kemarin.

"Kamu nginep di sini?" tanya Nayla yang melihat wajah dan pakaian Akmal yang kusut.

"Kalau saya menginap di sini, kamu enggak akan bisa tidur nyenyak sampai pagi."

Nayla ternganga mendengar jawaban Akmal.

"Terus...?"

"Saya tidur di mobil."

Nayla semakin terpaku dengan jawaban Akmal.

"Sudah jangan berpikiran yang tidak-tidak. Cepat mandi lalu sarapan."

Nayla sudah tidak ingin berkata lagi karena hasrat buang air kecilnya sudah tidak bisa lagi ditahan.

"Eh, tunggu....."

Nayla menoleh kembali mendengar panggilan Akmal.

Lelaki itu pun kemudian berjalan mendekati Nayla setelah itu dengan sebelah tangan, menyentuh kening Nayla. "Sudah tidak demam."

Nayla terpaku mendapatkan perhatian seperti itu. Namun, itu tidak berlangsung lama karena dia harus berlari ke kamar mandi.

Melihat tingkah laku Nayla di pagi hari, membuat Akmal tersenyum sendiri. Rasa lelahnya terbayar sudah setelah semalaman tidur di kursi mobil, ketika melihat Nayla sudah sehat kembali.

Akmal memiliki alasan kenapa memilih tidur di mobil daripada pulang. Pertama, karena Nayla sudah tidur, tidak ada yang mengunci rumahnya. Kalau membangunkan Nayla, dia tidak tega. Kedua, Akmal mengunci rumah Nayla dan berniat untuk membawa pulang kunci tersebut. Namun, dia berpikir lagi, jika Nayla bangun dan tidak bisa membuka pintu rumahnya, malah tambah repot. Dan yang terakhir, jika Akmal menginap di rumah Nayla, takutnya digerebek sama Pak RT. Dia memang sangat ingin mempersunting Nayla, tapi bukan dengan cara digerebek orang sekampung. Apalagi dengan status Nayla, pasti masyarakat akan berpikiran yang tidak baik.

Nayla sudah selesai membersihkan diri, kemudian menuju ke meja makan. Di sana sudah tersedia bubur ayam lengkap dengan kerupuknya. Dan di sampingnya ada sebuah catatan kecil.

"Saya belikan bubur ayam, tolong dimakan ya. Kalau enggak nanti dipatok lagi sama ayamnya. Maaf, saya pergi dulu, ada praktik."

Setelah membaca catatan kecil yang ditinggalkan oleh Akmal membuat Nayla merasakan perasaan bersalah. Apalagi, saat lelaki itu bilang kalau semalaman tidur di mobil. Ah, betapa selama ini dirinya terlalu jahat pada lelaki itu. Padahal, lelaki itu selalu memperlakukannya dengan sangat baik.

****

"Witing tresno jalaran Soko kulino."
"Rasa itu ada karena terbiasa."

****

****

Hai hai....

Dokter Bucin datang lagi... Masih dengan kebucinannya yang semakin akut.

Oh ya, saya minta doanya untuk kesembuhan saya. Kebetulan saya sedang sakit. Minta doanya ya teman-teman semoga saya lekas sembuh. Aamiin.

Happy reading

Vea Aprilia

HK, Jum'at, 26 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top